Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
ADVERTISEMENT

Harga cabai di dalam negeri sering mengalami fluktuasi. Padahal jumlah produksi cabai jauh lebih tinggi dibandingkan angka konsumsinya.
ADVERTISEMENT
Menurut data Kementerian Pertanian (Kementan), produksi cabai jenis rawit di tahun 2015 mencapai 796.676 ton sedangkan konsumsinya hanya 335.968 ton atau surplus 50.388 ton.
Begitu juga di tahun 2016, produksi cabai rawit mencapai 818.530 ton sedangkan konsumsi 350.183 ton atau surplus 46.771 ton. Sementara itu di tahun 2017 produksinya diperkirakan mencapai 857.045 ton sedangkan konsumsi diperkirakan hanya 364.570 ton atau surplus 51.062 ton. Tetapi mengapa harganya sering naik turun?
Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurti mengungkapkan, naik turunnya harga cabai disebabkan karena perhitungan yang kurang pas.
Bayu menjelaskan, kebutuhan cabai di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu untuk konsumsi rumah tangga dan industri horeka (hotel, restoran, kafe). Seluruh cabai dipasok dari petani yang sama.
ADVERTISEMENT
"Masalahnya adalah kegiatan atau kontrak dengan industri itu membuat pasokan ke pasar menjadi berkurang, itu yang kemudian menjadi membuat terasa cabainya jadi langka, kemudian ditangkap oleh pasar dengan naiknya harga," sebut Bayu dalam diskusi Perilaku Konsumen Pangan di Perkotaan dan Stabilitas Harga, di Hotel Sari Pan Facific, Thamrin, Jakarta, Selasa (23/5).

Dia menjelaskan, permintaan cabai oleh kalangan industri dan retail biasanya menggunakan sistem perdagangan ijon (futures trading). Misalnya industri mi instan yang telah mengikat sebagian besar petani cabai di Jawa Tengah untuk memasok kebutuhan cabainya kepada mereka.
"Itu cabainya biasanya sudah dikontrak, mekanisme kontrak dengan pemberian bibit segala macam agar cabai masuk ke industri," imbuhnya.
Hal itu membuat sektor industri sama sekali tidak terpengaruh oleh lonjakan harga. Sebaliknya, harga di tingkat konsumsi rumah tangga terbilang berfluktuasi.
ADVERTISEMENT
Kenaikan harga cabai rawit merah beberapa waktu lalu disebabkan kelangkaan pasokan untuk konsumsi rumah tangga. Padahal pasokan untuk industri stabil.
Oleh karena itu, Bayu menyatakan, pemerintah seharusnya membuat aturan mengenai alokasi pasokan komoditas tertentu ke industri. Dengan demikian, pasokan dan harga di level konsumsi tak terpengaruh dan relatif stabil.
"Permintaan dari industri ini harus dipetakan dengan sangat baik, jumlahnya harus diketahui dengan baik, baru setelah itu forward trading kontrak, baru dari situ kita hitung berapa sisa pasokan baik daging sapi maupun untuk cabai yang akan masuk ke pasar, di mana konsumen bisa membeli," pungkas Bayu.