Diskusi  “Menyoal Proses Pemilihan Pimpinan KPK dan Menakar Masa Depan Pemberantasan Korupsi”

Baru Disahkan DPR, Revisi UU KPK Akan Digugat ICW ke MK

17 September 2019 17:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan saat menghadiri Diskusi  “Menyoal Proses Pemilihan Pimpinan KPK dan Menakar Masa Depan Pemberantasan Korupsi”, Selasa (30/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan saat menghadiri Diskusi “Menyoal Proses Pemilihan Pimpinan KPK dan Menakar Masa Depan Pemberantasan Korupsi”, Selasa (30/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
DPR dan pemerintah telah mengesahkan Revisi UU KPK yang menuai protes luas. Sebagai respons, ICW memastikan akan menggugat UU kontroversial itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
"Pasti pasti, berbagai elemen organisasi, memang belum diutarakan secara langsung, tapi pasti akan melakukan judicial review (JR) ke MK," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhan saat dikonfirmasi, Selasa (17/9).
Gugatan judicial review di MK, menurut Kurnia, sangat dimungkinkan untuk dilakukan menilik dari banyaknya cacat yang ditemukan dalam proses perancangan revisi tersebut.
"Ya sangat memungkinkan dan bisa dipastikan akan ramai JR, karena poin substansinya bermasalah dari sisi perancangannya bermasalah dan juga tidak membuka ruang untuk aspirasi masyarakat," ujarnya.
"Sehingga kita berkesimpulan bahwa ini akan banyak banjir JR yang mana ini akan menunjukkan buruknya pembuatan legislasi yang dilakukan DPR dan pemerintah," lanjut Kurnia.
Kurnia mengurai ada tiga poin formil yang menjadi kesalahan besar DPR dan pemerintah menyegerakan revisi KPK. Pertama, revisi UU KPK jelas tak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2019.
ADVERTISEMENT
"Ketika revisi UU KPK tak masuk dalam prolegnas prioritas 2019, kalau saya tak salah itu terakhir masuk 2017. Lantas apa dasar DPR membahas serta secara terburu-buru mengesahkan pembahasan revisi UU KPK di tahap badan legislasi," kritik Kurnia.
Poin kedua yakni terlihatnya ketidakseriusan DPR dari kuorum atau jumlah minimum anggota yang hadir dalam rapat yang tak mencapai 50 persen. Meski hal itu dibantah Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Kurnia menyebut kosongnya kursi-kursi parlemen saat RUU disahkan dipandang sebagai ketidakseriusan DPR dalam membahasnya..
Poin ketiga, tak adanya ketentuan yang disebut menguatkan kerja KPK. Menurutnya draft yang disetujui saat ini dengan draft yang diajukan sebelumnya, jelas memiliki kesamaan.
"Karena catatan ICW sejak tahun 2010 draf ini sudah beredar dan praktis tidak banyak berubah hampir sama semua dan memang seluruh poin dalam revisi UU KPK baik yang awal diajukan DPR ataupun yang disetujui oleh Jokowi atau yang hari ini disepakati bersama, itu semua poin melemahkan KPK," tutupnya.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten