Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
BPK Temukan Indikasi Kerugian Rp 4,08 Triliun di PT Pelindo II
13 Juni 2017 16:34 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hari ini menyerahkan hasil pemeriksaan investigatif atas perpanjangan kerja sama pengelolaan dan pengoperasian pelabuhan PT Pelabuhan lndonesia Il (PT Pelindo II) kepada DPR.
ADVERTISEMENT
Laporan tersebut disampaikan Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara kepada Ketua Pansus Angket PT Pelindo II Rieke Diah Pitaloka, yang didampingi Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Fahri Hamzah, dan Taufik Kurniawan.
Dalam hasil auditnya, BPK menemukan adanya dugaan penyimpangan yang berindikasi menyebabkan kerugian negara hingga Rp 4,08 triliun. Dugaan penyimpangan tersebut berupa kerja sama usaha PT Jakarta International Container Terminal (PT JICT).
[Baca juga: BPK: Dapatkan Opini WTP Bukan Sesuatu yang Mudah ]
Moermahadi mengatakan adanya indikasi berbagai penyimpangan dalam proses perpanjangan perjanjian kerja sama pengelolaan dan pengoperasian PT JlCT yang ditandatangani 5 Agustus 2014 tersebut.
"Indikasi kerugian keuangan negara pada PT Pelindo ll minimal sebesar 306 juta dolar AS ekuivalen Rp 4,08 triliun (kurs tengah Bl per 2 Juli 2015 sebesar Rp13.337 per dolar), dari kekurangan upfront fee yang seharusnya diterima PT Pelindo II," kata Moermahadi di Gedung Nusantara 3, DPR, Jakarta, Selasa (13/6).
Pemeriksaan dilakukan untuk menindaklanjuti surat dari DPR Rl No. PW/02699/DPR Rl/Il/2016 tanggal 16 Februari 2016 kepada Ketua BPK tentang Permintaan Audit lnvestigatif atas perpanjangan perjanjian kerja sama pengelolaan dan pengoperasian PTJlCT antara PT Pelindo ll dengan Hutchison Port Holding (HPH).
ADVERTISEMENT
Tujuan pemeriksaan untuk mengungkap penyimpangan, menilai kewajaran struktur dan komposisi saham serta penerimaan cash, analisa keuangan, identifikasi kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian, serta identifikasi pihak yang diduga terkait dan bertanggung jawab dengan terjadinya penyimpangan.
"Perpanjangan kerja sama pengelolaan pelabuhan milik PT Pelindo ll dengan mitra lama (pihak HPH) dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku," katanya.
Adapun penyimpangan tersebut terkait dengan inisiasi rencana perpanjangan tidak masuk di RJPP (Rencana Jangka Panjang Perusahaan) dan RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) dan perpanjangan perjanjian kerja sama tanpa ada permohonan izin.
Selain itu, penunjukan HPH dilalui tanpa mekanisme pemilihan yang seharusnya, perpanjangan ditandatangani meski belum ada persetujuan RUPS, penunjukkan financial advisor dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundangan dan hasil kerjanya diduga dipersiapkan untuk mendukung perpanjangan perjanjian kerja sama dengan HPH. .
ADVERTISEMENT