Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya
Bupati Karawang Penyintas COVID-19: Reaktif Rapid Belum Tentu Positif Corona
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Waktu 5 bulan yang lalu, ketika saya dinyatakan positif, orang masih menganggap bahwa rapid reaktif itu berbanding lurus dengan terkonfirmasi positif, padahal itu tidak benar," kata Cellica dalam konferensi pers 'Efek Kepemimpinan dan Kelembagaan dalam Penanganan COVID-19 ' bersama Indikator, Kamis (20/8).
"Karena terkonfirmasi positif biasanya hasil rapid-nya ini belum tentu bisa diarahkan reaktif, atau hanya sekitar kurang lebih 15 sampai 20% untuk rapid," sambungnya.
Cellica merupakan satu dari sejumlah kepala daerah di Indonesia yang pernah terjangkit corona. Cellica sempat dirawat selama 18 hari di RSUD Karawang, sebelum akhirnya dinyatakan sembuh.
Cellica diduga terpapar corona saat menghadiri acara Hipmi Jabar di Swiss Bell Hotel, Karawang, Senin (9/3). Ia mulai mengalami batuk dan sesak napas saat melantik 45 kepala desa di Plaza Pemkab Karawang.
ADVERTISEMENT
Usai mengalami keluhan, Cellica langsung menjalani metode antigen swab test. Hasil tes swab pada 24 Maret menunjukkan Cellica positif terinfeksi virus corona.
"Jadi terkonfirmasi positif hanya bisa dinyatakan diagnosis pasti itu oleh swab test, bukan oleh rapid," kata Cellica.
Beda dengan swab test yang dites melalui usap dahak, rapid test merupakan pengujian spesimen antibodi melalui darah. Antibodi merupakan protein larut yang dihasilkan oleh sistem imunitas.
Namun, rapid test tidak bisa dijadikan acuan seseorang positif corona atau tidak. Sebab, rapid test hanya dilakukan untuk screening kontak erat dan harus kembali mengikuti swab test.
Metode rapid test juga banyak dikritik karena hasilnya tidak akurat. Sebagian pihak menilai rapid test sebaiknya dihapus.
Juru bicara Satgas COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, memberikan penjelasan terkait hal ini. Menurutnya, rapid test memang tidak digunakan untuk melakukan diagnostik kepada pasien virus corona.
ADVERTISEMENT
"Rapid test digunakan hanya untk screening bukan untuk diagnostik. Dengan mengetes antibodi saja dan bukan semua orang harus menjalani tes ini, hanya yang mendapat rekomendasi dari instansi kerja," kata Wiku kepada wartawan, Selasa (18/8).
Wiku juga mengakui terbatasnya alat PCR kit menjadi salah satu penyebab rapid test masih terus dilakukan. "Rapid masih digunakan karena kita masih menghadapi keterbatasan kapasitas test untuk PCR dan swab test," jelas Wiku.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona
***