Arcandra Beberkan Mangkraknya Kajian Awal Blok Masela

3 Mei 2017 21:31 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri ESDM, Archandra Tahar (Foto: Edy Sofyan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Menteri ESDM, Archandra Tahar (Foto: Edy Sofyan/kumparan)
Kawasan kilang minyak dan gas Blok Masela di Laut Arafura, Maluku, nampaknya masih butuh waktu lebih lama untuk berproduksi. Sebabnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral masih bersilang pendapat dengan operator Blok Masela, Inpex Corporation, soal pra pelaksanaan konfigurasi dasar (pre-Front End Engineering Design/FEED).
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, menjelaskan perusahaan Jepang tersebut masih belum setuju soal empat skenario yang diminta dikaji oleh pemerintah. Menurut Arcandra, Inpex ingin pemerintah menentukan satu saja skenario yang harus dikaji. Adapun empat skenario tersebut adalah soal kapasitas dan lokasi pengeboran.
"Pre-FEED itu adalah untuk asses (menilai) semua kemungkinan yang ada. Kalau saya harus Pre-FEED semuanya, biayanya murah kok," kata Arcandra di Press Room Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (3/5).
Untuk skenario kapasitas, Inpex sebelumnya menginginkan skenario kapasitas produksi gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) Masela sebesar 9,5 juta ton per tahun (mtpa). Kemudian sebanyak 150 juta kaki kubik per hari (mmscfd) untuk gas pipa bagi industri di sekitar Masela.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, pemerintah menginginkan kapasitas produksi Masela sebesar 7,5 mtpa untuk LNG dan 474 mmscfd untuk gas pipa. Perbedaan ini membuat Pre-FEED tersebut terbengkalai.
Ilustrasi pengeboran minyak dan gas (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengeboran minyak dan gas (Foto: Wikimedia Commons)
Ada dua lokasi yang harus dikaji oleh Inpex. Satu lokasi lebih jauh dari sumber gas sehingga biaya pembangunan pipa lebih mahal tapi lebih aman, sementara lokasi lainnya lebih dekat tapi melewati palung laut sehingga lebih berisiko.
Menurut Arcandra, Inpex tidak mau membuang biaya lebih dan meminta kajian sebelum Pre-FEED untuk menentukan satu skenario saja. Padahal, kata Arcanra, itu tidak tepat secara aturan dan prosedur.
"Kenapa mereka mengajukan (kajian) lebih awal lagi. Jadi Pre-FEED ada Pre-nya lagi, mana ada konsep seperti itu?," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Arcandra juga membantah jika biaya Pre-FEED mahal. Pemerintah sudah menegaskan semua skenario harus dikaji agar hasilnya kredibel. Apalagi Inpex belum pernah menjadi operator blok migas manapun sebelumnya. Selain itu, ia juga tidak setuju jika Pre-FEED empat skenario itu butuh waktu yang sangat lama.
"Cukup 6 bulan kok. Kalau pipa, tinggal dilihat apakah bisa jalan atau gimana, pulaunya luas berapa, ada fasilitas penunjang atau tidak. Ingat, Inpex belum pernah menjadi operator di dunia ini," pungkasnya.
Mantan peneliti di Technip Offshore Prancis itu menekankan, saat ini bola ada di tangan Inpex, bukan di pemerintah. "Iklim (investasi) sudah dibuka selebar-lebarnya," kata Arcandra.
Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengancam akan memutuskan kontrak dengan Inpex jika tidak segera memulai proses kajian Pre-FEED di Masela. Mangkraknya proses Pre-FEED Masela ini setelah pada 2016 Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan lokasi eksplorasi Blok Masela akan dilakukan di darat (onshore), bukan di laut (offshore) sesuai persetujuan yang pernah didapatkan sebelumnya.
ADVERTISEMENT