Aturan Baru Perjalanan Dinas, Pegawai KPK Dinilai Akan Sulit Jaga Independensi

10 Agustus 2021 13:17 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi solidaritas wadah pegawai KPK dengan membentuk rantai manusia, di Gedung KPK, Jakarta. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aksi solidaritas wadah pegawai KPK dengan membentuk rantai manusia, di Gedung KPK, Jakarta. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aturan baru mengenai pembiayaan perjalanan dinas pegawai KPK dinilai akan berimplikasi panjang. Termasuk pada kredibilitas dan independensi pegawai KPK.
ADVERTISEMENT
Mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko, menyinggung bahwa KPK selalu menjaga marwah mengenai pembiayaan dengan penerapan batas yang jelas. Akomodasi pembiayaan dari lembaga lain diatur dengan sangat terbatas.
"Perlu diketahui publik bahkan klausul ini jarang dipakai KPK kecuali penyelenggaraan projek donor (sangat jarang dibiayai donor). Tidak sekalipun KPK dibiayai oleh APBN lembaga lain, ini semata-mata untuk menjaga independensi KPK dan menghindari COI (conflict of interest)," kata Sujanarko kepada wartawan, Selasa (10/8).
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi di KPK, Sujanarko. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Hal ini pula yang menjadi jawaban Sujanarko atas pernyataan KPK bahwa pembiayaan perjalanan dinas pegawai dibiayai pihak lain sudah diatur sejak 2012. Yakni berdasarkan Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2012.
Pada Pasal 3 huruf g disebutkan bahwa "Dalam hal komponen biaya perjalanan dinas dibayarkan oleh pihak/instansi lain maka terhadap komponen biaya yang telah ditanggung tersebut tidak dibebankan lagi pada anggaran Komisi”.
ADVERTISEMENT
Namun, Sujanarko menyatakan ada perbedaan maksud pasal itu dengan Peraturan Pimpinan KPK Nomor 6 Tahun 2021 yang baru diterbitkan Firli Bahuri,
"Perkom yang baru justru mengharapkan dibiayai oleh panitia pengundang," ujar Sujanarko yang termasuk daftar 75 pegawai KPK tak lulus TWK ini.
Ia meyakini aturan baru tersebut akan menimbulkan ketidakjelasan terutama bila dikaitkan dengan kode etik KPK.
"Misalnya jamuan makan panitia di restoran, luxurious hostapility atau penyambutan berlebihan akan sulit dihindari. Padahal di korporasi bahkan BUMN, luxurious hostapility sudah dilarang, akan tetapi di Perkom Perjadin baru KPK sama sekali tidak diatur," kata Sujanarko.
Ia memprediksi nantinya akan banyak instansi yang kemudian menganggarkan uang guna mengundang KPK sebagai narasumber. Sementara di sisi lain, KPK dinilai tidak mempunyai alat untuk memverifikasi anggaran daerah terkait kepentingan pemberantasan korupsi daerah.
ADVERTISEMENT
"Akan sulit pegawai KPK menjaga kredibilitas, kewibawaan, independensi, kalau KPK datang ke daerah dijemput, dikasih uang harian, dibiayai hotel, dikasih makan, dll," ungkap Sujanarko.
"Perjadin ini secara nyata akan menghancurkan branding pegawai KPK yang 'unik' terkait independensi pegawai. Sebelum Perjadin ini merusak lebih dalam ke pegawai KPK. Saran saya untuk dicabut saja," pungkasnya.