Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Biden Janji Kembalikan Hak Aborsi Jika Partai Demokrat Menang Pemilu Paruh Waktu
19 Oktober 2022 8:52 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, berjanji akan memprioritaskan undang-undang yang mengabadikan hak aborsi nasional bila Partai Demokrat memenangkan pemilihan umum paruh waktu Kongres AS mendatang pada Selasa (18/10).
ADVERTISEMENT
Washington menggelar pemilu paruh waktu di setiap tahun genap. Pemilu tersebut diadakan untuk 435 kursi di DPR AS dan 33 atau 34 dari seratus kursi di Senat AS.
Biden saat ini berusaha mengangkat Partai Demokrat jelang Pemilu pada 8 November.
Ia berharap partainya dapat mempertahankan kendali atas DPR AS dan memperluas mayoritasnya di Senat AS. Partai Demokrat sebenarnya sedang menghadapi kritik atas inflasi, presiden yang tak populer dan perang seputar masalah gender dan hak aborsi.
Namun, Biden justru melihat kesempatan dalam perdebatan terkait aborsi. Pasalnya, Mahkamah Agung AS memantik amarah meluas ketika mencabut perlindungan atas hak untuk aborsi.
"Perempuan di seluruh negeri, mulai dari rumah saya, kehilangan hak fundamental," ujar Biden dalam pidatonya di Washington, dikutip dari AFP, Rabu (19/10).
AS menjamin hak untuk menjalani aborsi dengan putusan Roe v. Wade pada 1973. Namun Mahkamah Agung AS menghapuskan perlindungan hukum selama lima dekade terakhir itu pada Juni 2022. Akibatnya, masing-masing negara bagian dapat membatasi atau melarang prosedur aborsi.
ADVERTISEMENT
Hingga 16 negara bagian segera melarangnya, sedangkan yang lain mengarungi pertikaian hukum untuk mempertahankan akses ke layanan medis tersebut. Pemerintahan Biden memperkirakan, 26,5 juta wanita usia reproduksi telah kehilangan hak mereka di AS.
Biden menjadikan pemilu paruh waktu sebagai panggung untuk pertarungan itu. Dia berencana memveto larangan aborsi nasional bila kemenangan diraih Partai Republik. Tetapi, bila Partai Demokrat bertahan, Biden akan berusaha membatalkan putusan MA AS.
Dilansir NPR, Partai Demokrat memegang mayoritas tipis di DPR AS dan mengendalikan 50-50 di Senat AS. Tetapi, pengesahan RUU aborsi tampaknya akan sulit meskipun Partai Demokrat mengendalikan Senat AS. Sebab, 60 dari 100 senator harus menyetujui RUU.
DPR AS sempat meloloskan RUU yang akan melindungi hak aborsi sebelumnya. Tetapi, pemungutan suara yang menyusul di kedua kamar tersebut akhirnya hanya bersifat simbolis karena Senat AS tidak mendapati dukungan yang cukup untuk meloloskannya.
ADVERTISEMENT
"RUU pertama yang akan saya kirimkan ke Kongres adalah untuk mengodifikasikan Roe v. Wade," jelas Biden.
"Saya akan menandatangani pada Januari, 50 tahun setelah Roe pertama kali memutuskan hukum negara," lanjut dia.
Untuk menjaring dukungan dari pemilik suara perempuan, para pejabat berfokus pada melindungi akses aborsi menjelang pemilu paruh waktu. Biden menegaskan komitmennya dengan meluncurkan langkah-langkah baru dalam mempertahankan akses aborsi.
Kementerian Pendidikan AS mengingatkan perguruan tinggi akan diskriminasi atas dasar kehamilan. Kementerian Kesehatan dan Layanan Masyarakat AS juga mengumumkan dana senilai USD 6 juta (Rp 92 miliar) untuk memperluas akses klinik keluarga berencana.
Kendati demikian, inisiatif tersebut belum tentu memotivasi publik. Hak aborsi berada pada peringkat rendah dalam daftar isu yang memotivasi mayoritas pemilik suara di AS. Jajak pendapat Siena menunjukkan, 26 persen pemilih mengutamakan ekonomi AS.
Sekitar 18 persen lainnya menyebutkan kekhawatiran akan inflasi. Hak aborsi menjadi prioritas bagi lima persen responden dalam jajak pendapat itu. Dukungan terhadap Partai Republik pun meningkat dari 14 persen pada September menjadi 18 persen pada Oktober.
ADVERTISEMENT
Inflasi turut mengambil perhatian utama pemilih dalam jajak pendapat Ipsos pada 27 September sampai 3 Oktober.
Hanya ada 8 persen warga yang memprioritaskan hak aborsi, sedangkan 27 persen warga menyebut inflasi sebagai faktor pertimbangan utama untuk pemilu paruh waktu AS.