Menanti Gili Hidup Kembali

27 Agustus 2018 10:01 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi Gili Trawangan setelah gempa, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Gili Trawangan setelah gempa, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sepi tak biasanya menghinggapi Pelabuhan Bangsal, Lombok, NTB. Bangunan di sekitar pelabuhan itu tak semuanya berdiri tegak, beberapa bangunan retak dan sebagian lainnya rubuh. Lalu lalang wisatawan di gerbang tiga Gili: Gili Trawangan, Meno, dan Air, lenyap.
ADVERTISEMENT
Kamis 23 Agustus 2018, Fajarudin, seorang pengusaha kapal penyeberangan, melintas di pelabuhan untuk menengok 62 kapal miliknya yang menganggur di pantai. Ia pasrah menghadapi sisa gempa. Sejak gempa 5 Agustus 2018 lalu, kondisi pariwisata di tempat itu luluh lantak. Tak ada satu pun wisatawan terlihat meski loket penyeberangan buka.
“Ini pengaruhnya, Trawangan langsung sepi. Orang ndak ada yang menyeberang. Ada sih ada tapi cuma karyawan saja yang ke sana. Kalau turis yang mau menginap di sana nggak dikasih sama BNPB,” ucapnya ketika bertemu kumparan.
Tiga Gili di Lombok sudah menjadi primadona pariwisata sejak ditetapkan menjadi desa administratif dengan nama Desa Gili Indah pada 15 Oktober 1996. Geliat pariwisata yang dilirik turis mancanegara sejak 1970-an disambut masyarakat, termasuk Fajarudin. Ia memulai usahanya menjadi pengusaha kapal penyeberangan.
ADVERTISEMENT
Sehari-hari satu kapalnya paling sedikit berlayar dua-tiga kali, dan sedikitnya 62 kapalnya itu membawa 500 turis. Ongkos termurah menumpang kapal kayunya itu dibanderol sebesar Rp 16 ribu. Pendapatan hariannya tinggal dikalikan saja.
Tapi gempa menghentikan rezekinya. Ia kini hanya bolak-balik untuk memastikan kapalnya masih tertambat di sekitar pelabuhan. Ia bingung bagaimana kembali menghidupkan kembali wisata di Lombok.
Bukan Fajarudin saja yang kena imbas gempa itu. Muliawan, manajer salah satu hotel di Gili Trawangan, mengungkap sudah sejak awal Agustus 2018 lalu terpaksa menganggur. Kondisi Gili Trawangan cukup menyedihkan, puing berserakan dan kondisi tak aman.
Wawan, nama sapaan Muliawan, menyebutkan sempat terjadi penjarahan. Mesin ATM dibobol hingga uang sebanyak Rp 800 juta lenyap. Temannya sendiri juga kehilangan uang sebesar Rp 300 juta.
ADVERTISEMENT
“Alat musik hotel saya hilang. Penjarahan merajalela,” akunya.
Seribu Gempa di Lombok (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seribu Gempa di Lombok (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Tak mudah menghidupkan kembali pariwisata pascagempa. Tenaga kerja belum terkumpul sempurna karena banyak kerabat mereka yang menjadi korban. Wawan mengaku salah seorang petugas sekuriti hotelnya kehilangan anak dan istri sehingga belum bisa kembali bekerja. Ditambah beredar kabar kalau tiga pulau ini bakal tenggelam.
Namun Wawan tak mau berkutat dengan masalah ini. Jika hanya bercerita mengenai derita tentu takkan ada habisnya. Ia hanya berpikir upaya membuka kembali pariwisata di Gili Trawangan.
Sekarang orang-orang masih merasa panik atas berbagai simpang siur kabar seputar gempa. Jika ingin mengembalikan pariwisata tentu pemerintah harus menenangkan kepanikan ini. Sedangkan pemilik hotel dan investor tinggal menindaklanjuti dengan promosi.
ADVERTISEMENT
Banyak warga Lombok berharap pariwisata di tiga Gili itu segera hidup kembali. Wawan sendiri sudah mengais rejeki di Gili Trawangan selama 22 tahun.
