Antara Jokowi, Luhut, dan Anies soal Larangan Mudik

31 Maret 2020 10:30 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi dan Anies Baswedan Tinjau Depo MRT di Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (6/11/2018). Foto: Dok. Biro Pers Setpres
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan Anies Baswedan Tinjau Depo MRT di Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (6/11/2018). Foto: Dok. Biro Pers Setpres
ADVERTISEMENT
Mudik Lebaran tahun ini sedikit berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ada percepatan waktu mudik di tengah wabah corona yang mendera Indonesia.
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi menyebut warga memilih mudik karena terpaksa. Wabah corona telah berdampak langsung pada ekonomi mereka. Selama 8 hari terakhir, menurut Jokowi, ada 14 ribu pemudik melalui jalur bus yang meninggalkan Jabodetabek ke Jabar, Jateng, Jatim, dan DIY.
"Banyak pekerja informal yang terpaksa pulang kampung karena penghasilannya menurun sangat drastis, atau bahkan hilang," ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas mengenai mudik di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (30/3).
Jokowi menegaskan mudik memperbesar risiko penyebaran virus corona ke wilayah lain di seluruh Indonesia. Ia pun meminta kepala daerah untuk bersikap lebih tegas mencegah warga mudik ke kampung halaman masing-masing.
Instruksi ini sudah ditangkap dengan baik dan langsung dieksekusi oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Pemprov DKI menerbitkan kebijakan menyetop operasional bus dari dan ke Jakarta pada Senin (30/3) mulai pukul 18.00 WIB.
Surat Dishub DKI Jakarta soal penghentian operasional bus Foto: Dok. Dishub DKI
Keputusan itu berdasarkan rapat bersama yang salah satunya dihadiri Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi. Surat keputusan diterbitkan oleh Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo. Di surat edaran tersebut, operasional yang dilarang sementara adalah armada bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), Antar Jemput Antar Provinsi (AJAP), dan bus pariwisata yang berdomisili di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Penghentian operasional ini berlaku di dalam terminal maupun lokasi penjemputan atau penurunan lainnya di seluruh wilayah Jakarta.
Belum sampai aturan ini berlaku, Plt Menhub Luhut Pandjaitan sudah membatalkan kebijakan ini. Hal ini disampaikan oleh Jubir Kemenhub, Adita Irawati.
"Sebenarnya tidak membatalkan, tapi menunda penutupan bus AKAP dari DKI Jakarta," ujar Adita saat dikonfirmasi kumparan, Senin (30/3).
Mantan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan tiba di Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (22/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Adita menjelaskan, Luhut membatalkan kebijakan ini karena ingin menunggu kajian lebih lanjut mengenai dampak ekonomi, seperti arahan Presiden Jokowi dalam ratas.
"Hal ini atas arahan dari Plt Menhub agar pembatasan transportasi ditunda pelaksanaannya sambil menunggu kajian yang lebih komprehensif terkait dampak ekonominya, yang juga sejalan dengan arahan Presiden dalam Rapat Terbatas hari ini," kata Adita.
ADVERTISEMENT
Langkah Luhut menunda kebijakan Anies ini tentunya menimbulkan tanda tanya publik. Wakil Ketua Komisi V DPR Syarif Abdullah Alkadrie heran dengan langkah yang diambil Luhut. Menurut dia, yang dilakukan Anies sudah benar, sesuai dengan instruksi Presiden Jokowi.
Syarif menilai langkah Luhut menunjukkan belum ada sinergi antara pusat dan daerah. Harusnya, Luhut mendukung arahan Jokowi dan tidak membatalkan kebijakan Anies.
"Ini membuktikan belum ada sinergi dan ego sektoral masih ada, janganlah hanya memikirkan ekonomi. Ini kalau sudah menyebar ke wilayah-wilayah lain kan bahaya sekali," ujar Syarif kepada kumparan, Selasa (31/3).
Suasana kedatangan Penumpang arus balik mudik di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Foto: Ferry Fadhlurrahman/kumparan
"Kita tidak bisa bayangkan kalau ada penyebaran di daerah. APD, fasilitas kesehatan pasti tidak siap. Di DKI saja seperti ini. Kalau kendaraan umum tidak disetop, lalu pakai instrumen apa untuk mencegah orang mudik," kata Syarif.
ADVERTISEMENT
Syarif mengingatkan, beban ekonomi dan beban sosial akan lebih berat jika nanti virus corona menyebar ke daerah-daerah lain. Inilah yang harus diantisipasi pemerintah.
"Harusnya menteri-menteri itu menjaga bagaimana instruksi presiden itu dilaksanakan. Tidak beda pandangan," tutup Syarif.