Australia Rencanakan Referendum Cabut Raja Inggris dari Jabatan Kepala Negara
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Australia tengah memprioritaskan referendum 'Indigenous Voice to Parliament' atau 'Suara Penduduk Asli untuk Parlemen'. Bila berhasil, maka referendum untuk menakar pandangan warga akan sebuah republik tinggal menunggu waktu tepat.
"Warga Australia selalu bersedia mencari cara untuk memperbaiki sistem pemerintahan kami dan memperbaiki negara dan bangsa kami," ujar Asisten Menteri Republik Australia, Matt Thistlethwaite, dikutip dari Al Jazeera, Kamis (10/11).
"Ini adalah kesempatan bagi kami untuk membangun sistem baru untuk memilih kepala negara kami dan pada saat yang sama meningkatkan hak-hak warga negara dalam pilihan yang kami miliki tetapi juga memperkuat demokrasi yang kami miliki," lanjut dia.
Benua yang saat ini dikenal sebagai Australia dijajah Inggris pada 1788. Walau independen secara politik, Australia tetap menjadi bagian dari monarki Inggris. Australia merupakan salah satu dari 14 negara Alam Persemakmuran atau Commonwealth Realm.
ADVERTISEMENT
Artinya, mereka mengakui Raja Charles III sebagai kepala negara. Dalam sistem yang berlaku, raja diwakili seorang gubernur jenderal.
Posisi tersebut memiliki peran seremonial. Tetapi, seorang gubernur jenderal tetap mempertahankan kekuasaan konstitusional dan undang-undang, menerima sumpah menteri, serta bertindak sebagai panglima Angkatan Pertahanan Australia (ADF).
Gubernur jenderal juga dapat membubarkan parlemen dan memecat perdana menteri. Keputusan kontroversial ini pernah dibuat ketika mantan PM Australia, Gough Whitlam, dilengserkan pada 1975.
Kini, sejumlah besar kelompok warga Australia tidak lagi menginginkan pemimpin asing.
Mereka berharap dapat menemukan sosok pemimpin dari sesama orang Australia. Kemangkatan Ratu Elizabeth II pun terjadi empat bulan setelah Partai Buruh terpilih berkuasa di Australia. Partai tersebut merupakan pendukung lama gerakan republik.
Warga setempat—yang mayoritasnya lahir saat dia menduduki takhta—mulai mempertanyakan masa depan monarki dalam kehidupan publik dan politik Australia. Bahkan ketika anaknya mewarisi kekuasaan itu, terjadi perdebatan sengit di negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Raja Charles III secara otomatis menggantikan ratu pada uang kertas lima dolar Australia. Warga Australia menyerukan agar potretnya digantikan dengan berbagai tokoh dan hewan asal Australia.
"Kepergian Ratu memberi kami kesempatan sekarang untuk mendiskusikan apa yang akan terjadi selanjutnya untuk Australia," ungkap Thistlethwaite.
"Australia sekarang adalah negara yang matang dan mandiri. Kami membuat keputusan kami sendiri tentang bagaimana kami mengatur diri kami sendiri, hubungan ekonomi kami sebagian besar terkait dengan kawasan Asia-Pasifik, hubungan keamanan kami didasarkan pada aliansi ANZUS. Kami bukan orang Inggris lagi," tegas dia.
Terlepas dari pemantik perdebatan, jajak pendapat tidak mengindikasikan kesuksesan pasti referendum republik.
Jajak pendapat dari The Guardian menunjukkan, hanya kurang dari setengah responden yang mendukung perubahan menjadi republik.
ADVERTISEMENT
Referendum yang meminta warga untuk memilih antara dua model republik yang berbeda pun pernah berlangsung di Australia. Namun, hasilnya 55 persen masih menginginkan bergabung bersama Monarki Inggris.
Direktur Gerakan Republik Australia, Sandy Biar, meyakini kegagalan itu diakibatkan proposal yang diajukan dikembangkan kelompok kecil tanpa mengulas apa yang diinginkan warga Australia. Menurutnya, kampanye dan konsultasi akan memberikan hasil berbeda.
"Begitu orang memiliki tingkat pemahaman yang lebih besar tentang bagaimana aspek-aspek pemerintahan kami bekerja, maka mereka jauh lebih mampu untuk terlibat dalam percakapan tentang potensi perubahan daripada sekarang," papar dia.