Bali Memerangi Tari Erotis Joged Jaruh

8 Februari 2018 17:55 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baliho kampanye hentikan joged porno (Foto: Cisilia Agustina Siahaan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Baliho kampanye hentikan joged porno (Foto: Cisilia Agustina Siahaan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sebanyak 4.000 akun di YouTube yang menayangkan adegan joged bumbung yang mengandung unsur pornografi atau jaruh, telah ditandai dan dilaporkan ke YouTube. Angka tersebut merupakan data per 7 Desember 2017.
ADVERTISEMENT
Made Bandem, budayawan Bali, menyampaikan bahwa kasus joged bumbung jaruh tersebut memang masih terjadi. Upaya yang dilakukan, satu di antaranya adalah gerakan untuk menandai dan melaporkan akun-akun tersebut di media sosial.
Ia mengakui walaupun gerakan sudah dilakukan secara massif, namun memang masih ada “tangan-tangan usil” yang mengunggah video sejenis ke media sosial. Namun tentu ini tidak bisa menyelesaikan masalah sepenuhnya.
Jika konten sudah dihapus, namun pada praktiknya pementasan joged bumbung jaruh masih terjadi di lapangan, dan itu masih menjadi permasalahan.
“Untuk kasus joged jaruh ini sudah bekerja sama dengan STIKOM Bali terkait video-video yang diunggah di media sosial. Per Desember lalu sudah ada 4.000 yang ditandai dan dilaporkan ke YouTube dan masih akan terus dilakukan gerakan tagging dan reporting ini,” ujar Bandem.
ADVERTISEMENT
Dinas Kebudayaan Provinsi Bali juga kembali turun untuk mengatasi hal tersebut. Dewa Putu Beratha, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menyampaikan untuk kali ini pembinaan yang dilakukan berupa sosialisasi tindak nyata yang akan dilakukan jika masih ditemukan adanya pementasan joged jaruh di desa-desa pakraman yang ada di masing-masing kabupaten dan kota.
Ia menyampaikan pembinaan berdasarkan pakem-pakem joged yang sesungguhnya sudah dilakukan beberapa tahun terakhir, dan ternyata hal tersebut tidak mempan untuk mengurangi pementasan joged jaruh.
Baliho kampanye hentikan joged porno (Foto: Cisilia Agustina Siahaan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Baliho kampanye hentikan joged porno (Foto: Cisilia Agustina Siahaan/kumparan)
Antara lain dengan akan diberikannya sanksi hukum, baik kepada penari, pengibing, penabuh, termasuk sekaa-sekaa selaku penyelenggara yang masih mementaskan joged jaruh ini. Tak hanya pada sekaa teruna yang mengupah, termasuk desa adat yang membiarkan terjadinya pementasan joged jaruh ini.
ADVERTISEMENT
“Kalau pembinaan sebelumnya berdasarkan pakem, dan ternyata tidak mempan. Kali ini kami sosialisasikan terkait tindakan hukum yang akan diambil jika joged jaruh ini masih bandel, tetap dipentaskan, termasuk kepada pihak desa yang mengetahui dan membiarkan,” kata Beratha.
Untuk desa yang membiarkan akan dikenakan sanksi berupa rekomendasi penahanan dana bantuan dari Pemerintah Provinsi Bali dan kabupaten/kota ke desa tersebut.
Pengarahan ini dilakukan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali berkoordinasi dengan Polda Bali, Majelis Umum Desa Pakraman, hingga Parisadha agar ada persamaan persepsi terkait kasus joged jaruh tersebut. Diharapkan jika ada masyarakat yang mengetahui masih adanya pementasan joged jaruh untuk melaporkan ke penegak hukum terdekat.
Bandem menambahkan, saat ini di Bali sendiri ada 195 sekaa Joged Bumbung dari 9 kabupaten kota yang ada. Sebelumnya, ketika dicari di media sosial (YouTube) dengan kata kunci joged porno ada 4290 unggahan, dengan joget porno sebanyak 8.080 sementara dengan kata joged saja sebanyak 151.000 unggahan.
ADVERTISEMENT
Joged bumbung merupakan satu di antara 9 tarian Bali yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia tak benda pada tahun 2015 yang lalu.
Bisa Melanggar 3 Undang-Undang
Terkait sanksi hukum yang akan ditetapkan, menurut Dewa Beratha, masih akan akan dipelajari apa saja yang dilanggar dalam pementasan tersebut.
“Kalau kasus sudah muncul baru pasal mana yang kena,” ujarnya.
Sementara itu menurut Made Bandem, jika pementasan joged jaruh dilakukan, maka bisa terkena UU Pornografi, UU Kebudayaan dan apabila secara sengaja diunggah ke media sosial bukan tidak mungkin akan tersandung UU ITE.
“Bisa kena 3 UU, terkait pornografi, lalu kebudayaan karena merusak aspek kebudayaan, dan jika ditemukan diunggah di media sosial bisa terkena UU ITE. Dan yang terdampak hukum adalah semua pihak yang terlibat, mulai dari penari, pengibing, penyelenggara, sekaa yang mengupah, yang mengunggah ke media sosial,” kata Bandem.
ADVERTISEMENT