Bantuan Dihambat Israel, Warga Gaza Kelaparan hingga Terpaksa Makan Rumput

11 Februari 2024 13:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak-anak Palestina mengantre untuk menerima makanan yang dimasak oleh dapur amal, di tengah kekurangan pasokan makanan, di Rafah, selatan Jalur Gaza, 16/1/2024). Foto: Ibraheem Abu Mustafa/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak Palestina mengantre untuk menerima makanan yang dimasak oleh dapur amal, di tengah kekurangan pasokan makanan, di Rafah, selatan Jalur Gaza, 16/1/2024). Foto: Ibraheem Abu Mustafa/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jutaan warga Palestina sampai saat ini masih terjebak di Jalur Gaza yang dikepung Israel dengan keterbatasan akses ke makanan, obat-obatan, air bersih, dan tempat aman untuk berlindung.
ADVERTISEMENT
Bombardir Israel telah menghambat pasokan bantuan kemanusiaan memasuki wilayah kantong tersebut — hingga memaksa warga sipil memakan rumput supaya tidak kelaparan.
Dikutip dari Middle East Monitor, laporan itu disampaikan lembaga kemanusiaan ActionAid di tengah ancaman bahwa Israel berencana meluncurkan invasi darat ke bagian selatan Gaza, Rafah.
Padahal, di kawasan ini lebih dari 1,4 juta warga Palestina — setengah dari total populasi di Gaza — mengandalkan tenda-tenda tidak layak untuk mengungsi, sejak tempat tinggal mereka dibombardir Israel.
"Orang-orang sekarang sangat putus asa sehingga mereka makan rumput sebagai upaya terakhir untuk mencegah kelaparan," kata Koordinator Advokasi dan Komunikasi ActionAid, Riham Jafari.
Anak-anak Palestina mengantre untuk menerima makanan yang dimasak oleh dapur amal, di tengah kekurangan pasokan makanan, di Rafah, selatan Jalur Gaza, 16/1/2024). Foto: Ibraheem Abu Mustafa/REUTERS
"Setiap orang di Gaza kini kelaparan, dan mereka hanya memiliki 1,5 hingga 2 liter air yang tidak aman per hari untuk memenuhi semua kebutuhan mereka," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Adapun Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, belakangan ini mengancam akan meluncurkan invasi darat ke Rafah setelah adanya klaim bahwa pejuang Hamas menempatkan markas mereka di bawah fasilitas sipil — termasuk markas UNRWA.
UNRWA adalah badan khusus PBB yang beroperasi di Jalur Gaza dan mengurusi pengungsi Palestina.
Menanggapi ancaman Netanyahu, ActionAid memperingatkan bahwa setiap peningkatan serangan terhadap wilayah itu dapat mendorong konsekuensi yang sangat buruk dan puluhan ribu nyawa terancam.
"Kami sangat prihatin dengan laporan-laporan mengenai potensi invasi darat di Rafah dan meningkatnya serangan udara di daerah tersebut. Mari kita perjelas: setiap peningkatan permusuhan di Rafah, tempat lebih dari 1,4 juta orang berlindung, akan menjadi bencana besar. Ke mana lagi penduduk Gaza yang kelelahan dan kelaparan harus pergi?" ujar Jafari.
Warga Palestina, yang meninggalkan rumah mereka akibat serangan Israel, berlindung di tenda pengungsian sementara di Rafah, Jalur Gaza selatan, Selasa (2/1/2024). Foto: Ibraheem Abu Mustafa/REUTERS
Di kamp pengungsian Rafah, kepadatan ekstrem terlihat di sana — beberapa tenda menampung hingga 12 orang dan ribuan lainnya tinggal berdesak-desakan. Bahkan, hanya ada satu toilet untuk digunakan ratusan orang.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada tempat yang tersisa bagi warga Gaza untuk mengungsi. Lebih dari 85 persen dari 2,3 juta penduduknya telah dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka selama empat bulan terakhir, dengan banyak yang mengungsi beberapa kali," kata ActionAid.
"Gelombang besar orang yang tiba di Rafah telah memberikan tekanan yang sangat besar pada infrastruktur dan sumber daya, namun orang-orang terus berdatangan dalam jumlah ribuan," imbuhnya.
Tanpa makanan yang cukup dan tanpa pakaian hangat yang memadai untuk menghadapi dingin dan hujan, kini jutaan warga Palestina lebih rentan terhadap penyakit hingga infeksi yang dapat menyebar dengan cepat ke seluruh populasi.
Sejak 7 Oktober 2023, agresi Israel di Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 27.947 orang — sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak. Menurut laporan PBB, serangan Israel membuat 60 persen infrastruktur di Jalur Gaza hancur dan sangat memerlukan rekonstruksi ulang.
ADVERTISEMENT