LIPSUS Keraton Agung Sejagat, Agus Bastian, COVER 1:1

Bupati Purworejo: Keraton Agung Sejagat Membuat Informasi Sesat

20 Januari 2020 13:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Purworejo Agus Bastian. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Purworejo Agus Bastian. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Bupati Purworejo Agus Bastian sempat kecele dengan kemunculan Keraton Agung Sejagat. Ia sempat mengapresiasi ketika kelompok itu menggelar kirab kebudayaan.
Keberadaan Keraton pertama kali diterimanya melalui sambungan telepon seorang staf Kabupaten, Jumat (10/1). Awalnya, Agus senang karena kegiatan kirab meramaikan atraksi kebudayaan di daerahnya.
Belakangan, sikap Agus berbalik setelah Toto Santosa Hadhiningrat, orang yang mengaku raja Keraton itu, mengklaim kerajaannya berada di atas semua negara.
Agus memerintahkan jajarannya turun ke lokasi dan menggelar Forum Komunikasi Pimpinan Daerah. Hasil pertemuan itu memutuskan menghentikan semua aktivitas keraton.
Suasana Keraton Agung Sejagad di Purworejo, Jawa Tengah. Foto: Dok. Hiya Fadhilatul Ulya
Kamis (16/1) lalu, Agus menerima kumparan di ruang kerjanya. Kami berbincang tentang kehadiran Keraton Agung Sejagat yang membuat gempar. Berikut petikannya:
Apa saja temuan Kabupaten Purworejo hingga memutuskan aktivitas Keraton Agung dihentikan?
Yang pertama itu sudah menimbulkan keresahan dan kerawanan. Kemudian juga sudah ada hal yang itu istilahnya penyesatan informasi terkait dengan sejarah. Sehingga kita ambil langkah menghentikan kegiatan di sana.
Jadi bahwa kegiatan itu yang tadinya diprediksikan hanya ritual budaya, ternyata sudah menyinggung hal yang lain. Menyatakan statement yang kemudian didapat umpamanya bahwa mereka sudah punya anggota, bebas, tidak pakai visa kalau keluar negeri, tidak melalui imigrasi.
Kemudian mereka merasa tidak harus tunduk dalam hukum negara karena mereka merasa nggak perlu ijin untuk apa-apa. Kemudian yang jadi rawan karena ada aktivitas dia yang seperti menyiapkan sesajen dupa yang itu kemudian di samping lingkungan menjadi tidak nyaman karena tidak lazim.
Kapan Anda memulai mendeteksi ada yang tidak beres?
Setelah ribut-ribut viral itu. Begitu hari Minggu ada statement itu, kemudian mulai ribut. Ada teman-teman yang mulai terjun malam senin itu mulai terjun. Lalu kemudian hari senin kami ketahui, ke sana, ketemu teman-teman Korkom, Danramil Polsek, dan camat dan Pak Lurah sekalian.
Kemudian kita bahas terus. Tapi waktu itu juga diperintah bahwa Polda sudah turun. Polda itu malam Senin. Malam Seninnya sudah ada perintah sehingga Senin pagi mereka sudah turun.
Para eks pengikut Keraton Agung Sejagat. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Ada berapa warga Purworejo yang menjadi pengikut kerajaan ini?
Ini sedang kita mapping, tapi prediksinya mungkin sekitar 67. Total dari seluruhnya. Tapi saat ini sedang kita lakukan deteksi, cuma memang agak sulit mencari datanya. Karena semuanya ada di sang raja.
Latar belakang pengikut kerajaan ini apa saja?
Jadi macam-macam. Itu aneka ragam. Jadi ada dari tambal ban, petani, purnawirawan, guru, ada ASN. Dan tidak sedikit loh. Makanya kita sedang memantau sekaligus nanti kita sedang mencoba untuk memahami bagaimana modusnya, kenapa sih mereka jadi korban, karena untuk jangka panjangnya kan kita perlu pendalaman informasi.
Kenapa mereka bisa tertipu?
Prinsipnya kegiatan itu memang sebetulnya bermotif ekonomi. Jadi memang mereka-mereka itu dijanjikan untuk diberikan gaji, diberi pangkat jabatan. Sehingga mereka mau membayar untuk itu. Setelah mereka mendapatkan pangkat, jabatan, maka mereka diberi imbalan. Itu yang membuat mereka berduyun-duyun ikut untuk jabatan ini harganya segini, jabatan ini harganya segini.
