Bamsoet: Amandemen UUD Tak Mungkin Dilakukan, Tensi Politik Tinggi

25 Juli 2022 15:49 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat menerima Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA), di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Senin (20/1/20). Foto: Dok. MPR RI
zoom-in-whitePerbesar
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat menerima Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA), di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Senin (20/1/20). Foto: Dok. MPR RI
ADVERTISEMENT
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) memastikan amandemen UUD 1945 untuk memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) tak mungkin.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, tensi politik saat ini terlalu tinggi untuk bisa mengambil langkah tersebut.
Hal ini ditegaskan Bamsoet seiring laporan Badan Pengkajian MPR yang telah sepakat PPHN perlu hadir melalui konvensi ketatanegaraan atau UU.
"Situasi politik hari ini tidak memungkinkan kita melakukan perubahan atau amendemen atas UUD karena dinamika politik yang cukup tinggi," kata Bamsoet usai rapat gabungan Pimpinan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (25/7).
"Maka terobosan itu adalah dengan berpijak pada argumentasi atau dasar hukum Pasal 100 di tatib Ayat 2, khususnya bahwa ketetapan MPR dapat dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan yang bisa mengikat ke dalam maupun ke luar," imbuh dia.
Sementara itu, hari ini MPR telah menggelar rapat gabungan fraksi MPR dan DPD untuk menyepakati pembentukan panitia ad hoc untuk mengkaji pengadaan PPHN melalui konvensi ketatanegaraan. Panitia ad hoc terdiri dari 10 pimpinan MPR dan 45 anggota fraksi dan kelompok DPD.
ADVERTISEMENT
Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat menerangkan, ad hoc akan mengkaji apakah pengadaan PPHN dapat dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan.
"PPHN, kan, filosofis, beri arah kebijakan, directive, blueprint ke depan. Bahasanya garis besar mau ke mana negara ini dibawa. Dasarnya visi misi negara di UUD. Itu arah bangsa kita. Dari situ kita terjemahkan ke tiga ranah. Pertama kita harus bentuk mental, karakter, SDM, tata kelola ekonomi politik. Kalau seperti ini apa dasar hukumnya?" kata Djarot secara terpisah.
"Pilihannya, apa PPHN masuk langsung UUD? Ini susah, amandemen terus menerus. Kita tolak. Kedua, apa dimungkinkan TAP MPR. Mungkin, melalui amandemen terbatas UUD 1945. Kedua, konvensi tata negara. Badan Pengkajian sepakat tidak amandemen terbatas. Berarti bagaimana konvensi? Maka ini nanti dikaji," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Djarot menerangkan panitia ad hoc juga akan mengkaji apakah PPHN dapat dihadirkan melalui UU. Ia menekankan ke depannya keputusan mengadakan PPHN melalui konvensi ketatanegaraan akan sepenuhnya wewenang panitia ad hoc.
"Ketiga [mengkaji pengadaan PPHN] lewat UU. Apa cocok? Karena bentuk dan isinya bukan teknokratis, lebih filosofis, garis besar. Maka ini bakal dikaji. Nah, ini tugas ad hoc. Badan Pengkajian tidak punya kewenangan untuk A, B, C. Cuma beri bahan. Lihat situasi politik sekarang makanya tidak amandemen terbatas," tandas dia.