Belanda Akan Meminta Maaf atas Perbudakan di Eks Negara Jajahan

19 Desember 2022 13:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte. Foto:  REUTERS / Eva Plevier
zoom-in-whitePerbesar
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte. Foto: REUTERS / Eva Plevier
ADVERTISEMENT
Belanda diprediksi akan meminta maaf, atas perbudakan era kolonial selama 250 tahun, pada Senin (19/12).
ADVERTISEMENT
Kemungkinan Belanda meminta maaf didasari dari pernyataan Perdana Menteri Mark Rutte. Ia mengatakan, akan ada momen penting dalam perjalanan Belanda terhadap tujuh negara bekas jajahannya.
Sampai sekarang belum ada keterangan resmi dari Pemerintah Belanda perihal permintaan maaf terkait perbudakan di negeri jajahan. Meski demikian, pidato Rutte mengenai perbudakan saat dirinya berada di Den Haag menguatkan dugaan permintaan maaf akan segera disampaikan.
Beberapa menteri juga diutus untuk melakukan kunjungan resmi ke tujuh bekas jajahan Belanda di Amerika Selatan dan Karibia.
Rencana permintaan maaf oleh Belanda ternyata memicu kontroversi. Sebab, Belanda tidak mengajak negara-negara eks jajahannya berdialog terlebih dulu. Belanda pun dianggap mengambil tindakan terburu-terburu.
Perdana Menteri Sint Maarten Silveria Jacobs menegaskan, tidak akan menerima permintaan maaf Belanda jika disampaikan pada Senin (19/12). Sint Maarten adalah salah satu wilayah yang pernah dijajah Belanda di Karibia.
ADVERTISEMENT
"Biar saya perjelas bahwa kami tidak akan menerima permintaan maaf sampai komite penasihat kami membahasnya dan kami sebagai negara mendiskusikannya," kata Jacobs seperti dikutip dari AFP.

Perbudakan dan Belanda

Kerajaan Belanda yang mulai berdiri pada abad ke-16, diperkirakan memperdagangkan sebanyak 550 ribu sampai 600 ribu budak dari Afrika.
Selain itu, Kerajaan Belanda juga melakukan kolonialisme di Suriname, Curacao, Afrika bagian selatan hingga Indonesia.
Dorongan agar Pemerintah Belanda meminta maaf atas perbudakan selama penjajahan dipicu gerakan Black Lives Matter di AS. Gerakan yang dipicu tewasnya pria kulit hitam oleh kepolisian memunculkan gerakan anti-diskriminasi besar di seluruh dunia.
PM Rutte pun sebelum akhirnya menunjukkan keinginan meminta maaf sempat menolak gagasan itu. Orang nomor satu di Pemerintah Belanda beralasan peristiwa perbudakan terjadi terlampau lama.
ADVERTISEMENT
Rutte mengatakan, bila permintaan maaf disampaikan maka akan memicu ketegangan di berbagai negara eks kolonialisme. Apalagi negara dengan kelompok sayap kanan kuat.
Akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir, tekanan agar Belanda meminta maaf semakin deras datang di dalam negeri. Kota-kota besar di Belanda seperti Amsterdam, Rotterdam, Den Haag dan Utrecht sudah terlebih dulu meminta maaf atas perdagangan budak.
Penulis: Thalitha Yuristiana.