Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.0
Buron Korupsi APBD Lampung Timur dan Lampung Tengah Dibawa ke Jakarta
7 Februari 2019 14:37 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menyerahkan terpidana kasus korupsi APBD Lampung Tengah dan Lampung Timur, Sugiarto Wiharjo alias Alay kepada Kejati Lampung. Kejati Lampung berencana akan membawa terpidana ke Kejaksaan Agung di Jakarta, Kamis (7/2).
ADVERTISEMENT
"Ini mau dirilis dulu ke Kejaksaan Agung. Nanti berangkat pukul 14.30 WITA, tiba di Kejagung pukul 16.00 WIB," kata Aspidsus Kejati Lampung Andi Suharli kepada wartawan di Kejati Bali, Jalan Tantular, Denpasar, Bali.
Pantauan kumparan. Sebanyak empat petugas dari Kejati Lampung tiba di Kejati Bali di Jalan Tantular, Denpasar, Kamis (7/2), sekitar pukul 10.30 WITA. Satu di antaranya adalah Aspidsus Kejati Lampung Andi Suharlis. Di belakang Andi tampak tiga rekannya membawa sebuah kotak kertas dan dua tas ransel besar. Kedatangan tim ini disambut oleh Kasi Penkum Kejati Bali Edwin Beslar.
Setelah itu, sekitar 2,5 jam kemudian, Alay diboyong tim Kejati. Dengan menggenakan baju berwarna hitam, celana pendek cokelat, topi bercorak putih hijau, dan sendal serta bermasker, Alay menunduk diam saat dilontarkan sejumlah pertanyaan oleh wartawan.
Tak lama berselang, Alay pun dibawa tim Kejati Lampung menggunakan mobil hitam Toyota Fortuner bernopol DK 805 EK.
Sebelum diberangkatkan, Andi mengaku kesulitan menemukan Alay. Musababnya, Alay kerap kali berpindah-pindah tempat. Bahkan, Alay juga memalsukan identitasnya.
Berdasarkan indentitas yang diperoleh wartawan, Alay memiliki e-KTP dengan nama Oei Hok Gie, lahir di Malang pada 19 Desember 1953, beralamat di RT/RW 005/001, Kelurahan/Desa Kasin, Kecamatan Klojen, agama Budha, belum menikah, dengan pekerjaan wiraswasta
"Namanya lari pasti dia bergerak ke sana ke mari. Kesulitan kita itu,untuk mendeteksi dia. Kami harus cari koordinat yang benar, kebetulan kami kerja sama dengan KPK, dia bisa track posisi koordinatnya, dan ketemu di Bali," kata dia.
ADVERTISEMENT
Selama empat tahun buron, Alay diduga berada di Australia. Jaksa kehilangan jejak Alay setelah bebas dari masa tahanan dalam pekara perbankan sebelumnya. Dalam perkara itu dia divonis 5 tahun penjara.
Andi mengaku pernah mencekal Alay untuk berpergian ke luar negeri. Hanya saja, waktu itu masanya sudah habis.
"Kalau keberadaannya waktu itu sempat dideteksi di Australia, di Indonesia dia sudah 2014 sudah enggak di Lampung, karena setelah dia menjalani pidana perbankannya, begitu selesai dia langsung kabur, hilang karena tindak pidana korupsinya sampai sekarang baru ketangkap lagi," ujar dia.
Alay diduga sudah seminggu di Bali. Ia diduga akan melanjutkan liburan bersama keluarga ke Lombok. Selain itu, Alay juga diduga memiliki sejumlah aset di Bali. Andi berencana akan menggandeng Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung untuk mengusut aset itu.
Alay ditangkap Kejati Bali di Hotel Novotel di Tanjong Benoa, Rabu (6/2). Ia sudah masuk dalam daftar pencarian orang sejak 2014. Saat diamankan Alay tengah makan siang bersama anak dan menantunya. Alay diduga tengah istirahat sebelum melanjutkan perjalanan dari Jember menuju Lombok.
Alay terlibat dalam kasus korupsi berupa pemindahan uang kas daerah Pemerintah Kabupaten Lampung Timur ke PT BPR Tripanca Setiadana sebesar Rp 108 miliar. Di PT BPR Tripanca Setiadana, Sugiarto menjabat sebagai komisaris utama.
ADVERTISEMENT
Setelah uang kas daerah itu dipindahkan ke perusahaan Sugiarto, ada uang sebesar Rp 10,5 miliar yang diberikan kepada mantan Bupati Lampung Satono. Akibat pengalihan uang kas daerah ini negara merugi hingga Rp 119, 4 miliar.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 510 K/PID.SUS/2014 tanggal 21 Mei 2014, Sugiarto terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut. Dia dijatuhi pidana penjara 18 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta serta pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar 106,8 miliar.