Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Baghdadi dan Quraishi: Dua Pentolan ISIS yang Tewas dengan Bom Bunuh Diri
4 Februari 2022 14:28 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Kisah dua pimpinan ISIS berakhir dengan cara yang tak hanya tragis, tetapi juga serupa. Keduanya meledakkan bom bunuh diri di tengah operasi kontra-terorisme Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah Abu Bakr al-Baghdadi dan Abu Ibrahim al-Hashemi al-Quraishi. Waktu kematian keduanya berjarak tiga tahun—Baghdadi pada 2019 dan Quraishi pada 2022.
Presiden AS Joe Biden dan Wapres Kamala Harris memantau operasi militer terhadap Quraishi itu lewat Ruang Situasi Gedung Putih pada Rabu (2/2/2022) sore Waktu Timur (ET) Amerika Serikat.
Quraishi meledakkan bom bunuh diri di kediamannya yang berlokasi di Atmeh, Suriah, pada Kamis (3/2) waktu setempat. Ledakan besar itu turut menewaskan seluruh penghuni lantai tiga bangunan.
Aksi bunuh diri Quraishi ditanggapi oleh Biden dengan sebutan “aksi final pengecut yang putus asa.”
Quraishi menjadi pemimpin kelompok radikal ISIS sejak 2019, setelah kematian Baghdadi si pendiri ISIS—ironisnya, dengan cara yang sama.
ADVERTISEMENT
Kematian Baghdadi di 2019
Pada 26–27 Oktober 2019, tentara Amerika Serikat melancarkan operasi militer dengan nama kode Operasi Kayla Mueller. Nama ini diambil dari nama korban penculikan dan pembunuhan oleh ISIS pada 2013 lalu, Kayla Mueller.
Dikutip dari Reuters, badan intelijen Irak berhasil menemukan lokasi persembunyian Baghdadi dan keluarganya di Idlib, barat laut Suriah, pada pertengahan 2019. Mereka langsung berkoordinasi dengan pihak intelijen Amerika Serikat.
Setelah melalui rangkaian penyusunan rencana, Presiden AS saat itu, Donald Trump, memberikan izin untuk melancarkan operasi pada 25 Oktober.
Pasukan AS pun berangkat ke medan tempur, dengan bantuan dari Turki, Rusia, Irak, dan masyarakat Kurdi. Operasi militer dipantau oleh Trump dan pejabat Gedung Putih dari Ruang Situasi pada 26 Oktober 2019, pukul 5 sore ET (00.00 waktu Suriah).
ADVERTISEMENT
Armada helikopter bersenjata, drone, hingga jet tempur mengepung sebuah kompleks bangunan yang diduga menjadi tempat tinggal Baghdadi, keluarganya, serta kaki tangannya.
Mengutip media AS Stripes, anak-anak yang berada di lokasi diamankan untuk menurunkan potensi tingginya jumlah korban jiwa.
Sedangkan sejumlah militan ISIS—terdiri dari empat wanita dan satu pria—dibunuh setelah menolak perintah menyerah dari pasukan AS.
Di tengah situasi mencekam penuh baku tembak, pasukan AS berhasil memasuki kompleks itu. Saat itulah mereka menyadari Baghdadi tidak berada di dalam bangunan, melainkan bersembunyi di sebuah lubang terowongan kecil.
Baghdadi membawa dua anaknya yang masih berusia di bawah 12 tahun bersembunyi. Berhadapan jalan buntu, Baghdadi akhirnya meledakkan diri dengan menggunakan rompi bunuh diri, turut menewaskan dua anaknya.
ADVERTISEMENT
“Ia [Baghdadi] merangkak ke dalam sebuah lubang bersama dua anak kecil dan meledakkan dirinya sendiri ketika anak buahnya bertempur di atas tanah. Anda bisa mengambil kesimpulan, orang macam apa dia itu, berdasarkan aksi yang dilakukannya,” ungkap Jenderal Marinir Frank McKenzie, yang memantau langsung pasukan AS di kawasan.
Stripes melaporkan, tentara AS menggali puing-puing di dalam lubang itu untuk mengambil potongan tubuh Baghdadi demi keperluan tes DNA. Setelahnya, yang tersisa dari jasad Baghdadi dimakamkan di laut dalam waktu 24 jam usai kematian.
Trump pun merayakan kematian si pendiri ISIS.
“Dia adalah pria sakit nan bejat, dan kini dia sudah tiada,” tegas Trump pada 27 Oktober 2019.
Kematian Quraishi di 2022
Pasukan AS berangkat ke Atmeh, kota kecil di timur laut Suriah yang berbatasan dengan Turki, pada Rabu (3/2) waktu setempat. Operasi berlangsung setelah memperoleh lampu hijau dari Biden.
ADVERTISEMENT
Tempat tinggal Quraishi merupakan sebuah bangunan perumahan tiga lantai yang dihuni sejumlah keluarga. Keluarga yang tinggal di lantai satu merupakan warga sipil yang tak tahu apa-apa.
“Quraishi menggunakan rumah tersebut serta satu keluarga—yang tak tahu menahu—yang tinggal di lantai satu sebagai tameng pelindung. Ini menjadi faktor yang mempersulit perencanaan operasi militer,” kata seorang pejabat senior Gedung Putih, dikutip dari Reuters.
Para penduduk Atmeh memutuskan untuk menyelamatkan diri setelah menyaksikan pesawat dan helikopter AS terbang melintasi rumah mereka.
Setibanya di lokasi, tentara AS langsung meneriakkan peringatan dan meminta warga sipil untuk menyelamatkan diri.
"10 menit kemudian, kami mendengar suara teriakan. 'Menyerahlah, bangunan ini sudah dikepung.' Terdengar suara tembakan dari pesawat dan senjata api," kata seorang pria Suriah.
ADVERTISEMENT
Pasukan AS berhasil mengevakuasi enam warga dari lantai satu termasuk empat anak kecil.
Namun, belum sempat pasukan AS mencapai lokasi Quraishi, bom bunuh diri meledak dengan kekuatan dahsyat di lantai tiga gedung.
ADVERTISEMENT
Menurut Jenderal Marinir Frank McKenzie, kekuatan ledakan sangat hebat hingga sejumlah tubuh korban terlontar keluar dari gedung.
Ledakan bom bunuh diri itu tidak hanya menewaskan Quraishi, tetapi juga anak, istri, dan seluruh penghuni lantai tiga.
Tim evakuasi Suriah mengatakan, setidaknya ada 13 korban jiwa dalam operasi ini. Militer AS mengonfirmasi sebagian besar korban jiwa tewas akibat ledakan bom bunuh diri Quraishi.
Saksi mata mengaku dirinya melihat sejumlah jenazah tergeletak di lokasi kejadian.
"Darah di mana-mana," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Identitas jenazah Quraishi berhasil dikonfirmasi oleh tentara AS lewat data biometrik dari sidik jari jenazah. Seluruh prajurit pasukan khusus AS pulang dengan selamat, membawa kabar baik bagi Washington.
“Berkat keberanian pasukan kita, pimpinan teroris yang mengerikan ini sudah tiada,” ungkap Biden dalam pidatonya di Gedung Putih, merayakan kemenangan AS dalam operasi ini.