Bayang-bayang Hukuman Mati Juliari Batubara, Tersangka Korupsi Bansos Corona

7 Desember 2020 8:55 WIB
Menteri Sosial Juliari P Batubara mengenakan baju tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12).
 Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Sosial Juliari P Batubara mengenakan baju tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK menetapkan Mensos Juliari Batubara sebagai tersangka korupsi dana bansos pandemi COVID-19. Bendahara Umum PDIP itu diduga menerima suap hingga Rp 17 miliar. Jumlah itu didapat dengan memotong jatah bansos Rp 10 ribu per paket dari nilai Rp 300 ribu per paket bansos.
ADVERTISEMENT
Juliari sepertinya lupa dengan pesan Presiden Jokowi terkait bansos di tengah pandemi corona. Jokowi sudah mengingatkan akan bertindak tegas jika ada penyimpangan dalam pemberian bantuan bagi rakyat tersebut.
"Kalau sudah ada niat buruk untuk korupsi, ada mens rea-nya, ya harus ditindak. Silakan digigit saja, apalagi dalam situasi krisis seperti saat ini. Ini tidak boleh ada satu pun yang main-main," kata Jokowi saat jadi inspektur upacara pada Hari Bhayangkara ke-74 di Istana Negara, Rabu (1/7).
Rapat terbatas perdana Presiden Joko Widodo bersama menteri kabinet Indonesia Maju menggunakan pembatas dari kaca akrilik di Istana Negara, Jakarta, Senin (3/8). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Kris
Tidak hanya tergigit, Juliari kini dibayangi hukuman mati. Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar mengatakan KPK dapat menerapkan Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor pada kasus tersebut dengan maksimal hukuman mati.
“Jika Tipikor dilakukan dalam keadaan tertentu termasuk di dalamnya keadaan bencana alam nasional termasuk bencana pandemi COVID-19, oleh karena itu untuk penjeraan kiranya pantas hukuman maksimal diterapkan bagi korupsi yang dilakukan pada masa pandemi ini,” ujar dia.
Bantuan paket sembako (bansos) dari Presiden Joko Widodo. Foto: ANTARANEWS
Wasekjen MUI bidang hukum Ikhsan Abdullah juga mendukung penerapan pasal yang sama. Menurutnya presiden telah menetapkan situasi pandemi sebagai bencana nasional sehingga hal itu sudah masuk dalam "keadaan tertentu" yang jadi syarat penerapan Pasal 2 UU Tipikor.
ADVERTISEMENT
"Maka ke depan jika kejahatan korupsi yang dilakukan Juliari Batubara terbukti dan dilakukan pada saat pandemi COVID-19 dan yang dikorupsi adalah dana untuk bantuan penanggulangan COVID-19 untuk masyarakat. Maka perlu dilakukan penerapan hukuman mati, agar memberikan efek jera dan terapi kejut selain juga harus dimiskinkan," kata Ikhsan.
Adapun Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
ADVERTISEMENT
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Penjelasan Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Ketua KPK Firli Bahuri menggelar konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan COVID-19 di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12). Foto: Humas KPK
KPK dalam konferensi pers terakhir belum menerapkan pasal tersebut kepada Juliari. Saat ini ia baru dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Pasal itu mengatur tentang suap kepada penyelenggara negara.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Ketua KPK Firli Bahuri memberi isyarat untuk menjerat Juliari dengan hukuman mati seperti tercantum dalam Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor. Hanya saja penyidik akan mengkajinya lebih dulu sebelum menggunakan pasal tersebut.
"Tentu kita akan dalami, apakah Pasal 2 itu bisa kita buktikan terkait pengadaan, karena unsurnya setiap orang, pelaku, perbuatan sifat melawan hukum, sengaja untuk memperkaya sendiri, orang atau korporasi yang menyebabkan kerugian negara atau perekonomian negara," ujar Ketua KPK, Firli Bahuri, saat konferensi pers, Minggu (6/12).
Menteri Sosial Juliari P Batubara mengenakan baju tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Jika hukuman mati jadi diterapkan kepada Juliari maka ini akan jadi rekor untuk yang pertama kali koruptor di Indonesia dihukum mati. Apalagi Presiden Jokowi pernah mengatakan tidak menutup kemungkinan koruptor di Indonesia dihukum mati.
ADVERTISEMENT
Saat itu Jokowi menjawab pertanyaan dari siswa SMKN 57 Jakarta, Harli pada acara pementasan teater menteri Jokowi bertajuk 'Prestasi Tanpa Korupsi' di sekolahnya, Senin, 9 Desember 2019. Ia menanyakan kenapa di Indonesia koruptor tidak dihukum mati?
"Kalau korupsi bencana alam dimungkinkan, kalau enggak, tidak [bisa dihukum]. Misalnya ada gempa, tsunami di Aceh atau di NTB, kita ada anggaran untuk penanggulangan bencana, duit itu dikorupsi, bisa [dihukum mati]," tutur Jokowi, dibantu Menkumham Yasonna Laoly yang juga turut hadir, Senin, 9 Desember 2019.
Jokowi mengakui meski sudah ada di UU Tipikor, penerapan pasal hukuman mati bagi koruptor belum pernah diterapkan. Namun, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai hukuman mati untuk koruptor bisa saja direalisasikan jika rakyat merestui.
ADVERTISEMENT
"Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu, dalam rancangan UU pidana, tipikor, itu dimasukkan, tapi sekali lagi juga termasuk yang ada di legislatif," ujarnya.