Apa Benar Mengubah Jam Kerja di DKI Bisa Urai Kemacetan? Ini Analisisnya

29 Juli 2022 8:51 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kendaraan melintasi sejumlah ruas jalan di Jakarta pada Kamis (19/5/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kendaraan melintasi sejumlah ruas jalan di Jakarta pada Kamis (19/5/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Kemacetan dan Jakarta sulit dipisahkan satu sama lain. Bahkan, macet sudah menjadi ciri khas yang umum bagi Jakarta. Berdasarkan TomTom Traffic Index 2021, DKI Jakarta berada di urutan 46 sebagai kota paling macet di dunia.
ADVERTISEMENT
Berbagai strategi telah dilakukan demi meminimalisir kemacetan di Ibu Kota. Terbaru, Polda Metro Jaya mengusulkan agar jam kerja orang kantoran di Jakarta diatur.
Wakil Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Deddy Herlambang, mengatakan usulan dari Polda Metro Jaya tersebut tergolong baik, namun sifatnya hanya sementara.
"Kalau hanya untuk merekayasa sebentar seperti itu, mungkin bisa. Tapi itu kan hanya sementara. Hanya untuk mengurai kemacetan, tetapi tidak menjawab kemacetan itu selamanya," ujar Deddy saat dihubungi via surel, Kamis (28/7).
"Kalau hanya ganjil genap, rekayasa hulu, pengaturan jam kerja, itu kan hanya sementara. Jumlah kendaraannya tetep sama," tambahnya.
Lantas, seperti apa kondisi kemacetan di Jakarta belakangan ini? Mari kita lihat datanya

Jumlah Kendaraan di Jakarta

Terlihat kepadatan kendaraan di saat jam pulang kerja di Jalan Mampang Prapatan arah Ragunan, Jakarta, Kamis (21/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Jumlah kendaraan bermotor di Jakarta kini tembus puluhan juta unit. Ini menjadikan DKI sebagai provinsi kedua dengan jumlah kendaraan terbanyak nasional setelah Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Korlantas Polri, jumlah kendaraan bermotor di wilayah hukum Polda Metro Jaya per Juni 2022 mencapai 22,09 juta unit. Terbanyak adalah Sepeda motor yaitu 17,62 juta unit. Berikut rinciannya.
Data kendaraan di wilayah hukum Polda Metro Jaya di atas termasuk dengan kendaraan dari daerah penyangga seperti Tangerang, Depok, dan Bekasi.
Lalu, bagaimana mobilitas ke tempat kerja di Jakarta?

Mobilitas ke Kantor saat Ini

Berdasarkan Google Mobility Report, mobilitas publik ke tempat kerja di Jakarta kini terus meningkat. Hal ini seiring longgarnya aturan PPKM yang memperbolehkan WFO hingga 100 persen.
Meski begitu, data Google Mobility menunjukkan situasi perkantoran saat ini belum persis seperti sebelum pandemi. Itu karena, masih ada 7 hingga 11 persen orang yang tak pergi ke kantor.
ADVERTISEMENT
Google Mobility mengukur naik turunnya tren mobilitas dengan dasar median 3 Januari-6 Februari 2020. Data sebelum itu menjadi acuan (baseline) untuk melihat perubahan mobilitas yang digambarkan sebagai angka minus dan plus.
Jadi, jika tren mobilitas ke kantor pada Jumat (22/7) ada di angka-11%, itu artinya orang-orang yang ke kantor pada hari itu turun 11 persen saat dibandingkan dengan situasi normal sebelum pandemi.

Mobilitas ke Kantor saat PPKM Darurat

Data mobilitas ke kantor saat ini sudah nyaris seperti pandemi. Tapi, Jakarta pernah ada di fase ketika mobilitas ke kantor itu benar-benar turun secara ekstrem. Itu terjadi saat pemberlakuan PPKM darurat pada pertengahan tahun 2021 lalu.
Pada 5-9 Juli 2021 lalu, misalnya, mobilitas ke tempat kerja dapat ditekan hingga 51 persen. Potret langit Jakarta biru cerah pun sempat viral pada periode tersebut.
ADVERTISEMENT

