Beda Penggeledahan KPK di Kasus Bupati Sidoarjo dan Komisioner KPU

13 Januari 2020 15:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gedung KPK. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gedung KPK. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Pimpinan KPK jilid V membuat gebrakan di awal masa jabatan. Dua operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan dalam 2 hari berturut. Pada Selasa (7/1) KPK menangkap Bupati Sidoarjo nonaktif Saiful Ilah. Sementara pada Rabu (8/1), KPK menciduk Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
ADVERTISEMENT
Namun, ada perbedaan 'perlakuan' terhadap dua perkara itu. Perbedaan itu terletak dalam upaya penggeledahan. Dalam kasus Saiful Ilah, KPK bergerak cepat. Sementara di kasus Wahyu, KPK menunjukkan sebaliknya.
Dalam kasus Bupati Sidoarjo, selepas pengumuman tersangka terhadap Saiful Ilah dan lima orang lainnya pada Rabu (8/1), KPK bergerak cepat melakukan penggeledahan. Pada Jumat (10/1), KPK mengggeledah 3 lokasi di Sidoarjo.
Penggeledahan berlanjut pada Sabtu (11/1). Saat itu KPK menggeledah rumah dinas Saiful. Dalam penggeledahan itu, KPK menyita uang dalam pecahan mata uang asing senilai Rp 1 miliar.
Penyidik KPK membawa sejumlah barang bukti seusai menggeledah rumah Bupati Sidoarjo, di Jawa Timur, Minggu (12/1/2020). Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Sementara dalam perkara Wahyu, KPK hingga kini belum menggeledah. Padahal, Wahyu dan 3 tersangka lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (9/1). Wahyu diduga menerima suap Rp 600 juta. Suap itu diduga agar Wahyu meloloskan Harun Masiku sebagai pengganti anggota DPR Riezky Aprilia melalui Pergantian Antarwaktu (PAW).
ADVERTISEMENT
Namun sejauh ini, KPK hanya menyegel kantor dan rumah dinas Wahyu. Sempat petugas KPK berencana menyegel ruangan di DPP PDIP. Namun upaya itu gagal karena terhalang pihak keamanan.
Meski demikian, KPK mengaku telah menerima izin dari Dewan Pegawas untuk menggeledah sejumlah tempat. Terlihat petugas KPK merapat ke kantor KPU pada Senin (13/1) siang.
Ruangan Komisioner KPU yang di Segel KPK, Kamis (9/1). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
"Tim penyidik sejak semalam sudah langsung bekerja. Dan saat ini izin dari Dewas untuk melakukan beberapa kegiatan di beberapa tempat sudah kami terima," kata Plt juru bicara KPK bidang penindakan, Ali Fikri, Jumat (10/1).
Eks Ketua KPK, Abraham Samad, turut berkomentar soal lambannya penggeledahan dalam perkara Wahyu. Menurut Samad, lambannya penggeledahan karena perlunya izin Dewas KPK. Hal ini merupakan instrumen baru sejak UU KPK versi revisi resmi berlaku.
ADVERTISEMENT
Ia melihat perlunya izin Dewas untuk menggeledah, merupakan bentuk pelemahan KPK. Sehingga ia meminta Presiden Jokowi segera menerbitkan Perppu.
"Kita harus ambil hikmah dari kasus ini, hikmah dan pelajaran apa yang kita ambil? Bahwa ternyata dengan UU ini yang harus dengan izin Dewas dengan lamanya izin penggeledahan ini membuktikan UU hasil revisi itu betul-betul melemahkan kinerja KPK, melemahkan kinerja pemberantasan korupsi KPK," kata Samad.
Mantan pimpinan KPK, Abraham Samad sambangi KPK. Foto: Apriliandika Pratama/kumparan
Samad menilai perlunya izin Dewas untuk menggeledah bisa dimanfaatkan pihak yang terlibat untuk menghilangkan barang bukti.
"Pertama kemungkinan besar barang buktinya sudah enggak ada karena sudah lama baru dilakukan penggeledahan. Kedua, tidak menutup kemungkinan barang bukti dihilangkan," ucapnya.
Samad bercerita di eranya, penggeledahan dilakukan dalam waktu hitungan jam sejak penetapan tersangka. Paling lama, keesokan harinya sesudah penetapan tersangka.
ADVERTISEMENT
Samad menuturkan, perlunya penggeledahan dilakukan secepat mungkin untuk mendapatkan barang bukti yang sesuai dengan kasus.
"Kalau dia ada jeda waktu lama, maka bisa saja barang bukti yang diperlukan mengenai kasus tersebut sudah raib, sudah hilang. Mungkin dihilangkan dan sebagainya," ungkapnya.
"Jadi menurut saya kalau mau efektifitas yang ingin dicapai sebetulnya habis OTT itu harus segera dilakukan penggeledahan untuk efektifitas, ya. Serta akurasi dari menemukan barang bukti," tutupnya.