Bivitri Susanti Bicara 3 Kemungkinan Putusan MK soal Sengketa Pilpres

29 Maret 2024 21:54 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar Hukum Tata Negara Indonesia, Bivitri Susanti, yang terlibat dalam film dokumenter 'Dirty Vote'. Foto: Dok. Dokumentasi Dirty Vote untuk Pers
zoom-in-whitePerbesar
Pakar Hukum Tata Negara Indonesia, Bivitri Susanti, yang terlibat dalam film dokumenter 'Dirty Vote'. Foto: Dok. Dokumentasi Dirty Vote untuk Pers
ADVERTISEMENT
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, memprediksi tiga kemungkinan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024. Apa saja?
ADVERTISEMENT
Pertama, menurut Bivitri, kemungkinan pertimbangan hukum yang dikeluarkan MK bagus dan mengabulkan permohonan para pihak pemohon, dalam hal ini Pemohon Satu, Anies-Muhaimin dan Pemohon Dua, Ganjar-Mahfud MD.
"[Soal] prediksi putusan, mungkin enggak seakurat ahli nujum, paling tidak secara normatif saja. Kan kemungkinan pertama, pertimbangan hukum bagus dan mengabulkan," ujarnya dalam sesi diskusi bertajuk 'Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024 di MK: Mungkinkah Dibuktikan?', di Rumah Belajar ICW, Jakarta Selatan, Jumat (29/3).
Kemungkinan kedua, lanjut dia, yakni pertimbangan hukum yang bagus, namun tidak mengabulkan permohonan. "Kemungkinan kedua, pertimbangan hukum bagus tapi tidak mengabulkan, karena pertimbangan politik. Itu mungkin, loh," kata dia.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja memberikan tanggapan atas gugatan dari pasangan capres nomor urut 01 dan 03 saat sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (28/3/2024). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Ia juga menilai, tidak adil jika muncul asumsi bahwa tidak mungkin akan digelarnya kembali Pemilu ulang, sementara sisa waktu pemerintahan Jokowi akan habis pada Oktober nanti.
ADVERTISEMENT
"Jadi maksud saya enggak adil kalau kita kunci dulu [tidak akan ada pemilu lagi], 'gila masa kita sudah cape, nih, pemilu', itu namanya mengunci proses pemberian keadilan dengan sesuatu yang sifatnya asumtif. Bahwa enggak mungkin ada pemilu dalam waktu 6 bulan, bahwa juga enggak akan sanggup lagi, itu adalah teknis sekali," jelas Bivitri.
"Itu tidak boleh jadi pertimbangan hakim, di kepalanya [hakim] adalah bagaimana cara memberikan keadilan, bukan soal mikirin wajahnya Prabowo-Gibran, Anies-Muhaimin, dan Ganjar-Mahfud, bukan," imbuhnya.
Kemungkinan ketiga, Bivitri mengungkapkan adanya intervensi, seperti yang terjadi kala MK mengeluarkan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, terkait syarat usia capres-cawapres.
"Kemungkinan normatif ketiga, diintervensi lagi, seperti putusan 90 [yang meloloskan Gibran sebagai cawapres], di mana pertimbangan hukumnya kacau. Saya bayangkan itu terjadi karena diintervensi," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Adapun sidang sengketa Pilpres 2024 akan dilanjutkan pada Senin (1/4) mendatang. Di sidang berikutnya, akan ada pemeriksaan saksi dan ahli yang dihadirkan oleh Pemohon Satu.
Dalam petitumnya, Pemohon Satu dan Pemohon Dua senada, yakni diskualifikasi paslon 02 atau menggelar pemilu ulang.