Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Asa Warga Tanah Rendah Jatinegara pada Tanggul Bantaran Sungai Ciliwung
16 April 2025 17:59 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Wahyu (50) menatap aliran air Sungai Ciliwung yang berada di depannya. Bibirnya menyesap rokok dalam-dalam.
ADVERTISEMENT
Kepulan asap rokok Wahyu menyatu dengan udara panas di bantaran sungai di Kampung Tanah Rendah, Kebon Pala, Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (16/4) siang itu.
Sebagai Ketua RT 10 di Kampung Tanah Rendah, Wahyu punya harapan agar warganya bisa lebih sejahtera. Dia berharap pemerintah bisa membangun tanggul di bantaran sungai yang huni warganya.
Harapan itu bukannya tanpa alasan, sebab memang tak ada tanggul yang menutup bantaran Kali Ciliwung di bagian Kampung Tanah Rendah, Kebon Pala, Jaktim.
Kondisi ini berbeda dengan Kampung Bukit Duri yang berada di kawasan seberang. Di sana, tanggul sudah dipasang di pinggir Kali Ciliwung.
"Saya berharap sih ditanggul, jadi kalau gitu kan kita bisa penghijauan gitu di pinggirnya," ujar Wahyu saat berbincang dengan kumparan di bantaran Sungai Ciliwung.
ADVERTISEMENT
Menurut ceritanya, pembangunan tanggul sebenarnya direncanakan hingga ke Tanah Rendah, saat itu program dilaksanakan di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Tapi setelah Ahok lengser, pembangunan tak pernah sampai ke tanah kelahirannya itu.
Ayah 2 anak itu juga mengatakan tak pernah ada pejabat pemerintah yang pernah melihat langsung kehidupan warga di sana.
Wahyu merinci, sebagai besar warga yang tinggal di bantaran merupakan pengontrak atau bukan rumah sendiri. Mereka, kata Wahyu, mau direlokasi asal diberi solusi.
"Nah, kalau yang di tengah minta ditanggul. Kalau yang di pinggir (sungai) ya kebetulan sebagain besar ngontrak, mereka ya mau direlokasi atau enggak terserah. Kalau yang punya sendiri agak berat. 50/50 [aspirasinya]," jelas dia.
Di Kampung Tanah Rendah ada 16 RT dan 2 RW. Area ini merupakan kawasan padat penduduk, lebar jalan di kampung ini hanya bisa dilalui 2 motor dari kedua arah.
ADVERTISEMENT
Rumah-rumah di sini kebanyakan terdiri dari 2 lantai. Lantai atas itu fungsinya sebagai tempat mengungsi dari banjir yang sering terjadi di sana.
Kampung itu sudah langganan banjir bila hujan lebat melanda Bogor atau Depok. Terakhir Kampung Tanah Rendah terendam sampai 2 meter saat banjir di awal bulan Februari lalu.
Salah satu warga yang persis tinggal di pinggiran kali adalah Lidia (43). Dia mengaku tidak menolak relokasi, asal ada kompensasi untuk melanjutkan kembali usahanya.
Relokasi itu diharapkan Lidia bisa membawa harapan baru bagi dia dan keluarganya sehingga meraka tak perlu lagi khawatir banjir setiap musim hujan datang.
"Mungkin bersedia walaupun berat, kan. Tapi, kan, ada penggantian," tutur perempuan yang sehari-hari berdagang makanan di rumahnya.
ADVERTISEMENT
Lidia menceritakan pengalaman bibinya yang tinggal di Kampung Pulo ketika direlokasi saat zaman Gubernur Ahok. Dia mengatakan, karena hal itu bibinya jadi tidak bisa melanjutkan usaha dagangannya dan dibebani biaya sewa untuk tinggal di rusun.
"Enggak ada penggantian...cuma direlokasi doang ke rusun. Rusun bayar. Rusun situ, Kampung Melayu," katanya.