Apa saja yang ditempuh Pemkab untuk mengatasi masalah ini?
Jangka pendeknya kita harus melakukan langkah-langkah segera, pertama untuk memastikan ada stabilitas di sana, kemudian rilis terhadap sejarah atau penyesatan informasi. Kalau penyesatan informasi ya kita harus segerakan.
Kita mulai nyusun apa saja yang boleh kita rilis biar masyarakat tidak diberi informasi yang menyesatkan. Besok kita kumpulkan teman-teman sejarawan budayawan untuk kita membuat semacam rilis terhadap penyesatan informasi.
Bagaimana langkah Pemkab terkait penanganan terhadap korban?
Yang pertama adalah khususnya untuk korban tentunya akan kita dampingi dari pemerintah daerah nanti akan menyiapkan pendamping-pendamping untuk memberikan keyakinan pada mereka bahwa ini tidak benar dsb, dan memulihkan kembali kondisi psikis. Yang kedua adalah kalo kerajaan itu kan memang sudah ditutup ya.
Kirab Keraton Agung Sejagat. Foto: Twitter/@aritsantoso
Kabarnya anda sempat mengapresiasi acara kirab...
Jadi sebetulnya kalau dilakukan secara benar memang ini merupakan event nguri-nguri budoyo ora popo, ini kayak ketoprak humor. Kan sejarahnya bikin sendiri. Kalau ketoprak itu kan tergantung sutradaranya.
Sejarahnya mau disampaikan apa, orang kan nggak ada yang protes. Saya kira kalau ini didalami sekalipun sejarahnya dari mana, ya jelas ndak ketemu juga, ndak mungkin ketemu, ndak akan bisa ketemu karena apa yang dilakukan itu sudah melenceng jauh dari kenyataan yang ada.
Kenapa Anda bisa berpikiran begitu?
Kalau saya lihat backdrop-nya, kursinya, meja-mejanya, ruangan rapatnya itu ya seperti ketopraklah kira-kira begitu. Dan saya melihat ini sebuah kreativitas yang perlu kita acungi jempol.
Acungi jempol kan karena saya melihat belum ada masalah-masalah di dalamnya termasuk penipuan. Belum ada penyesatan belum ada. Tapi ketika kemudian terjadi setelah didalami kemudian di situ ada penyesatan informasi, kemudian ada penipuan, maka kami mengambil langkah-langkah untuk menutup kerajaan tersebut. Dan kerajaan itu memang usianya hanya 5 hari. Raja kerajaan 5 hari namanya atau kerajaan kalau bahasa Jawanya kerajaan sepasar.
Infografik keraton Agung Sejagat. Foto: Sabryna Muviola/kumparan
Artinya Anda tak menduga bahwa ada penipuan di balik kerajaan ini?
Sama sekali tidak menduga. Karena kalau melihat seragamnya segala macem itu kan bukan Mataram kuno ya, itu kan kalau melihat seragamnya itu kan seragam baru, seragam yang sudah ada kain, ada apa segala macem.
Aksesorisnya itu aksesoris baru itu, pejabat-pejabat yang kalau sekarang di dalam pemerintahan sekarang bukan pemerintahan di masa lalu, kalau masa lalu kan nggak ada yang pakai seperti polisi, pakai topi segala macem kan nggak ada. Biasanya pakai kulot pakai, udeng pakai blangkon, itu di masa lalu pakai jarik.
Ini kan nggak ada sama sekali, ini kan udah modern sekali. Jadi saya melihat ini bahwa Pak Totok Santoso ini memang berupaya untuk membuat suatu narasi yang akan dimunculkan sebagai kerajaan masa kini.
Dan sekali lagi saya tidak terlalu apriori dengan kejadian ini. Sama sekali tidak apriori saya. Saya melihat kejadian ini jika tidak ada yang di dalamnya ada konten-konten yang penyesatan kemudian ada penipuan, saya kira ini bisa dijadikan sebagai destinasi wisata yang sangat luar biasa.
Tetapi karena ini sudah masuk ke ranah yang seharusnya tidak terjadi, maka ya itulah konsekuensi yang akan dipertanggungjawabkan oleh Pak Toto Santoso tadi selaku raja dari kerajaan Agung Sejagat, yang mohon maaf, grade-nya lebih tinggi dari pemerintahan Republik Indonesia. Itu sudah mulai ngawur.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten