Beda Gempa Banten Hari Ini dengan Tsunami 2018 Akibat Erupsi Anak Krakatau

14 Januari 2022 19:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat melakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta dan Jawa Tengah. Foto: BMKG
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat melakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta dan Jawa Tengah. Foto: BMKG
ADVERTISEMENT
Gempa berkekuatan 6,6 magnitudo mengguncang Sumur, Pandeglang, Banten. Kejadian tersebut terjadi pada Jumat (14/1) pukul 16.05 WIB. Gempa ini tidak berpotensi tsunami.
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita, mengatakan gempa ini berbeda dengan peristiwa alam di Banten pada 22 Desember 2018 dan 2 Agustus 2019.
Pada peristiwa 22 Desember 2018, terjadi tsunami yang melanda pesisir Banten atau di Selat Sunda. Saat itu sumber tsunami bersumber dari letusan gunung api, tidak didahului gempa tektonik yang menjadi medan monitoring BMKG.
"Jadi tanggal 22 Desember 2018 itu adalah erupsi gunung api, Gunung Anak Krakatau dan dari erupsi itu mengakibatkan adanya tsunami. Karena akibat erupsi itu ada material yang masuk ke dalam laut, karena getaran tebing laut masuk ke laut," kata Dwikorita dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (14/1).
"Saat itu karena gunung api, BMKG tak lakukan monitoring. Peralatan kami tidak dirancang memonitor gunung api sehingga kami tidak menangkap sinyal tsunami tersebut," ujar Dwikorita.
Kerusakan akibat gempa di Kabupaten Lebak, Banten. Foto: Dok. Istimewa
Sementara gempa yang terjadi pada Agustus 2019 adalah gempa tektonik. Gempa ini bukan bersumber dari gunung api.
ADVERTISEMENT
"2 Agustus 2019 itu adalah tektonik, bukan gunung api," kata Dwikorita.
Saat itu gempa bumi yang terjadi berkekuatan 7,4 magnitudo dan berpotensi tsunami. Namun tak ada tsunami yang terjadi hingga peringatan dini dicabut atau dinyatakan selesai.
Tsunami 22 Desember 2018 menyebabkan 426 orang tewas.
"22 Desember 2018 tidak ada peringatan dini [tsunami] BMKG karena memang tidak ada gempa tektonik, peralatan sistem monitoring di BMKG dibangun 2008 dirancang khusus untuk monitor gempa-gempa tektonik, sehingga yang bukan gempa tektonik tidak akan terdeteksi dan diberikan peringatan dini," ungkapnya.
Personel TNI bersama relawan mencari korban tsunami dari balik reruntuhan rumah di Sumur Pesisir, Pandeglang, Banten, Senin (24/12/2018). Foto: ANTARA FOTO/Aurora Rinjani
Sementara, gempa yang terjadi kali ini adalah gempa tektonik, sama seperti yang pernah mengguncang Banten pada 2 Agustus 2019. Namun demikian, tidak berpotensi tsunami.
ADVERTISEMENT
Dwikorita memastikan, dari hasil pantauan dari data monitoring di pantai, kejadian gempa hari ini tidak berpotensi tsunami.
“Kepala Stasiun Geofisika Tangerang juga sedang berada di sana dan tidak terjadi kenaikan muka air laut, prediksi tidak terjadi tsunami terverifikasi,” ungkapnya.
“Hingga pukul 17.20 WIB hasil monitoring BMKG tunjukkan ada 5 aktivitas gempa susulan dengan magnitudo terbesar 5,7 M, terkecil 3,5 M. Kami BMKG masih terus monitor akan adanya bila terjadi gempa susulan akan disampaikan,” pungkasnya.