Project Arwana

Berburu Harun Masiku

24 Juni 2024 18:57 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memenuhi panggilan KPK pada Senin, 10 Juni 2024. KPK memanggil Hasto sebagai saksi dalam kasus suap terhadap eks komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap itu diduga dilakukan oleh calon legislator PDIP Harun Masiku yang kini berstatus tersangka dan buronan.
Harun diduga menyuap Wahyu sebesar Rp 500 juta demi meloloskannya ke DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) menggantikan Nazaruddin Kiemas, adik ipar Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang meninggal padahal mendapat suara terbanyak.
Suap dilakukan karena Harun bukanlah caleg yang mestinya menggantikan Nazaruddin. Ia ada di urutan ke-6, jauh di bawah Nazaruddin yang seharusnya digantikan oleh caleg dengan perolehan suara tertinggi kedua.
Pengejaran terhadap Harun sempat membuat heboh ketika pada 8 Januari 2020 malam, lima penyidik KPK yang membuntuti keberadaan Harun di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) justru diadang petugas kepolisian, diinterogasi, bahkan dites urine.
Padahal saat itu para penyidik KPK hampir menangkap Harun Masiku. Mereka membuntuti Harun dari Cikini, Jakarta Pusat, sampai ke PTIK di Jakarta Selatan. Berdasarkan informasi yang diterima kumparan dari kalangan penyidik, Harun bermotor ke PTIK bersama Nurhasan, petugas keamanan di salah satu kantor Hasto di Menteng yang tak jauh dari kantor PDIP.
Menurut penyidik itu, sementara Harun bermotor dengan Nurhasan, tas berisi barang-barangnya dibawa oleh mobil. Sumber lain menambahkan bahwa Nurhasan sedang bertugas jaga malam ketika tiba-tiba mendapat perintah untuk menjemput Harun. Sayangnya, jejak Harun hilang di PTIK karena penyidik KPK dihambat.
Masjid di PTIK. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
Sejak geger di PTIK itu, Harun Masiku raib. Ia kemudian masuk daftar pencarian orang (DPO) alias resmi jadi buron. Ironisnya, sejumlah penyidik yang menangani kasusnya malah dipaksa angkat kaki dari KPK lantaran tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang kontroversial di bawah kepemimpinan Firli Bahuri.
Berikutnya, berembus kabar Harun sudah melanglang buana. Ia dikabarkan ada di Singapura, Malaysia, Filipina, atau negara lain. Tapi belakangan ia disebut masih berada di Indonesia; menyamar jadi guru bahkan marbot masjid.
Setelah empat tahun Harun buron, kini KPK menyebut mengantongi informasi baru terkait keberadaannya. Saksi-saksi kembali dipanggil, termasuk Hasto yang diduga membantu Harun lolos dari intaian penyidik KPK di PTIK.
Namun, meski Wakil Ketua KPK Alexander Marwata semula yakin Harun bakal tertangkap dalam sepekan, hingga kini nyatanya ia belum juga diringkus. Mengapa begitu sulit menangkap Harun Masiku
Sebetulnya seberapa sulit proses mengejar Harun Masiku yang buron sejak awal 2020?
Unjuk rasa mengkritik KPK yang tak juga berhasil menangkap Harun Masiku, 8 Maret 2023. Foto: Muhammad Adimaja/Antara

2021, Nyaris Tangkap Harun Masiku Tapi Dipecat

Tahun 2021, keberadaan Harun sebetulnya mulai terendus oleh penyidik. Bukti-bukti kuat sudah dikantongi, termasuk lokasi dan kebiasaannya. Para penyidik sempat mendeteksi Harun berada di sebuah apartemen di Indonesia. Mereka pun menyusun laporan untuk pimpinan.
“Kenyataannya, saat kami deteksi dan kami laporkan, malah kami dinonaktifkan lalu dipecat. Dinonaktifkan Mei [2021], lalu dipecat bulan September,” kata Praswad Nugraha, salah satu penyidik kasus Harun Masiku.
Praswad dan rekan-rekannya ditendang dari KPK karena tak lolos TWK. Meski ada bantahan bahwa TWK tak ada hubungannya dengan kasus Harun, rentang waktunya berkelindan. Sejumlah penyidik KPK yang nonaktif tak bisa lagi melacak Harun.
Perburuan terhadap Harun pun tertunda. Padahal beberapa penyidik telah mencarinya ke sejumlah lokasi seperti rumah orang tua Harun di Makassar. Mereka bertemu kedua orang tua Harun yang bahkan membantu para penyidik menempelkan poster buronan Harun di lingkungan mereka.
Poster Harun Masiku. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Semua upaya tim penyidik itu bak menguap kala TWK membuat mereka terdepak dari KPK. Bagi Praswad, TWK yang digelar saat penyidik menemukan titik terang keberadaan Harun adalah intervensi buruk dari pimpinan KPK.
“Pimpinan KPK harus melakukan intervensi saat produktivitas penyidik anjlok atau mulai kurang [jumlah] OTT (operasi tangkap tangan). Jika begitu, resource dan fasilitas ditambah, teknologi di-upgrade, dan lain-lain. Bukan saat lagi gencar-gencarnya OTT atau menangkap DPO lalu malah ngerem,” kata Praswad.

Harun Masiku di Mana Kamu: Dalam atau Luar Negeri?

