SQR - Cover Story - Ilustrasi Corona

Asosiasi Perawat: Beri Kami Perlindungan Melawan COVID-19

20 Maret 2020 6:37 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Personel Satgas Mobile COVID-19 membawa pasien diduga terjangkit corona di Tegal. Foto: ANTARA/Oky Lukmansyah
zoom-in-whitePerbesar
Personel Satgas Mobile COVID-19 membawa pasien diduga terjangkit corona di Tegal. Foto: ANTARA/Oky Lukmansyah
Bekerja di garis terdepan perang melawan COVID-19 menempatkan tenaga medis di posisi rentan. Seorang perawat sudah menjadi korban setelah tertular virus corona dari pasien yang ia tangani.
“Sempat dirawat di RSCM, kemudian dikirim ke Rumah Sakit Sulianti Saroso, lalu meninggal,” kata Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah, kepada kumparan, Kamis (19/3).
Menurutnya, perawat lebih sering berinteraksi langsung dengan pasien ketimbang dokter. Risiko mereka terpapar virus Sars-CoV-2—penyebab penyakit COVID-19—pun semakin besar.
Di sisi lain, eskalasi kasus suspect dan positif COVID-19 di Indonesia semakin meningkat. Sementara di lapangan, tak semua hal berjalan ideal.
Adakalanya perawat-perawat harus tetap profesional di tengah minimnya fasilitas pelindung yang memadai. Harif bercerita tentang kondisi yang sehari-hari dihadapi para perawat dalam perang melawan COVID-19. Berikut petikan perbincangannya dengan kumparan.
Coronavirus COVID-19. Ilustrator: Maulana Saputra/kumparan
Di tengah ancaman COVID-19, apa tantangan bagi paramedis di lapangan?
Ada dua (kelompok): yang di rumah sakit rujukan dan di rumah sakit prarujukan.
Di rumah sakit rujukan, terutama di UGD-UGD, mereka menerima pasien yang tidak diketahui mengidap COVID-19 atau tidak. Akibatnya, perlakuan terhadap semuanya itu dianggap COVID-19, sehingga mereka harus melayani sesuai prinsip-prinsip pencegahan transmisi dengan menggunakan alat pelindung pribadi, menjaga jarak, dan meminimalkan jarak.
Kalau di rumah sakit rujukan, sudah mulai banyak yang kelelahan. Di rumah sakit rujukan itu ada perawat yang memang sudah terlatih di ruang isolasi, ICU. Mereka tidak bisa begitu saja digantikan dengan perawat yang belum terlatih. Otomatis intensitas kerja mereka (yang berpengalaman) jadi lebih tinggi.
Bagaimana dengan ketersediaan alat pelindung diri?
Nah, keluhan paling banyak itu keterbatasan APD, terutama masker. Itu keluhan utama di rumah sakit prarujukan.
Kebutuhan APD sangat bergantung jumlah pasien. Sementara itu wabah terjadi, dan produksi APD-nya mungkin berkurang. Masalahnya di situ.
Standarnya kan di rumah sakit itu ada cadangan. Setiap peralatan itu selalu disiapkan back up. Karena di sejumlah tempat, setiap empat jam itu masker harus diganti—ini sudah satu sif (shift).
Di kamar khusus itu kan setiap perawat yang menangani pasien harus ganti (APD-nya). Tapi ada juga yang masih harus satu sif lagi dan menggunakan APD itu-itu saja.
Petugas ambulans berpakaian hazmat di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Ada pemeriksaan khusus bagi perawat yang kontak langsung dengan pasien suspect atau positif COVID-19?
Mereka yang kontak langsung itu harusnya diperiksa juga. Masalahnya, untuk kita yang perawat, (prosesnya) ini lama.
Makin lama keluar hasil tes pasiennya, makin “Gimana ini nasib kita?” Kan begitu.
Kalau pasien sudah dinyatakan negatif corona kan enak. Tapi kalau ternyata positif, jadi perawatnya bagaimana?
Petugas berjaga di tenda isolasi sementara di RS Siloam, Jakarta Barat. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Apa harapan PPNI kepada pemerintah?
Yang pertama tentu perlindungan keamanan (safety). Aman dalam melaksanakan pelayanan itu kan utama, karena kami itu sebenarnya ingin melayani, tapi jangan juga jadi tempat penularan. Itu yang penting.
Kalau kami sendiri enggak safe, makin enggak percaya diri untuk melaksanakan pelayanan.
Yang kedua—ini mesti dipikirkan manajemen ketenagaan: bagaimana penggantian perawat-perawat? Apakah ada relawan? Nah, relawan ini bagaimana? Dalam setiap bencana selalu ada relawan loh, karena tidak mungkin mengandalkan yang sudah ada.
Kalau sudah dalam kondisi outbreak kan enggak mungkin (mengandalkan yang ada saja). Nah, ini bagaimana kebijakannya? Siapa menanggung pembiayaan? Siapa support jadi pelindungnya? Siap apa enggak?
Dengan kondisi begini saja masih kurang, (apalagi ke relawan). Ini yang menjadi kekhawatiran.
Soal kondisi lelah, bagaimana?
Sebenarnya banyak yang sudah double shift, karena kan belum tentu semua terlatih menangani. Berarti perawat terbatas. Ini harus juga ada jalan keluarnya.
Berikutnya, perlu juga dipikirkan tambahan zat gizi dan suplemen vitamin kepada mereka yang bertugas. Bukan hanya perawat. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Screening kesehatan sebelum masuk ke RS Siloam, Jakarta Barat. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Apa yang dibutuhkan perawat dalam menghadapi gelombang pasien COVID-19?
Apresiasi, bukan materi. Support, dukungan, motivasi. Jangan justru membuat pernyataan yang menurunkan motivasi mereka.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk membantu pencegahan penyebaran coronavirus COVID-19. Yuk, bantu donasi sekarang!
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten