Bocoran Dokumen Ungkap Pelanggaran HAM Terhadap Muslim Uighur di China

25 Mei 2022 16:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa yang tergabung dalam koalisi 'Indonesia Save Uighur' melakukan aksi protes di Taman Dukuh Atas, Jakarta, Selasa (4/1/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa yang tergabung dalam koalisi 'Indonesia Save Uighur' melakukan aksi protes di Taman Dukuh Atas, Jakarta, Selasa (4/1/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ribuan bocoran foto dan dokumen resmi dari provinsi Xinjiang di China tersebar. Dokumen tersebut memperlihatkan tingkat pelanggaran dan penahanan massal yang menargetkan kaum Muslim Uighur dan kaum Muslim minoritas lainnya di kawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dokumen-dokumen itu didapatkan oleh seorang akademisi bernama Adrian Zenz. Ia bekerja untuk organisasi non-profit yang berbasis di Amerika Serikat, Victims of Communism Memorial Foundation.
Zenz mempublikasikan bocoran dokumen-dokumen itu ketika Komisaris Tinggi Dewan HAM PBB Michelle Bachelet sedang dalam kunjungannya ke provinsi Xinjiang pada pekan ini.
Para aktivis HAM mengatakan pihak berwenang China telah melakukan penahanan secara paksa terhadap lebih dari satu juta warga Uighur dan kaum minoritas Muslim lainnya di sebuah kamp-kamp terpusat yang terisolir dari masyarakat umum.
Kumpulan foto milik kepolisian dan dokumen internal yang dikirim ke Zenz oleh sumber anonim yang meretas database resmi di Xinjiang itu menambah bukti bahwa keberadaan warga Uighur di kawasan tersebut bukanlah aksi sukarela. Dokumen tersebut juga membuktikan Presiden China Xi Jinping telah memerintahkan tindakan keras bagi warga Uighur.
Presiden Tiongkok Xi Jinping bertepuk tangan saat upacara pembukaan Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China (CPPCC) di Aula Besar Rakyat di Beijing pada Jumat (4/3/2022). Foto: Matthew Walsh/AFP
Dokumen-dokumen itu juga mencakup pidato internal mantan Sekretaris Partai Komunis di Xinjiang Chen Quanguo pada 2017 yang ia diduga telah memerintahkan penjaga di kamp-kamp itu untuk menembak siapa pun yang mencoba melarikan diri. Ia juga menyerukan para petinggi di wilayah itu untuk melakukan kontrol secara tegas bagi para pemeluk agama.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah pidato internal pada 2018, Menteri Keamanan Publik Zhao Kezhi menyebutkan perintah langsung dari Xi untuk meningkatkan kapasitas di fasilitas penahanan itu.
Tahanan di kamp pendidikan politik di Lop County, Prefektur Hotan, Xinjiang. Foto: Dok. media.hrw.org
Dokumen-dokumen yang bocor itu juga memberikan gambaran bagaimana para pemimpin di China melihat populasi minoritas sebagai ancaman keamanan.
"Lebih dari dua juta orang di Xinjiang selatan telah dipengaruhi oleh pemikiran agama ekstremis," kata Zhao, dikutip dari Al Jazeera.
Lebih dari sejumlah 2.800 foto milik kepolisian memperlihatkan tahanan-tahanan Xinjiang, termasuk anak di bawah umur seperti Zeytunigul Ablehet (17) yang ditahan karena telah mendengarkan pidato ilegal. Selain itu ada Bilal Qasim (18) yang tampaknya dihukum terkait tahanan lain.
"Jenis persepsi ancaman paranoid muncul dalam file-file ini dan pembenaran internal mengapa seseorang harus bergerak melawan seluruh populasi," kata Zenz di kolom komentar video yang dirilis.
ADVERTISEMENT
Dokumen-dokumen yang sebagian besar telah diverifikasi oleh beberapa kantor berita resmi termasuk BBC dan Le Monde itu juga membeberkan bagaimana kehidupan di kamp-kamp terpusat Xinjiang.
Kamp penjara Uighur di Dabancheng, Xinjiang. Foto: Reuters/ Thomas Peter
Di beberapa foto terlihat penjaga sedang menahan seorang wanita berkerudung yang dibelenggu dengan sebuah alat berat dari metal. Sementara penjaga lain yang mengenakan pakaian militer berdiri dengan senjata api.
Kabar terkait dokumen-dokumen yang bocor itu lantas tiba di Gedung Putih. Amerika Serikat pada Selasa (24/5/2022) menyuarakan keprihatinannya dan mengatakan Beijing telah menyetujui penyalahgunaan dan pelanggaran di level tertinggi.
"Kami terkejut dengan laporan dan gambar yang menggelegar itu," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price kepada reporter.
"Akan sangat sulit untuk membayangkan bahwa upaya sistemik untuk menekan, menahan, melakukan kampanye genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan tidak akan mendapat restu – tidak akan mendapat persetujuan – dari tingkat tertinggi pemerintah RRT," sambung Price, mengacu pada sebutan resmi Republik Rakyat Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Ned Price. Foto: AFP/Miguel Medina
"Kami telah dan kami terus menyerukan kepada RRT untuk segera membebaskan semua orang yang telah ditahan secara sewenang-wenang, untuk menghapus kamp-kamp interniran, untuk mengakhiri penahanan massal, penyiksaan, sterilisasi paksa, dan penggunaan kerja paksa," tegas Price.
Menanggapi dokumen-dokumen yang bocor ini, pihak Kementerian Luar Negeri China menyangkal keasliannya. Mereka menuduh itu semua sebagai dokumen yang dibuat-buat oleh pihak anti-China yang ingin mencoreng nama Xinjiang.
"Media telah menyebarkan kebohongan dan rumor," kata Juru Bicara Pemerintah China Wang Wenbin.
Selain itu, Duta Besar China untuk Inggris, Zheng Zeguang, juga mengkritik pedas media atas publikasi dari dokumen-dokumen bocoran itu.
"Sangat memalukan bagi BBC untuk membawa cerita palsu tentang apa yang disebut 'kamp penahanan'. Menyedihkan bagi media yang bersekongkol dengan pembuat rumor terkenal untuk sekali lagi menyebarkan disinformasi tentang Xinjiang," kata Zheng.
ADVERTISEMENT