Bentuk Pelangi yang Sesungguhnya

27 Juli 2017 19:05 WIB
clock
Diperbarui 26 Maret 2019 15:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bentuk pelangi yang sesungguhnya. (Foto: Muhammad Faisal N/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bentuk pelangi yang sesungguhnya. (Foto: Muhammad Faisal N/kumparan)
ADVERTISEMENT
Seorang petugas operator crane di Rusia merekam penampakan pelangi yang berbentuk lingkaran pada 21 Juli 2017. Ia menyaksikan fenomena alam tersebut dari puncak Lakhta Centre, gedung pencakar langit setinggi 1.515 kaki atau sekitar 460 meter di kota St. Petersburg.
ADVERTISEMENT
Video yang ia rekam tersebut kemudian membuat heboh masyarakat. Tak hanya media Rusia, sejumlah media luar negeri dan internasional lainnya juga turut memberitakan dan memperlihatkan gambar pemandangan langka yang terekam oleh kamera itu.
Meski membuat heboh, pelangi berbentuk lingkaran sebenarnya bukanlah sesuatu yang luar biasa. Sebab, pada hakikatnya bentuk pelangi adalah lingkaran.
Jadi, jika kamu masih berpikir bentuk pelangi adalah busur atau setengah lingkaran, kamu perlu mencermati secara perlahan penjelasan dari Prof. Hendra Gunawan, guru besar di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung ini.
Bentuk pelangi yang sesungguhnya. (Foto: Muhammad Faisal N/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bentuk pelangi yang sesungguhnya. (Foto: Muhammad Faisal N/kumparan)
Sebelum memahami seperti apa bentuk pelangi yang sesungguhnya, perlu diketahui lebih dulu, syarat seseorang bisa melihat pelangi adalah adanya matahari di belakang dirinya dan tersedianya butir-butir air di udara di depan dirinya. Oleh karena itulah, tak mengherankan apabila pelangi kerap terlihat setelah terjadinya hujan.
ADVERTISEMENT
Wujud pelangi yang kita lihat setelah hujan sebenarnya merupakan sinar matahari yang terpantulkan dan terbelokkan atau terbiaskan oleh butir-butir air ke mata kita. “Sinar matahari itu sebenarnya memantul ke mana-mana, tapi yang tertangkap ke mata kita itu (adalah sinar-sinar yang terpantulkan) pada posisi tertentu,” terang Prof. Hendra kepada kumparan (kumparan.com), Kamis (27/7).
Pada saat terjadi pemantulan sinar matahari, butir-butir air berperan sebagai cermin. Namun karena butir-butir air itu berbentuk bola, maka sinar matahari tidak langsung memantul ke mata.
Mula-mula, sinar matahari akan dibiaskan ketika menembus permukaan air. Setelah itu, sinar tersebut akan memantul dari dari dinding belakang air ke depan. Selanjutnya, sinar akan mengalami pembiasan kembali ketika keluar menembus permukaan air.
ADVERTISEMENT
“Nah, waktu masuk ke air kan pembiasan, waktu keluar lagi dari air ke mata kita itu pembiasan lagi,” tekan Prof. Hendra.
Pantulan sinar matahari dalam butir hujan. (Foto: Muhammad Faisal N/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pantulan sinar matahari dalam butir hujan. (Foto: Muhammad Faisal N/kumparan)
Lingkaran dan Sudut 42 Derajat
Sinar-sinar matahari yang dapat tertangkap oleh mata kita hanyalah pantulan dari butir-butir air hujan yang membentuk sudut sekitar 42° dengan posisi mata kita. “Nah itu ada hitung-hitungannya. Jadi pada sudut 42 derajat itu, itu deviasinya (penyimpangan atau pembelokannnya) minimum,” tuturnya.
Pantulan sinar-sinar matahari pada titik-titik tertentu itulah yang kemudian berwujud pelangi dalam indera penglihatan kita. “Kalau dikumpulkan titik-titik itu, itu membentuk lingkaran,” ujar Prof. Hendra.
Sudut melihat pelangi. (Foto: Muhammad Faisal N/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sudut melihat pelangi. (Foto: Muhammad Faisal N/kumparan)
Pemilik gelar Ph.D dari University of New South Wales itu menyatakan, seseorang bisa melihat wujud pelangi yang utuh itu jika ia berada pada ketinggian tertentu. Ketinggian tertentu di sini maksudnya adalah posisi yang membuat pandangan matanya tidak dibatasi oleh objek-objek lain ketika melihat pelangi tersebut.
ADVERTISEMENT
Lelaki kelahiran tahun 1964 itu menganalogikan bentuk pelangi yang utuh seperti lingkaran tepi alas kerucut jika dilihat dari titik puncaknnya. “Jadi kayak kerucut gitu lho, tapi (mata) kita di puncaknya dan lingkaran itu ada di depan kita,” katanya.
Prof. Hendra mengatakan setiap orang sebenarnya akan melihat pelangi yang berbeda. “Jadi orang yang misalnya 100 meter di sebelah kanan, dia akan melihat pelangi yang beda,” ujarnya.
Lebih lanjut lelaki yang meraih titel guru besar sejak 2006 tersebut menjelaskan, sinar matahari terdiri dari berbagai spektrum warna. "Setiap warna itu punya indeks bias yang berbeda,” katanya.
Sederhananya, cahaya matahari terdiri atas berbagai warna yang memiliki panjang gelombang berbeda-beda. Semakin besar panjang gelombangnya, semakin kecil indeks biasnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan besar indeks bias masing-masing, posisi warna-warna dalam wujud pelangi yang kita lihat selalu tampak berurutan. Sebagai contoh, warna merah memiliki indeks bias terkecil sehingga akan dibiaskan dengan sudut bias terkecil. Adapun warna ungu yang memiliki indeks bias terbesar akan dibiaskan dengan sudut bias terbesar.