Berebut Menjual Ginjal

9 Agustus 2018 10:15 WIB
Suasana operasi laparoskopi selama transplantasi ginjal di Rumah Sakit. (Foto: AFP PHOTO/Brendan Smialowski)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana operasi laparoskopi selama transplantasi ginjal di Rumah Sakit. (Foto: AFP PHOTO/Brendan Smialowski)
ADVERTISEMENT
Kesehatan adalah harga mati dalam kehidupan setiap manusia. Bila sakit datang, maka keseimbangan hidup bisa terganggu.
ADVERTISEMENT
Dalam tubuh manusia, setiap organ memiliki fungsi tersendiri, ginjal misalnya. Organ tubuh yang memiliki berat 120 hingga 170 gram atau kurang lebih 0,4 persen dari massa manusia ini berfungsi menyaring darah dalam tubuh. Tanpa ginjal, mustahil manusia dapat hidup.
Namun, tak selamanya ginjal yang dimiliki manusia baik atau sehat-sehat saja. Kadang kala seseorang harus melakukan transplantasi untuk mempertahankan fungsi ginjal dalam tubuh.
Di tengah kebutuhan ini, muncul beberapa orang yang “berebut” mendonorkan ginjalnya. Ada motif ekonomi di balik itu sehingga mudah saja seseorang memberikan ginjalnya. Yang penting ada uang, ginjal akan diberikan.
Namun, praktik yang demikian tidaklah diperkenankan di Indonesia. Sebagai contoh, di RSCM Jakarta Pusat, ada sejumlah orang datang ingin mendonor ginjal, tapi mereka ditolak oleh tim rumah sakit.
ADVERTISEMENT
“Jadi pada umumnya tim advokasi yang di kita itu hampir 67 -70 persen ditolak. Ya ketahuan bahwa dia punya motivasi untuk menjualkan organnya,” kata Tim Inti Transplantasi Ginjal RSCM Jakarta Pusat, dr Bonar Marbun, kepada kumparan, Selasa (8/8).
dr. Maruhum Bonar H. Marbun, SpPD, KGH., dokter spesialis ginjal (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
dr. Maruhum Bonar H. Marbun, SpPD, KGH., dokter spesialis ginjal (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Rumah sakit akan dengan teliti mengawasi setiap orang yang berniat mendonor ginjal. Jikalau pernah ditolak mendonor dengan alasan pendonor menjual ginjalnya, maka namanya akan masuk dalam catatan hitam sehingga tidak akan pernah bisa mendonor lagi.
Bonar mengatakan praktik jual beli ginjal yang dilakukan oleh makelar memang bukan rahasia lagi. Meski dilarang, nyatanya masih ada saja orang yang nekat menjadi makelar ginjal.
“Ada, ada itu terselubung dan itu tidak bisa kita sentuh dan itu bukan urusan kita itu urusan hukum,” ucap dr Bonar.
ADVERTISEMENT
Tindakan yang bisa dilakukan rumah sakit untuk melawan praktik gelap ini adalah dengan memperketat persyaratan transplantasi ginjal. Bila terbukti ada jual beli maka transplantasi akan dibatalkan.
“Ada proses yang dicatat kalau misalnya si donornya itu ditolak pada saat ini, terus dia satu tahun lagi datang ketahuan itu ada namanya pernah ada kejadian begitu ketahuan ini sama, nah nggak boleh,” katanya.
Larangan jual beli ginjal
Tahun 2009, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang Kesehatan Nomor 36. Dalam pasal 64 ayat 3 UU tersebut, tertulis jelas dilarang bertransaksi atas organ ginjal. Bila dilakukan, pidana 10 tahun penjara dan denda 1 miliar siap dijatuhkan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 192 UU Kesehatan.
Oleh karena itu, sudah jelas meski merupakan simbiosis mutualisme, bila motifnya adalah transaksi alias jual beli tetap saja dilarang.
ADVERTISEMENT
Menurut kriminolog Universitas Indonesia, Fendinand T. Andi Lolo, praktik jual beli organ memang tumbuh subur di beberapa negara berkembang seperti Indonesia.
“Itu praktik di negara-negara berkembang Bangladesh, Filipina, calon-calon donor dari ekonomi bawah. Dan juga di Amerika Selatan juga menjamur,” sebut Ferdinand saat dihubungi kumparan, Senin (6/8).
Untuk menyetop bisnis tersebut, Kementerian Kesehatan RI sudah membentuk Komite Transplantasi. Komite ini mewadahi siapa pun yang ingin mendonorkan organ maupun ginjalnya secara sukarela.
Donor ginjal melalui Komite Transplantasi adalah legal. Para pasien bisa membayar biaya transplantasi sesuai dengan cara yang dipilih.
“Jadi ada dua melalui BPJS dan pribadi kalau BPJS semua ditanggung kalau biaya sendiri rata-rata 500-700 juta untuk di swasta,” sebut Tim Inti Transplantasi RSCM, dr Bonar.
ADVERTISEMENT
Pasien pun meski sudah melewati masa transplantasi tetap dianjurkan untuk kontrol kesehatan ke rumah sakit. Hubungan antara pendonor dan resipien tidak boleh langsung putus begitu saja.
“Justru tidak boleh putus donor itu kan orang yang sudah memberikan organnya kepada resipien karena dia orang normal kita tetap anjurkan kontrol secara teratur rata-rata tiga bulan atau enam bulan sekali,” jelas dr Bonar.
Bagi pendonor yang ginjalnya tersisa satu, dr Bonar menyebut, hal itu tidak terlalu bermasalah. Ginjal yang tersisa akan bisa menyesuaikan dengan kebutuhan tubuh.
“Sama saja, karena orang normal itu fungsi ginjal yang itu pakai sehari-hari hanya 20 persen jadi enggak ada masalah jadi pada saat kita dapatkan organ ginjal satu ginjal misalkan kita ambil nilainya 100 persen kita ambil 50 dipasangkan ke resipien itu nanti ada proses adaptasi hingga 70 persen enggak ada masalah,” urai dr Bonar.
ADVERTISEMENT
Simak liputan mengenai bisnis kelam ginjal dalam konten spesial dengan topik Makelar Ginjal.