Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Bawas MA Telaah Aduan KPK Terkait 3 Hakim PN Jakpus yang Bebaskan Gazalba Saleh
26 Juni 2024 12:48 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) telah menerima pengaduan KPK terkait putusan sela di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang membebaskan Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh . Selanjutnya Bawas akan melakukan telaah mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik.
ADVERTISEMENT
“Pengaduan sudah kita terima kemarin dan saat ini Badan Pengawasan Mahkamah Agung sedang melakukan penelaahan terhadap materi pengaduan dimaksud apakah memang benar-benar ada indikasi pelanggaran KEPPH [Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim] atau tidak,” kata Kepala Bawas MA Sugiyanto saat dikonfirmasi, Rabu (26/6).
“Apabila dari hasil telaah memang ada indikasi pelanggaran etik maka Bawas secepatnya akan membentuk tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan terhadap majelis hakim pemeriksa perkara tersebut,” pungkas dia.
KPK mengadukan Hakim Fahzal Hendri, Rianto Adam Pontoh, dan Sukartono, ke Komisi Yudisial dan Bawas MA. Pengaduan ini sebagai buntut putusan sela Gazalba Saleh yang diketok ketiga hakim tersebut.
Dalam putusan sela yang diketok Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri, PN Jakarta Pusat mengabulkan eksepsi Gazalba. Sekaligus membebaskan Hakim Agung tersebut dari tahanan.
ADVERTISEMENT
Fahzal dan hakim Rianto Adam Pontoh serta Sukartono menilai dakwaan yang diajukan KPK tidak sah karena Direktur Penuntutan KPK tak mendapat delegasi kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung.
Belakangan, putusan sela tersebut dibatalkan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Hakim Tinggi meminta agar proses persidangan Gazalba Saleh dilanjutkan.
Ketua KPK Nawawi Pomolango menilai putusan sela yang diambil Fahzal Hendri dkk janggal. Ketiganya juga dinilai terkesan mengarahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK untuk mengikuti isi putusan diputuskan.
“Itu dari aspek hakim kami pikir itu bisa ditelaah apakah itu melanggar satu kode etik atau tidak,” kata Nawawi dalam keterangan persnya, Selasa (25/6).
Nawawi yang juga pernah menjadi hakim melihat ada beberapa sikap hakim yang melenceng dari seharusnya. Terutama adanya penjelasan dari Fahzal usai mengetok palu.
ADVERTISEMENT
Fahzal saat itu menerangkan langkah yang bisa diambil KPK setelah putusan sela memenangkan Gazalba.
“Kami tahu dulu ketika majelis hakim seusai majelis hakim selesai membacakan putusan, hanya ada satu kewajiban majelis hakim yaitu kewajiban untuk menyampaikan kepada para pihak tentang upaya hukum yang bisa dilakukan: terima atau banding. Itu saja,” ungkap Nawawi.
“[hanya] mengingatkan tentang hak-hak para pihak, bukan menyampaikan hal-hal yang harus dilakukan tetapi oleh majelis hakim terkesan sudahlah penuhi saja syarat administrasi baru diajukan kembali. Itu bagi kami satu bentuk pelanggaran kode etik,” imbuh Nawawi.
Putusan sela yang diputuskan Fahzal Hendri dkk membebaskan Gazalba dari tahanan. Kendati kebebasan itu terhenti setelah perlawanan KPK di PT DKI Jakarta menang.
ADVERTISEMENT
PT DKI membatalkan putusan sela PN Jakarta Pusat dan meminta untuk melanjutkan pemenangan perkara.
KPK sendiri mengapresiasi putusan PT DKI. Mereka meminta PN Jakpus segera menyidangkan kembali perkara gratifikasi dan pencucian uang Gazalba sekaligus meminta majelis hakimnya diganti.