Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Bertemu Sarono, Kakek Pemecah Batu yang Santuni 75 Anak Yatim
29 Juli 2018 14:33 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Hidup serba sulit dan pas-pasan di usia tua ternyata bukanlah hambatan untuk berbuat mulia bagi sesama. Tengoklah Sarono (60) asal Kebumen, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Meski ia hanya berprofesi sebagai tukang pemecah batu di daerah Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, dia masih berusaha untuk menghidupi 75 anak yatim.
Ketika kumparan menyambangi Sarono, Jumat (13/7), ia sedang melakukan pekerjaannya memecah batu di pinggir selokan. Rumahnya pun sangat sederhana, Ia tinggal di salah satu gang sempit di Jalan Cipinang Jaya, Jakarta Timur.
Di rumahnya, Sarono menjelaskan latar belakang kehidupannya. Sarono berkisah kalau ia memutuskan meninggalkan kampung halamannya ke Jakarta pada tahun 1973 di usia 14 tahun.
Berawal dari seorang warga Arab yang datang ke kampungnya untuk mencari seorang PRT, ia memutuskan menerima tawaran itu demi menjejakkan kaki di ibu kota.
"Saya ke Jakarta pertama kali menjadi pembantu rumah tangga untuk orang Arab," tutur Sarono.
ADVERTISEMENT
Karena kegigihannya dalam bekerja, ia pernah dipromosikan sebagai staf toko material milik majikannya. Kemudian, ia bertemu dengan istrinya yang juga pegawai majikannya.
Saling suka, keduanya pun dijodohkan dan menikah. Setahun setelah menikah, sang istri meninggal bersama calon anak dalam kandungannya. Dari sinilah awal mula keterpurukan hidup Sarono.
"Pada tahun 1994 pandangan mata saya mulai menurun hingga saya kehilangan penglihatan saya," katanya.
Sarono merasa kalau cobaan yang menimpanya adalah akibat dari kesalahan dan dosa yang pernah ia lakukan di masa lampau.
Tidak hanya sampai disitu, di usianya yang telah menginjak kepala enam, tubuhnya mulai digerogoti berbagai penyakit. Ia mengaku mengidap penyakit jantung koroner dan pernah mengalami hernia.
Meski sudah menikah lagi, hingga kini Surono belum dikaruniai keturunan. "Di usia segini, saya merasa kesepian karena tidak memiliki anak. Jadi saya putuskan mulai merawat anak yatim, supaya nanti ada yang bisa mengurus saya kelak," ujarnya.
Sarono juga berujar kalau dirinya tergerak menolong anak yatim sebagai bekal tabungan di akhirat kelak. Ia merasa hal ini dapat menebus kesalahan akibat tidak pernah mensyukuri nikmat yang diberikan Allah di masa mudanya.
ADVERTISEMENT
Ia pertama kali mulai membiayai anak yatim di tahun 2005. Berawal dari dua orang anak, jumlahnya kini terus bertambah menjadi 75 anak mulai dari tingkat PAUD sampai bangku SMK. Bahkan, salah satu anak asuhnya kini ada yang sudah berkuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta.
Semua anak yatim Sarono tinggal di rumah keluarganya masing-masing. Sarono memberikan bantuan dalam bentuk biaya sekolah, uang saku dan transportasi. Rumah Sarono sendiri kecil seperti rumah kontrakan.
Sarono mengaku dapat membiayai kebutuhan 75 anak yatim asuhannya meski penghasilannya sebagai tukang batu tidak menentu. “Seperempat atau sekarung (batu) kadang dibayar Rp 5 ribu, Rp 10 ribu,” ujarnya.
Menurut Sarono, dengan usaha dan tawakal ia tidak menemukan hambatan berarti untuk menafkahi anak-anaknya. Apalagi terkadang ada juga donatur yang memberikan sebagian rizkynya untuk anak-anak Yatim Sarono.
ADVERTISEMENT
"Saya dapat memberi makan karena rida Allah. Jalani dengan ikhlas, santai, dan enjoy. Karena semua Allah yang punya kuasa," katanya.
Sarono berharap agar segala kebaikannya dapat dibalas dengan rida Allah. Ia juga ingin bila meninggal nanti bisa bedekatan dengan Rasulullah seperti yang diriwayatkan dalam salah satu Hadist Riwayat Bukhari Muslim.
“Saya ingin ingin masuk surga dan duduk disamping Rasulullah dengan jarak seperti kedua jari tengah dan telunjuk," ujarnya.