Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Angling Dharma, Kisah Raja Dermawan yang Dikutuk dan Dibuang ke Hutan
23 September 2021 18:33 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia dihebohkan dengan munculnya kerajaan baru, yaitu Kerajaan Angling Dharma di Kampung Salangsari, Desa Pandat, Kecamatan Mandalawangi, Pandeglang, Banten.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, pengangkatan raja disebut-sebut dilakukan secara ghaib dan berdasarkan sebuah mimpi pada tahun 2004 lalu. Raja tersebut bernama Baginda Sultan Iskandar Jamaludin.
Nama Angling Dharma sendiri sebetulnya tak asing bagi masyarakat Indonesia. Nama itu mengingatkan pada sinetron berjudul Angling Dharma yang menghiasi stasiun televisi nasional pada awal tahun 2.000-an
Kala itu, Angling Dharma digambarkan sebagai sosok yang dianugerahi kesaktian berupa Aji Gineng yang membuatnya jadi paham bahasa binatang. Namun karena mengingkari sebuah sumpah, dia harus menjalani pembuangan dalam jangka waktu yang lama.
Lantas, apakah sosok Angling Dharma memang ada di dunia nyata?
Antara Fiksi dan Kenyataan
Angling Dharma merupakan salah satu tokoh yang dikenal di karya sastra Jawa. Kisah tentang tokoh Angling Dharma sudah dikenal sejak era Majapahit dalam bentuk tradisi lisan dan juga ditulis pertama pada masa itu dengan judul Ari Dharma.
ADVERTISEMENT
Di Bali, cerita tentang tokoh tersebut berada di karya sastra Kidung Angling Dharma, yaitu karya sastra Bali tradisional yang berbentuk puisi. Bentuk karya sastra ini di masyarakat Bali dikenal dengan istilah “sekar media”. Naskah asli Kidung ini berbentuk lontar dengan menggunakan huruf Bali dan berbahasa Bali-Kawi.
Selain itu, cerita itu juga berkembang di kalangan masyarakat Desa Wotan Ngare, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Masyarakat di sana meyakini keberadaan legenda Angling Dharma di daerah tersebut.
Legenda itu akhirnya diproduksi oleh pemerintah melalui sebuah penelitian yang diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul 'Penelusuran Petilasan Angling Dharma di Bojonegoro' (2012). Kisah Angling Dharma juga terdapat di beberapa relief yang ditemukan di Candi Jago.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, keyakinan bahwa Angling Dharma itu nyata dibantah oleh Arkeolog dari Universitas Malang, Dwi Cahyono. Menurutnya, tokoh Angling Dharma merupakan tokoh rekaan. Dikutip dari Historia.id, Dwi menyebut tokoh tersebut memiliki kesan faktual karena memang kisahnya sangat dekat dengan masyarakat.
Raja yang Dikutuk dan Dibuang
Berdasarkan buku 'Pengembaraan Angling Dharma (1998)' yang diterbitkan Kemendikbud, Angling Dharma adalah seorang raja dari kerajaan Malawapati. Ia dikenal sebagai raja yang bijak dalam memerintah. Angling Dharma disebut merupakan keturunan ketujuh dari Arjuna.
Diceritakan bahwa Arjuna memiliki putra yang bernama Abimanyu. Kemudian Abimanyu berputra Parikesit, Parikesit berputra Yudayana, Yudayana Berputra Gendrayana, Gendrayana berputra Jayabaya, dan Jayabaya memiliki putri bernama Pramesti, dan Pramesti memiliki anak bernama Prabu Angling Darma.
Buku Kemendikbud tersebut sejalan dengan kidung 'Angling Dharma' yang ditranslasikan oleh I Made Subandia pada tahun 1996, Angling Dharma dikisahkan gemar mengembara. Kegemarannya itu membawanya bertemu dengan istrinya, yaitu Dyah Dursilawati.
ADVERTISEMENT
Mereka berdua kemudian dinikahkan oleh Raja Basunando. Namun, Angling Dharma menikah lagi dengan putri Raja Bojonegari dan putri Raja Melawapati. Dari pernikahan itu, Angling Dharma melahirkan dua keturunan yang bernama Raden Danurweda dan Raden Angling Kusuma. Namun, kedua anak tersebut tidak mau melanjutkan tahta dari ayahnya dan memilih untuk kabur. Kisah ini beredar luas di Bali.
Namun, kidung tersebut hanyalah salah satu versi yang beredar. Di Bojonegoro, Angling Dharma justru diyakini merupakan salah satu titisan Raja Kediri Prabu Jayabaya. Seperti halnya dengan kidung di Bali, Angling Dharma juga dikenal sebagai raja yang dermawan.
Meski begitu, Angling Dharma justru dikisahkan menikah dengan Setyawati. Mereka pun berjanji untuk sehidup semati. Namun, Angling Dharma melanggar janji tersebut lantaran memeluk seorang putri yang mirip istrinya.
ADVERTISEMENT
Akibat hal tersebut, Angling Dharma dikutuk dapat berbicara dengan hewan. Namun kutukan itu berimbas pada dirinya yang harus terbuang ke hutan. Di sana, ia bertemu dengan tiga orang putri dari raja raksasa yang memusuhi Angling Dharma.
Tiga orang putri itu rupanya dinikahi oleh Angling Dharma. Namun, suatu ketika Angling Dharma memergoki ketiga istrinya itu tengah memakan bangkai. Alhasil, Angling Dharma dikutuk lagi menjadi burung meriwis putih.