Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Apa Kabar Perkembangan Kasus Bansos COVID-19 yang Diusut KPK?
26 Oktober 2021 18:33 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara divonis bersalah dan dihukum 12 tahun penjara terkait dengan kasus korupsi bantuan sosial COVID-19. Saat ini, ia telah menjadi warga binaan Lapas Tangerang.
ADVERTISEMENT
Meski sudah menjadi pesakitan, kasus bansos masih menyisakan sejumlah puzzle yang belum terungkap. Salah satunya dugaan keterlibatan pihak lain di perkara tersebut.
KPK sebelumnya menyatakan tengah mengusut ulang kasus bansos dalam bentuk penyelidikan. Hal itu untuk mengusut lebih jauh terkait keterlibatan sejumlah pihak. Sudah sampai mana perkembangannya?
"Sejauh ini pengembangannya masih dalam proses penyelidikan, ada penyelidikannya untuk menindaklanjuti fakta-fakta di persidangan melalui penyelidikan, karena informasi dari masyarakat juga katanya paketnya nilainya tidak segitu. Nah tentu itu didalami, nah kita juga menggandeng BPKP untuk mengaudit investigasi untuk penyaluran bansos tersebut," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di kantornya, Selasa (26/10).
Alex mengatakan, saat ini penyelidik tengah fokus menggali sejumlah bukti dari fakta-fakta di persidangan. Baik itu dari unsur penyelenggara negara hingga pihak swasta penyedia bansos sembako.
ADVERTISEMENT
"Ya itu termasuk itu semua, sudah dilakukan penyelidikan, nanti misalnya bukti-bukti sudah cukup kuat, nanti akan di ekspose ke pimpinan dan akan di tetapkan menjadi tersangka," kata Alex.
"Ada kegiatan penyelidikan untuk menindaklanjuti penyaluran bansos tersebut tapi belum ke tahap penyidikan," sambung dia.
Juliari sudah dihukum 12 tahun penjara serta denda Rp 500 juta. Politikus PDIP itu dinilai terbukti menerima suap yang nilainya puluhan miliar. Dia juga dijatuhi hukuman membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar.
Dalam kasus Juliari Batubara, ia dinilai terbukti menerima suap melalui dua anak buahnya, yakni Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Total uang yang berhasil dikumpulkan Rp 32.482.000.000.
Suap tersebut diberikan oleh para vendor sebagai imbal penyedia dalam pengadaan bansos sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19 di wilayah Jabodetabek. Juliari Batubara memerintahkan anak buahnya untuk memungut Rp 10 ribu per paket bansos yang digarap para vendor. Sejumlah vendor pun ternyata tidak kompeten untuk menjadi penyedia bansos.
ADVERTISEMENT
Dalam vonisnya, hakim sempat membeberkan sejumlah perusahaan vendor bansos yang diduga bermasalah. Begitu juga individu yang diduga kecipratan korupsi bansos, Berikut daftarnya:
PT Anomali Lumbung Artha
Perusahaan ini disebut merupakan titipan Juliari dan selalu mendapatkan kuota sangat besar dalam pengadaan dengan 1.506.900 paket. Padahal, perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang elektronik. Sehingga dianggap tidak mempunyai pengalaman pekerjaan yang sejenis terkait pengadaan bansos.
Demikian juga perusahaan yang terafiliasi, seperti PT Junatama Foodia Kreasindo yang mempunyai kuota 1.613.000 paket; PT Famindo Meta Komunika yang mempunyai kuota 1.230.000 paket; dan PT Tara Optima Primago yang mendapatkan kuota 250 ribu paket.
"Sedangkan PT Dwimukti Group yang merupakan perusahaan milik Herman Hery (Ketua Komisi III DPR RI) yang tak lain diungkapkan oleh saksi Ivo Wongkaren sebagai perusahaan penyuplai sembako bagi PT Anomali Lumbung Artha dan perusahaan afiliasinya yang juga merupakan perusahaan yang bergerak di bidang elektronik," ungkap hakim.
ADVERTISEMENT
PT Pertani dan PT Mandala Hamonangan Sude
Keduanya disebut yang merupakan perusahaan titipan Juliari yang Batubara berasal dari Muhammad Ihsan Yunus. Ihsan Yunus merupakan eks Wakil Ketua Komisi VII DPR dari PDIP. Sementara penanggung jawab perusahaan ini Agustri Yogasmara.
Hakim menyebut perusahaan yang ditunjuk sebagai salah satu penyedia bansos ini merupakan perusahan yang tidak memenuhi persyaratan. PT Pertani dianggap tak mempunyai kemampuan keuangan. Sedangkan PT Hamonangan Sude tidak memiliki pengalaman pekerjaan di bidang sejenis melainkan hanya supplier PT Pertani.
PT Rajawali Parama Indonesia
Perusahaan ini milik Matheus Joko Santoso yang baru didirikan Agustus 2020. Tujuannya ialah untuk diikutsertakan dalam pengadaan bansos. Padahal sama sekali tidak memiliki pengalaman dan tidak mempunyai kemampuan keuangan yang mumpuni.
ADVERTISEMENT
Matheus Joko sendiri merupakan pejabat Kemensos yang mengatur soal pengadaan bansos.
"Perusahaan penyedia lainnya hampir tidak ada yang memenuhi syarat sebagai penyedia dalam pengadaan bansos sembako," kata hakim.
Hakim meyakini bahwa Juliari Batubara sejak awal sudah mengetahui sejumlah vendor tidak memenuhi syarat menjadi penyedia bansos. Namun, perusahaan itu tetep ditunjuk.
Perusahaan Lain
Selain perusahaan-perusahaan tersebut, diduga masih banyak pihak lain. Sebab, vonis Juliari menunjukkan bahwa uang yang terkumpul sebanyak Rp 32 Miliar lebih berasal dari 109 penyedia atau vendor bansos.
Dirjen dan Sekjen Kemensos
Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin juga beberapa kali disinggung dalam kasus ini. Keduanya disebut pernah menerima sepeda Brompton yang diduga dari vendor bansos.
ADVERTISEMENT
Pepen Nazaruddin sudah mengaku menerima sepeda tersebut dari terpidana Adi Wahyono selaku mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos.
"Iya (terima sepeda Brompton) dari Pak Adi KPA," kata Pepen dalam persidangan.
Namun, ia membantah pernah menerima uang terkait perkara bansos ini.
"Saudara pernah terima uang terkait bansos ini? Misalnya, uang Rp 1 miliar" tanya jaksa.
"Saya tolak," jawab Pepen.
Hal yang sama juga disampaikan Hartono Laras. Ia juga mengakui menerima sepeda Brompton dari Adi.
"Kami memang Agustus (2020) itu menerima Brompton. Yang mengantar itu sopir-nya Adi," kata Hartono di persidangan saat itu. Namun dia menegaskan tak pernah menerima uang terkait bansos COVID-19.