Belajar Hidup Berdampingan dari Para Satwa di Afrika

26 Februari 2017 17:04 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Patrick Kilonzo Mwalua dan truk miliknya. (Foto: Dok Pribadi: Patrick Kilonzo Mwalua)
zoom-in-whitePerbesar
Patrick Kilonzo Mwalua dan truk miliknya. (Foto: Dok Pribadi: Patrick Kilonzo Mwalua)
Di Taman Nasional Tsavo, Kenya, air tidak lagi disediakan oleh mekanisme alam. Kondisi iklim yang terlampau rusak membuat kekeringan di bentang alam tersebut.
ADVERTISEMENT
Beruntung ada kebaikan yang diamalkan oleh seorang petani bernama Patrick Kilonzo Mwalua. Setiap hari, Mwalua membawa 1.200 liter air yang menempuh jarak 70 kilometer dari desanya menuju Tsavo.
Hari-harinya diisi dengan interaksi bersama para hewan penghuni Taman Nasional Tsavo. Kehidupan di taman seluas 300 hektar ini masih beraneka ragam, hewan-hewan khas Afrika masih hidup di sana.
Gajah dan kerbau berkumpul di sumber air. (Foto: Dok: Patrick Kilonzo Mwalua)
zoom-in-whitePerbesar
Gajah dan kerbau berkumpul di sumber air. (Foto: Dok: Patrick Kilonzo Mwalua)
Mwalua, kendati terbiasa hidup di belantara hewan buas, bukannya tak pernah mengalami momen buruk. Sepengakuannya, mulai dari banteng, gajah, kerbau, hingga jerapah, pernah membuatnya takut karena mendekat ke arah truknya. Apalagi, hewan-hewan tersebut sedang keadaan kehausan karena kekeringan telah menimpa suaka tersebut.
“Jarak antara saya dan hewan-hewan liar sangat dekat, dan mereka mungkin saja menyerang kapanpun,” cerita Mwalua.
ADVERTISEMENT
Gerombolan Zebra melepas dahaga di Kenya. (Foto: Dok: Patrick Kilonzo Mwalua)
zoom-in-whitePerbesar
Gerombolan Zebra melepas dahaga di Kenya. (Foto: Dok: Patrick Kilonzo Mwalua)
Keanekaragaman kehidupan masih lestari di Taman Nasional Tsavo. Berbagai jenis hewan mulai pemakan tumbuhan hingga pemakan daging hidup berdampingan membentuk rantai makanan. Namun, Mwalua sama sekali tidak mendapati hukum alam yang saling membunuh yang nampak di pandangannya.
"Saya justru melihat setiap spesies tinggal bersama di satu lokasi tertentu. Semua hewan berdampingan hidup di dekat ceruk air," cerita Mwalua.
Interaksi dengan hewan mengajarkan Mwalua satu hal. “Ketika hewan-hewan tersebut minum, mereka tidak melihat perbedaan yang ada di antara diri mereka, mereka terlihat saling menyayangi satu sama lain,” cerita Mwalua.
Kerbau minum air di ceruk yang diisi oleh petani. (Foto: Dok: Patrick Kilonzo Mwalua)
zoom-in-whitePerbesar
Kerbau minum air di ceruk yang diisi oleh petani. (Foto: Dok: Patrick Kilonzo Mwalua)
Namun ketakutan tersebut ternyata keliru. Pernah suatu ketika Mwalua melakukan pengiriman air pada malam hari. Ada pemandangan berbeda ketika dia berkunjung ke tengah taman nasional pada tengah malam.
ADVERTISEMENT
“Malam itu, saya melihat 500 kerbau menunggu di ceruk air,” ujar Mwalua. “Ketika saya tiba dan mulai membuka tangki air, para kerbau datang mendekat ke arah ceruk.”
Malam itu Mwalua mendapati pemandangan yang mengagumkan, dia berdiri dekat dengan kerbau liar. “Mereka mulai meminum airnya bahkan ketika saya masih berdiri di dekat mereka.”
Hingga saat ini, hewan-hewan yang hampir setiap hari bertatap muka dengan Mwalua tidak pernah sedikitpun menyakitinya. Selalu ada keriangan ketika truk berwarna biru Mwalua datang untuk memberi air.
Dari hewan yang hidup di alam liar, kita belajar bahwa dalam kondisi haus sekalipun, para hewan tidak menunjukkan sisi liar mereka. Mereka tidak menyakiti manusia yang memberi air, saling sikut untuk berebut air, dan memakan satu sama lain.
ADVERTISEMENT