Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Berkunjung ke Deaf Fingertalk, Kafe yang Seluruh Pegawainya Tunarungu
17 Mei 2018 12:24 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak suka kuliner? Tampaknya kebanyakan orang suka mencicipi makanan yang lezat. Kali ini kumparan mengunjungi salah satu kafe unik yang seluruh pegawainya tunarungu di Jalan Raya Cinere, Depok, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Kafe yang diberi nama Deaf Fingertalk ini sudah berdiri sejak 15 Mei 2016. Kafe ini didirikan oleh Dissa Syakina Ahdanisa, perempuan yang berlatar belakang pendidikan akuntansi di Australia.
Mendirikan kafe dengan memberdayakan penyandang tunarungu, Dissa mengaku terinspirasi dari salah satu kafe di Nikaragua, Amerika Latin. Kala itu dia menjadi sukarelawan di negara tersebut.
"Semua yang dia pekerjakan (di kafe di Nikaragua) adalah orang-orang tuli. Jadi gara-gara itu saya termotivasi ingin bikin kafe Fingertalk. Selain bisa buat kongkow-kongkow tapi bisa juga memberdayakan teman-teman disabilitas," kata Dissa saat ditemui kumparan di Cinere, Depok, Jumat (11/5).
Seiring berjalannya waktu, kini kafe tersebut sudah memiliki tiga cabang, yaitu di Pamulang-Tangerang Selatan, Cinere-Depok, dan Poso-Sulawesi Selatan. Total karyawannya saat ini berjumlah 30 orang.
ADVERTISEMENT
Mempekerjakan penyandang tunarungu tidaklah mudah. Perempuan 28 tahun itu juga dibantu oleh Pat Sulistyowati, yang merupakan Guru Besar Bahasa Isyarat Indonesia. Dissa juga menyebarkan lowongan kerja khusus penyandang tunarungu melalui sosial media.
“Untuk ngelatih mereka bekerja dan melayani itu menantang. (Mengajari) teman-teman tuli tidak bisa sekali jadi harus diulang dan jelas. Sulit mungkin enggak karena mereka punya semangat yang tinggi," ujar Dissa.
Tak hanya kafe, anak pertama dari empat bersaudara itu juga membuka tempat cuci motor, mobil, dan kedai kopi. Seperti halnya kafe Fingertalk, para pekerjanya pun adalah penyandang tunarungu.
Dissa mengaku tak menyangka usaha yang ia dirikan mendapatkan banyak respons positif dari masyarakat. Meski awalnya mereka kebingungan dalam berkomunikasi dengan pramusaji, namun perlahan kini mereka mau belajar menggunakan bahasa isyarat.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah antusias masyarakatnya. Beberapa kali kita lihat orang bingung dan akhirnya kita jelaskan dan ada bahasa isyarat, ada kertas dan pulpen. Teman-teman tunarungu ini juga bisa baca gerak bibir asalkan ngomongnya jelas dan pelan-pelan," tutur Dissa.
Tempat cuci mobil dan motor itu buka sejak pukul 08.00 WIB-19.00 WIB. Sedangkan kafe Fingertalk buka hingga pukul 00.00 WIB.
“Kafenya buka sampai malam karena kita punya pojok kopi, yang bikin kopi juga barista tuli," imbuhnya.
Setiap bulannya, omzet Kafe Deaf Fingertalk bisa mencapai Rp20 juta. Sedangkan tempat cuci motor-mobilnya bisa mencapai Rp25 - Rp30 juta.
"Alhamdulillah gaji kita kasih UMR dan untuk teman tuli dari derah kita sediakan tempat tinggal dan makanan," katanya.
Kafe Fingertalk menyediakan beragam menu unggulan yang dimasak oleh pegawai tunarungu. Seperti nasi ayam goreng, ayam bakar, capcai, jus, dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
"Minumannya rata-rata dari harga Rp8 ribu. Untuk makanannya dari Rp15 ribu sampai Rp25 ribu," ungkap Dissa.
Sejak berdirinya kafe unik ini, sederet penghargaan banyak diraih Dissa. Mulai penghargaan sebagai tokoh Metro Award dari Majalah Tempo, tokoh inspirasi, hingga mendapat pujian dari Barack Obama.
Dissa berharap, ke depannya bisa membuka cabang Fingertalk dari Sabang sampai Merauke. "Bisa merangkul teman tuli tak hanya di Pulau Jawa dan membuka wawasan teman-teman menjadi lebih inklusif karena kita setara dan istimewa," tuturnya.