Apa Kata Zaim Saidi soal Pasar Muamalah Dikaitkan dengan Khilafah?

10 Februari 2021 9:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Zaim Saidi, pendiri Pasar Muamalah di Depok. Foto: Instagram/@zaim.saidi
zoom-in-whitePerbesar
Zaim Saidi, pendiri Pasar Muamalah di Depok. Foto: Instagram/@zaim.saidi
ADVERTISEMENT
Penangkapan pendiri Pasar Muamalah di Depok, Zaim Saidi, masih menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Belakangan, beredar isu liar yang mengaitkan Zaim Saidi dengan gerakan khilafah.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana tanggapan kuasa hukum Zaim Saidi soal isu yang mengaitkan kliennya dengan isu khilafah?
Kuasa hukum Zaim Saidi, Ali Wardi, membenarkan ada pihak-pihak yang sengaja mengaitkan penggunaan dinar dan dirham di Pasar Muamalah dengan khilafah. Namun, hal itu dibantah oleh kliennya.
“Iya, itu. Mereka sepertinya salah mencium aroma seperti itu, dan mencoba mencari hubungan antara istilah khilafah dengan gerakan Zain. Memang tentu ada dalam kajian islam perihal khilafah, namun bukan khilafah seperti versi HTI atau kelompok-kelompok radikal lainnya, beda sekali. Khilafah kan memang ada dalam khazanah sejarah Islam. Ini yang saya duga sedang didalami hubungannya Zaim dan kawan-kawan” kata Ali kepada kumparan, Rabu (10/2).
Ruko pasar muamalah yang disegel polisi di Tanah Baru, Depok, Jawa Barat. Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
Ali juga membantah kliennya terlibat dengan gerakan khilafah. Ia menegaskan, Zaim mendirikan Pasar Muamalah atas dasar membangkitkan ekonomi masyarakat di tengah pandemi, dan tidak ada maksud lainnya.
ADVERTISEMENT
“Enggak ada sama sekali,” ujar Ali.
Zaim ditangkap polisi karena pasar yang dia gagas menggunakan koin emas dan perak (publik lazim menyebutnya dinar dan dirham) dan model barter, selain memakai rupiah.
Suasana Pasar Muamalah Depok yang masih disegel garis polisi. Foto: Dok. Istimewa
Sebelumnya, Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan menyebut Zaim dijerat dengan Pasal 9 Undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan atau Pasal 33 Undang-undang nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang.
“Ancaman hukuman 1 tahun penjara denda Rp 200 juta,” ujar Ahmad.
Namun, sejumlah kalangan menilai penahanan Zaim berlebihan. Apalagi, koin emas yang digunakan dari hasil membeli dari PT Antam Tbk, BUMN di sektor pertambangan emas.