Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Setelah pertempuran antara kedua negara berkecamuk selama dua hari berturut-turut, Armenia mengumumkan gencatan senjata dengan Azerbaijan melalui mediasi Rusia pada Rabu (14/9).
ADVERTISEMENT
Sejak awal pekan ini, krisis perbatasan kembali meletus di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh. Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, mengatakan 105 tentaranya telah tewas.
Sementara itu, Azerbaijan mencatat 50 tentaranya telah tewas selama hari pertama pertempuran. Kedua belah pihak saling menyalahkan satu sama lain atas bentrokan terbaru tersebut.
Armenia kemudian mengumumkan gencatan senjata. Pihaknya menerangkan, penembakan yang melanda wilayah perbatasan pun telah berhenti. Kendati demikian, Azerbaijan belum mengonfirmasikan keputusan itu.
Rusia merupakan pengaruh diplomatik terkemuka di kawasan tersebut. Moskow menengahi kesepakatan yang mengakhiri pertempuran mematikan pada 2020.
Sebagaimana sebelumnya, Rusia terlibat dalam gencatan senjata teranyar. Anggota Parlemen Rusia, Grigory Karasin, mengatakan, gencatan senjata tercapai melalui upaya diplomatik negaranya.
Karasin menerangkan, Presiden Rusia, Vladimir Putin, telah berbicara dengan Pashinyan. Dia meminta Armenia untuk tenang.
ADVERTISEMENT
"Berkat keterlibatan masyarakat internasional, kesepakatan telah dicapai seputar gencatan senjata," ujar Sekretaris Dewan Keamanan Armenia, Armen Grigoryan, dikutip dari Reuters, Kamis (15/9).
Pashinyan juga memberikan pidato terkait di hadapan Parlemen Armenia. Dia menjelaskan, negaranya telah meminta bantuan untuk memulihkan integritas teritorial kepada Organisasi Traktat Keamanan Kolektif (CSTO) yang dipimpin oleh Rusia.
"Jika kami mengatakan bahwa Azerbaijan telah melakukan agresi terhadap Armenia, maka mereka telah berhasil menguasai beberapa wilayah," ujar Pashinyan.
Negara-negara bekas Uni Soviet itu telah terlibat dalam bentrokan selama puluhan tahun di Nagorno-Karabakh. Daerah pegunungan tersebut diakui sebagai bagian dari Azerbaijan.
Namun, kawasan tersebut menaungi populasi etnis Armenia. Pasukan Armenia pun telah menguasai mayoritas wilayah di dalam dan sekitarnya pada awal 1990-an.
ADVERTISEMENT
Menggunakan dukungan Turki, Azerbaijan merebut kembali wilayah-wilayah itu pada 2020. Pertempuran kemudian kerap meletus secara berkala meskipun ada gencatan senjata. Rusia telah mengerahkan sekitar 2.000 prajurit penjaga perdamaian ke Nagorno-Karabakh.
Konflik terbuka di masa mendatang tidak hanya merugikan Armenia dan Azerbaijan. Potensi konflik semacam itu juga dapat menyeret Rusia dan Turki. Wakil Menteri Luar Negeri Armenia, Paruyr Hovhannisyan, mengakui risiko eskalasi menuju perang tersebut.