Data Kemacetan saat Ini

Data mobilitas ke kantor pun berbanding lurus dengan tingkat kemacetan. Hal itu dapat dianalisis lagi melalui data yang disediakan oleh TomTom Traffic Index.
Data di atas merupakan gambaran situasi kemacetan pada 18-22 Juli 2022. Dapat dilihat bahwa Jakarta sama sekali tidak macet pada pukul 00.00 hingga 05.00. Di waktu tersebut, tingkat kemacetan ada di angka 0 persen.
Kemacetan lalu mulai terjadi pada pukul 06.00 yaitu di angka 31 persen. Jam-jam setelahnya pun Jakarta terus macet. Bahkan pada pukul 12 siang, kemacetan di Jakarta masih ada di angka 40 persen.
Puncak kemacetan terjadi pada pukul 08.00 yaitu 54 persen dan pukul 18.00 yaitu 68 persen. Kemacetan tertinggi di pagi hari terjadi pada hari Senin dan kemacetan pada sore hari jam 18.00 tertinggi terjadi pada Jumat.
ADVERTISEMENT
Indeks kemacetan (Congestion Index) yang digunakan Tomtom merujuk pada skala persentase 0-100. Semakin sedikit angkanya, semakin lengang jalanan.
Indeks kemacetan di angka 53 persen, misalnya, mengindikasikan waktu tempuh perjalanan normal ditambah dengan 53 persen waktu delay karena kemacetan di jalan.
Skemanya begini:
Situasi normal: 1 jam
Tingkat kemacetan 53 persen: 1 jam + 31 menit

Data Kemacetan saat PPKM Darurat

Jakarta pernah merasakan situasi jalanan yang lebih lengang saat PPKM Darurat diterapkan. Kala itu, mayoritas pekerja memang WFH, tingkat kemacetan pun dapat ditekan hingga 7 persen pada pukul 07.00.
Minimnya angkutan pribadi yang melintasi jalanan Jakarta itu pun berbanding lurus dengan 'sepinya' Jakarta. Bahkan pada jam 18.00, tingkat kemacetan hanya ada di angka 15-20 persen.
ADVERTISEMENT

Skenario Jika Jam Kerja Diatur

Kondisi arus lalu lintas di ruas jalan Bundaran Senayan-Fatmawati saat penerapan ganjil genap, Senin (6/5/2022). Foto: Nugroho GN/kumparan
Lalu bagaimana jika kebijakan pengaturan jam kerja diterapkan? Apakah akan berhasil?
Mari kita lihat.
Senin (18/7) pukul 08.00: Tingkat Kemacetan 59 persen.
Asumsikan bahwa ada 100 kendaraan yang melintas pada hari dan jam tersebut. Jika hanya ada 50 kendaraan, maka tingkat kemacetan dapat turun di angka 24,5 persen.
Nantinya, 50 kendaraan yang seharusnya melintas di waktu tersebut akan dipindahkan ke waktu yang lain. Persoalannya, rentang pukul 07.00 sampai 20.00 pun tingkat kemacetan di Jakarta sudah merata ada di 30 persen hingga 50 persen.
Oleh sebab itu, kata Deddy, solusi yang lebih menjawab isu kemacetan ini adalah mengurangi volume kendaraannya. Menurutnya, transportasi umum justru dapat menjadi jawabannya.
ADVERTISEMENT
"Kalau untuk mengatasi jangka panjang, itu harus mengurangi volume kendaraan, atau namanya transport demand management (TDM). Karena yang perlu digarisbawahi di sini adalah transportasi ini sejatinya untuk memindahkan orang, bukan memindahkan kendaraan," jelasnya.
"Karena kalau memindahkan kendaraan, ya seperti sekarang ini, rekayasa lalu lintas dan ganjil-genap. Yang tepat adalah mengurai orangnya, pergerakan orangnya. Seperti bagaimana warga ke kantor, bagaimana transportasi umumnya, itu yang harusnya diatur," tutup Deddy.

Respons Pemprov DKI Jakarta

Wagub DKI Jakarta Riza Patria bertemu Rahmat, sopir angkot jurusan Jatinegara-Stasiun Tebet, yang menjadi saksi mata pelecehan seksual, Rabu (13/7/2022). Foto: Haya Syahira/kumparan
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, menyebut usulan pengaturan jam kerja tersebut memerlukan pertimbangan dan diskusi banyak pihak. Ia mengatakan, hal ini tidak dapat diputuskan sepihak.
Kendati memerlukan diskusi lebih lanjut, Riza menyebut wacana ini adalah usulan yang baik. Saat ini, pengaturan jam kerja masih dipertimbangkan.
ADVERTISEMENT
“Ya itu usulan yang sedang digodok, dipertimbangkan, ya. Jadi usulan itu dari Polda Metro itu usulan saya kira yang baik. Karena dulu juga pernah didiskusikan, dibahas, gitu kan. Dan ini saya kira suatu usulan yang perlu kita bahas sama-sama,” ujar Riza saat ditemui kumparan di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (27/7).