BPOM Temukan Pabrik Tahu Berformalin di Bogor, Omzet Rp 5 Miliar per Tahun

11 Juni 2022 12:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
BPOM ungkap pabrik tahu berformalin di Bogor, Jumat (10/6/2022). Foto: BPOM
zoom-in-whitePerbesar
BPOM ungkap pabrik tahu berformalin di Bogor, Jumat (10/6/2022). Foto: BPOM
ADVERTISEMENT
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap pabrik yang memproduksi dan mengedarkan tahu mengandung bahan kimia berbahaya formalin di dua lokasi di daerah Parung, Kabupaten Bogor, Jumat (10/6).
ADVERTISEMENT
BPOM mendatangi langsung lokasi itu berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Jawa Barat dan Kejaksaan Tinggi Provinsi Jawa Barat.
“Hari ini kami konferensi pers salah satu temuan yang dikaitkan dengan penggunaan bahan berbahaya di jalur pangan, yaitu formalin. Ini merupakan temuan yang cukup besar dan sangat strategis saya kira. Apalagi, tahu merupakan produk yang rutin dikonsumsi,” papar Kepala BPOM RI Penny Lukito dalam keterangannya.
BPOM ungkap pabrik tahu berformalin di Bogor, Jumat (10/6/2022). Foto: BPOM
Operasi ini berawal dari aduan masyarakat yang masuk ke BPOM dan ditindaklanjuti oleh penyidik. Dalam operasi ini, ditemukan adanya dua sarana produksi tahu yang mengandung formalin dengan total omzet hingga Rp 5 miliar per tahun, dengan kapasitas produksi lebih dari 2,5 ton.
Tahu hasil produksi dari kedua sarana produksi tersebut banyak didistribusikan ke pasar-pasar di wilayah Jakarta, Tangerang, dan Bogor.
ADVERTISEMENT
“Dua calon tersangka di sini S (35) dan di sana N (48) yang berstatus pemilik berdasarkan izin usahanya. Untuk pabrik kita akan lakukan penghentian kegiatan. Nanti akan bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Kemudian untuk produksinya akan kita hentikan, terutama karena kita sudah mendapatkan barang bukti formalin,” tegas Penny.
BPOM ungkap pabrik tahu berformalin di Bogor, Jumat (10/6/2022). Foto: BPOM
Pelaku dijerat pidana memproduksi dan mengedarkan pangan yang mengandung bahan berbahaya dalam Pasal 136 UU Nomor 18/2012 tentang Pangan dengan hukuman penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 10 miliar.
“Kami juga kembali mengimbau kepada pelaku usaha agar mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, menerapkan cara produksi yang baik, dan menggunakan bahan yang aman. Tidak hanya mengejar keuntungan semata, namun juga memperhatikan kesehatan masyarakat,” tutup Penny Lukito.
ADVERTISEMENT