Ditjen Imigrasi sempat mencatat Harun Masiku keluar dari Indonesia pada 6 Januari 2020, dengan tujuan Singapura. Nyatanya, pada 8 Januari 2020, penyidik KPK membuntuti Harun di Jakarta. Lalu pada 13 Januari, KPK mengirim surat pencegahan terhadap Harun kepada Ditjen Imigrasi agar Harun tidak benar-benar kabur keluar negeri.
Kadivhubinter Polri, Irjen Krishna Murti sempat mengatakan, Harun pergi ke Singapura pada 16 Januari 2020, namun kembali ke Indonesia sehari kemudian, pada 17 Januari. Ini tentu aneh. Bagaimana bisa Harun lolos dari screening Imigrasi saat surat pencegahan terhadapnya sudah diterima beberapa hari sebelumnya?
Ilustrasi: kumparan
KPK lalu memburu Harun ke berbagai lokasi, dari Sumatera Selatan sampai Sulawesi Selatan; bertemu orang tua dan keluarga Harun. Para penyidik yakin: Harun dapat perlindungan.
Analisis Praswad dan rekan-rekannya bukannya tak masuk akal, sebab Harun adalah caleg biasa, bukan elite partai atau agen terlatih meski pernah mengenyam pendidikan di luar negeri, menjadi pengacara, sampai bertugas di DPR sebagai tenaga ahli anggota Komisi III.
Info baru-baru ini yang menyebut Harun sempat bekerja sebagai marbot masjid di Malaysia dan guru Bahasa Inggris di Filipina diragukan Praswad. Menurutnya, butuh dana besar untuk berpindah-pindah negara seperti itu.
“Itu butuh duit tunai yang banyak, [sedangkan] dia gak kerja. Bayangin orang gak bisa kerja, tapi butuh duit tunai banyak. Nggak mungkin bisa survive kecuali ada yang mengirimkan logistik,” ujar Praswad.
Eks penyidik KPK Praswad Nugraha. Foto: Dok. Istimewa
Posisi Harun yang mestinya terdesak, menurut Praswad, adalah karena red notice atas namanya telah diterbitkan Interpol. Artinya, bila Harun keluar-masuk sejumlah negara, ia akan terdeteksi.
Khusus kabar soal Harun pernah menyamar jadi marbot masjid, Praswad menilai itu lebih tidak mungkin lagi, sebab Harun bergama Kristen sehingga tidak mudah bagi penganut Nasrani untuk bertugas sebagai marbot.
Oleh sebab itu, kesimpulan dari perburuan Harun Masiku yang belum berujung menurut Praswad hanya satu:
Catch me if you can. Ilustrasi: Maulana Saputra/kumparan
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto tak berkomentar banyak soal Harun Masiku.
“[Dulu] saya bisa mengatakan ada, karena memang saya sendiri bersama tim [melacak], dia ada di salah satu negara Asia Tenggara” kata Tessa.

Kapan Harun Masiku Bisa Ditangkap?

Praswad berpendapat, menangkap Harun sebetulnya bukannya supersulit. Dua kali penyidik KPK nyaris menangkapnya, namun dihambat dalam prosesnya. Alhasil, sampai sekarang, Harun belum juga terciduk.
Pada 11 Juni 2024, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Harun Masiku bisa tertangkap dalam rentang waktu seminggu. Namun seminggu berlalu, ia belum juga ditangkap, dan Alex menyebut ucapannya pekan lalu sebagai harapan, bukan kepastian.
Ucapan itu pun menimbulkan huru-hara, sebab malah dianggap membantu pelarian Harun.
“Kalau penegak hukum ingin memburu buronan, tentu yang dilakukan adalah kerja-kerja senyap dan itu adalah pola pikir yang lumrah dan logis,” ujar Koordinator Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Kurnia Ramadhana.
Menurutnya, ucapan Alex lebih seperti pengumuman yang justru meningkat kewaspadaan Harun sang buron.
“Kalau Harun Masiku masih hidup dan membaca pemberitaan itu, dia pasti akan lari, kabur lagi. Jadi jangan sampai pernyataan-pernyataan tersebut justru mengganggu proses penyidikan; mengganggu pencarian yang sedang dilakukan tim penyidik KPK,” kata Kurnia.
Hasto Kristiyanto dan tim hukumnya di Gedung KPK, Jakarta, 10 Juni 2024. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
KPK juga dinilai perlu berhati-hati mengelola perburuan Harun, sebab mengirim para penyidik ke luar negeri untuk memburu Harun—bila benar di luar negeri—butuh anggaran tak sedikit. Sementara pendanaan berasal dari APBN. Artinya, makin lama perburuan tak berujung, makin tinggi biaya yang dihabiskan KPK.
“Bayangkan betapa besarnya biaya itu, untuk keluar masuk lintas negara, berapa puluh atau ratus miliar APBN dibebankan, sementara misalnya benar omongan Alexander Marwata [membuat Harun makin bersembunyi], artinya dia sudah merusak operasi besar yang digelar selama 4,5 tahun terakhir ini,” kata Praswad.
Sementara itu, pengacara Hasto, Maqdir Ismail, menduga KPK sengaja membiarkan kasus Harun berlarut-larut, yang ujung-ujungnya malah menyandera PDIP dalam pusaran kasusnya.
“Naik turun pemberitaan Harun Masiku itu seperti dipelihara. Menurut saya, ini untuk menarget Mas Hasto,” kata Maqdir.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten