Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mengapa? Karena krisis air telah menghampiri Jakarta. Pakar bioteknologi lingkungan UI Firdaus Ali bahkan mengatakan, krisis air telah terjadi di Jakarta sejak 2005.
“Hanya tidak pernah disuarakan,” ucapnya ketika ditemui kumparan di kantornya, Kementerian Pekerjaan Umum dan dan Perumahan Rakyat, Kamis (31/5).
Untuk sementara ini, barangkali krisis tersebut tak begitu terasa, terutama bagi mereka yang memiliki akses lebih untuk memperoleh air bersih dan air baku (air untuk minum). Padahal di beberapa sudut-sudut Jakarta, ketersediaan air bersih menjadi satu hal yang langka.
Bagi Koordinator Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja PD PAL Jaya, Romel Sitompul, kondisi saat ini serupa bom waktu. Detik demi detik yang berdetak menanti penyelesaian sesegera mungkin. Jika tidak, maka krisis akan jadi bencana bagi 10 juta penduduk di ibu kota.
ADVERTISEMENT
“Hasil penelitian dari PD PAL itu (menunjukkan) hampir seluruh tanah di Jakarta mengandung bakteri E. coli (Escherichia coli yang menyerang usus manusia). Dampaknya sekarang mungkin terasa kurang, tapi diperkirakan di kemudian hari akan lebih berbahaya ke masyarakat,” tutur Romel.
Meski Sandi telah mengoreksi ucapannya dengan mengatakan “Air (hasil olahan PD PAL Jaya) tersebut adalah air yang bisa dipakai untuk utilitas, bukan dipakai untuk diminum,” krisis air Jakarta tak boleh dilupa.
Berikut petikan percakapan kumparan bersama Firdaus Ali terkait kondisi sanitasi dan ketersediaan air di Jakarta.
Berapa besar konsumsi air bersih di DKI Jakarta?
Konsumsi air bersih kita 1,5 juta kubik per hari untuk se-Jakarta. Setiap air yang kita konsumsi tidak harus diminum. Konsumsi ini untuk mandi, domestically 80 persen sampai 90 persen menjadi air bekas.
ADVERTISEMENT
Air bekas itu istilah lamanya air limbah, wasted water. Istilah modernnya used water. Untuk mengubah pola pandang orang terhadap limbah , saya sejak tahun 2006 itu sudah berusaha (mengganti) istilahnya bukan air limbah, tapi air bekas.
Air limbah itu konotasinya negatif. Kemudian kita tidak menangani itu dengan baik. Saya coba leverage terminologi baru, tapi tidak mudah mengkonversi itu.
Tata kelola air di Indonesia memang tantangan besar dari zaman ke zaman, dan semakin lama semakin complicated. Specifically, untuk ibu kota republik ini, Jakarta setidaknya sejak tahun 2005 (mengalami krisis air).
Jadi, kalau BBC meng-announce ada 11 kota yang mengalami krisis air 2025, Jakarta di ranking kelima, sebenarnya tidak. Jakarta sudah mengalami krisis air sejak 2005, hanya tidak pernah disuarakan.
ADVERTISEMENT
Orang mengidentikkan krisis itu dengan yang kekurangan air baku, untuk air minum.
Apa yang menunjukkan Jakarta krisis air bersih?
Pertama, kita sampai hari ini baru mampu mensuplai riil--kita bicara riilnya, bukan data formalnya PAM--melayani 37 persen dari kebutuhan ibu kota. Itu riil.
Dari 820 ribu pelanggan air minum di Jakarta ini, sampai detik ini 250 ribu sambungan tidak punya akses yang normal ke air bersih. Kadang-kadang dapat sejam sehari. Itu pun begadang malam, kadang-kadang dapat angin saja.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah sistem utility perkotaan, suplai air bersih itu diidentikan dengan, pertama adalah kuantitas yang disuplai. Kedua, kualitas yang memenuhi standar baku mutu--apakah itu standar air bersih atau air minum. Kita kan hanya melayani air bersih, walau pun judulnya air minum. Kalau di luar negeri standarnya ya portable water.
Lalu yang ketiga terkait standar kontinuitas. Ada air tapi kualitasnya nggak memenuhi, juga ada air tapi jumlahnya tidak cukup, tidak sesuai dengan kebutuhan. Ada air, kualitasnya oke, kuantitasnya oke, tapi datangnya cuma satu kali seminggu saja.
Apa penyebab krisis tersebut?
Karena kita mengalami krisis air baku. Dari 13 sungai kita (di Jakarta ), dengan 76 anak sungai serta 41 situ dan waduk yang ada, tidak memenuhi baku mutu untuk dijadikan air baku.
ADVERTISEMENT
Ciliwung itu nggak bisa dijadikan air baku, di sisi kualitasnya. Apalagi fluktuasi minimumnya musim kemarau dan maksimumnya di musim hujan hampir 300 kali. Itu tidak mungkin dijadikan air baku untuk sistem air minum perkotaan. Air minum perkotaan itu butuh suplai air baku yang konstan.
Makanya kita menggantungkan dari Citarum Barat. Sebanyak 82 persen dari 18.100 liter itu kan Citarum Barat, dari Jatiluhur. Itu pun masih dibawa primitif ke Jakarta, dibawa dalam saluran terbuka.
