Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat berencana mengirimkan pasukannya ke Timur Tengah. Rencana tersebut menyusul insiden serangan kilang minyak Aramco milik BUMN Kerajaan Arab Saudi di Yaman.
ADVERTISEMENT
Serangan di kilang minyak di Abqaiq tersebut awalnya diklaim oleh pemberontak Yaman, Houthi. Namun, AS yang merupakan sekutu dekat Arab Saudi menuduh serangan dilakukan oleh Iran.
Pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia Shofwan Al Banna menyebut, ada kekhawatiran insiden tersebut akan berujung kepada konflik terbuka yang lebih besar. Namun menurutnya sampai saat ini baik Arab Saudi, Iran maupun sekutunya memilih untuk menghindari konflik.
"Peningkatan ketegangan di Timur Tengah. Perang proxy Saudi vs Iran di Yaman dapat meluas menjadi konflik yang lebih terbuka dan melibatkan banyak kekuatan besar di kawasan maupun kekuatan global. Rusia saja juga sudah mengirim sinyal, namun masing-masing pihak saya kira masih sama-sama menghindari konflik terbuka," kata Shofwan kepada kumparan, Sabtu (21/9).
ADVERTISEMENT
AS dan Saudi dikenal sebagai sekutu dekat. Kedua negara setelah serangan di Aramco telah menjalin komunikasi satu sama lain. Di sisi lain, pemberontak Houthi telah lama diduga mendapat dukungan penuh dari pemerintah Iran.
Rencana AS mengirim pasukan itu juga dinilai sebagai salah satu isyarat untuk Iran, agar negara tersebut jangan memicu konflik lebih besar pada Arab Saudi dan sekutunya.
"Dalam perspektif Saudi dan UEA (serta AS), Serangan terakhir ke Abqaiq dan Khurais kemarin mengindikasikan keterlibatan Iran yang lebih besar. Karena itu, mereka sekaligus ingin mengirimkan pesan kepada Iran: 'Jangan macam-macam, senjata kita makin lengkap dan kuat," katanya.
Shofwan mengatakan, rencana pengiriman pasukan tersebut juga untuk memperlihatkan bahwa AS ingin memastikan keamanan di Timur Tengah terjaga. Selain itu juga untuk mengantisipasi konflik terbuka yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
"Justru mereka menunjukkan, bahwa mereka siap berperang supaya tidak jadi berperang terbuka. Tapi kalau tidak terkendali dan sama-sama ngotot ya bisa jadi konflik terbuka," jelasnya.
Serangan drone pada Sabtu (14/9) lalu terjadi di kilang minyak terbesar Aramco di Abqaiq. Sesaat setelah serangan, pemberontak Yaman, Houthi, mengaku bertanggung jawab.
Namun, Menlu AS Mike Pompeo tidak percaya klaim Houthi. Eks Direktur CIA itu langsung menuduh Iran sebagai pelaku serangan. Namun, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif membantah pihaknya melakukan serangan.
Ia menegaskan bukan Iran yang menyerang kilang minyak di Arab Saudi. Meski tidak memiliki bukti langsung, Zarif mengklaim serangan itu dilakukan oleh pemberontak Houthi.
“Aku tahu kami (Iran) tidak melakukannya. Saya tahu bahwa Houthi membuat pernyataan bahwa mereka melakukannya,” kata Zarif.
ADVERTISEMENT