Sekitar 40-an hotel, 60-an restoran, dan tempat rekreasi di sana mampu menyerap sekitar 3.000 tenaga kerja lokal. Mereka bekerja sebagai housekeeper, bartender, hingga pelayan hotel atau restoran dengan gaji sesuai upah minimum provinsi (UMP), sekitar Rp 1,5 juta.
Selain pendapatan ini mereka masih mencari pendapatan sampingan dengan mencarikan kamar dan sarana rekreasi.
“Kami gampang mencarikan kamar, dapat Rp 20 ribu per malam. Komisi langsung dikasih. Lima hari tamu, dapat Rp 100 ribu. Belum lagi untuk snorkeling dan diving, trip tiga pulau. Banyak peluang,” ungkapnya.
Fajaruddin (Foto: Dwi Herlambang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fajaruddin (Foto: Dwi Herlambang/kumparan)
Toh selama ini beberapa turis masih saja berdatangan. Misalnya saat gempa terjadi pada Minggu 19 Agustus lalu, sebanyak 30 turis datang menggunakan fastboat dari Bali.
ADVERTISEMENT
Selain itu, sebagian turis yang terlanjur memesan hotel dan memberikan uang muka sepakat tidak meminta kembali tidak meminta uangnya kembali. Mereka akan mendapatkan diskon jika kembali berkunjung setelah pembenahan pariwisata. Namun sebagian besar masih meminta untuk refund atas pembayaran uang muka.
Ikin, staf HRD sebuah hotel di Gili Trawangan, berharap pemulihan terjadi secepatnya. Saat mengikuti upacara bendera 17 Agustus di Villa Ombak, Gili Trawangan, ia mendapat kabar bahwa pembukaan tiga Gili akan dilakukan pada 25 Agustus 2018 nanti.
Kabar ini disambutnya dengan senang. Namun pulau itu hingga kini belum dibuka. Hotel tempatnya bekerja terlalu lama tak beroperasi. Wisatawan yang memesan hotel tempat Ikin bekerja sudah membatalkan seluruh pemesanan mereka. Bulan Oktober saja hanya tersisa sekitar 30 persen pemesan.
Sejumlah orang melintas di areal parkir ruang tunggu yang retak akibat gempa, di Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur, NTB, Senin (20/8).  (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah orang melintas di areal parkir ruang tunggu yang retak akibat gempa, di Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur, NTB, Senin (20/8). (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu Mohammad Faozal, menyebutkan kawasan tiga Gili adalah salah satu area terparah akibat gempa dengan kerusakan 60 persen. Masa pemulihan diperkirakan akan berlangsung selama tiga bulan untuk mengembalikan kondisi kawasan itu seperti semula. Kerugian sektor pariwisata NTB akibat gempa mencapai Rp 73 triliun.
ADVERTISEMENT
“Itu hitungan kasar. Itu menyangkut kerusakan amenitas dan dampak ekonomi, perputaran ekosistem pariwisata,” jelasnya
Kawasan dengan kerusakan terparah lain terjadi di kawasan Gunung Rinjani. Sementara kawasan Senggigi dan Kota Mataram relatif tidak mengalami kerusakan yang besar. Ia berharap pemulihan kerusakan ringan dan sedang dapat dilakukan dalam waktu satu hingga dua bulan.
Kondisi Gili Trawangan setelah gempa, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Gili Trawangan setelah gempa, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Bupati Lombok Utara, Najmul Akhyar, mengungkap akan memprioritaskan pemulihan sektor pariwisata pascagempa. Sektor ini merupakan simpul pemulihan ekonomi karena masyarakat Lombok Utara mayoritas bekerja pada bidang pariwisata.
“Karena lebih dari 60 persen perekonomian Lombok Utara bersumber dari kontribusi sektor pariwisata,” ungkapnya.
Namun pemulihan ini tetap harus mempertimbangkan faktor alam. Rangkaian gempa bumi yang melanda Pulau Seribu Masjid itu berdaya rusak tinggi. Hasil pencatatan gempa Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) mengungkap, sejak gempa 29 Juli lalu, wilayah NTB telah diguncang 1.089 gempa, lima di antaranya gempa berskala besar.
ADVERTISEMENT
------------------------
Simak selengkapnya upaya Lombok Bangkit dari keterpurukan pasca-gempa dalam Liputan Khusus kumparan.