Ibu kota negara di planet ini satu-satunya yang primitif cuma Jakarta. Serius lho. Vietnam yang merdekanya belakangan, dia bawa (air baku) dengan perpipaan. Dibawa ke Hanoi dengan perpipaan.
Sementara water security Jakarta cuma 4 persen. Istilah water security itu adalah kemampuan sebuah kota, sebuah kawasan, menyediakan air bersih tanpa tergantung secara politis dan geografis dari luar kawasannya.
ADVERTISEMENT
Artinya water security Jakarta terburuk untuk sebuah kota dengan penduduk di atas 5 juta jiwa. Apalagi ibu kota negara dengan populasi nomor empat di dunia ya Jakarta.
Kenapa air bakunya tidak tersedia? Karena badan air baku kita tercemar, terkontaminasi oleh limbah domestik dan limbah industri. Kenapa tercemar oleh limbah domestik? Karena kita tidak punya sistem sewerage, tata kelola sanitasi seperti Kuala Lumpur, Bangkok, dan Manila.
Jadi sebab akibat?
Ya. Kita baru memiliki sistem pengumpulan air bekas di Setiabudi. Waduk Setiabudi itu dari tiga zona, yaitu Sudirman, Gatot Soebroto, dan Kuningan. Segitiga emas itu yang baru kita layani untuk sebuah kota yang disebut ibu kota NKRI.
Gedung-gedung yang tidak mendapat suplai air cukup, kemudian mengambil air tanah dalam. Air tanah dalam diambil, tidak diisi kembali, apa yang terjadi? Defisit air tanah dalam. Makin turun muka air tanahnya.
ADVERTISEMENT
Maka kita punya persoalan baru, tanah kita makin lama makin turun, titik genangan baru bermunculan. Kalau hujan langsung tergenang. Ancaman berikutnya apa? Air laut akan naik pelan-pelan, dari 5-6 cm.
Jadi prediksi dengan teman-teman ITB, tahun 2050 nanti ada dua kemungkinan pinggir laut--skenario optimis (pinggir laut) akan ada di Harmoni, skenario pesimis ada di Semanggi.
Perhitungannya seperti apa?
Turun muka tanah kita itu kan 10 sentimeter per tahun, air laut naik 5-6 cm per tahun. Kalau dalam 10 tahun, berapa penurunannya? Turunnya 1 meter, padahal plaza di Monas itu dengan muka air di Priok cuma beda tinggi 2,2 meter.
ADVERTISEMENT
Kalau 20 tahun kemudian dia turun 2 meter, plaza Monas sudah tergenang. Kemudian 20 tahun ke depan kalau kecepatan menurunnya meningkat, ya gapnya 2,9 meter. Artinya Monas sampai Dukuh Atas sudah kerendam.
Hal lain, karena air bekas tidak diolah, kemudian air tercemar, nggak ada suplai lagi, orang mengekstrak air tanah berlebihan. Nah, ini kemudian yang menimbulkan persoalan baru di Jakarta tadi.
Antisipasinya?
Ketika kita melarang orang mengambil air tanah dalam, sementara air perpipaan belum ada, saya tawarkan teknologi baru. Tidak hanya mengolah air bekas menjadi air yang layak buang, tetapi ditambahkan satu step lagi yakni menjadi air bersih yang non-portable.
Di gedung-gedung kan air nggak diminum. Paling banyak air digunakan untuk flushing, cleaning, cooling (pendingin), greening (menyiram tanaman). Untuk dipakai minum kan sedikit sekali. Makanya saya introduce satu step saja.
ADVERTISEMENT
Dibandingin kita harus ngolah air laut, (limbah domestik) ini lebih murah, satu dayung dua-tiga pulau terlewati. Kita tidak lagi membuang limbah, kita juga mendapatkan air bersih yang non-portable.
Dampak dari ketiadaan sistem sanitasi terpadu?
Sanitasi kita nggak benar, akhirnya membuat septic tank nggak sesuai standar, dan membuang langsung (limbah tinja ) ke air. Air permukaan dan air tanah kita jadi terkontaminasi, khusunya air tanah dangkal. Sehingga tidak layak untuk dijadikan sumber air baku dan air bersih.
Sebesar 87 persen air sumur dangkal di Jakarta terkontaminasi oleh sumur limbah domestik. Limbah domestik itu limbah tinja.
Apa kebutuhan Jakarta di masa depan soal air ini?
Idealnya kota ini punya sewerage system (pengolahan limbah), pipa di bawah tanah yang kemudian membawa limbah ke sebuah sentral pengolahan atau IPAL Central, untuk diolah seperti di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Seperti di Singapura, punya NEWater . Jadi air limbah domestik itu ditampung, diolah, dan digabung dengan air permukaan, kemudian menjadi NEWater, airnya diminum di dalam kemasan. Kalau di Singapura standarnya (air olahan limbah) untuk diminum karena negara itu krisis air.
NEWater lahir karena krisis air di Singapura. Negeri Singa tak punya sumber air mandiri dan bergantung pada suplai air dari Johor, Malaysia, sejak 1961. Melalui proses bertahap, fase pertama mendirikan alat pengolah air bersih Water Planning Unit pada 1971, pada 2003 pemerintah Singapura mengumumkan ke warganya bahwa tinja mereka bisa diolah menjadi air minum.
------------------------
Cari tahu cara Menyulap Tinja Jakarta di Liputan Khusus kumparan.