Buruh 'Geruduk’ Konferensi Pers Es Krim Aice, Tuntut Kenaikan Upah

28 Februari 2020 18:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aneka Es Krim AICE Foto: dok.azalia amadea
zoom-in-whitePerbesar
Aneka Es Krim AICE Foto: dok.azalia amadea
ADVERTISEMENT
Massa buruh pabrik es krim Aice yang tergabung dalam Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia (SGBBI) menggeruduk konferensi pers yang digelar PT. Alpen Food Industry. PT AFI merupakan produsen es krim Aice.
ADVERTISEMENT
Konferensi pers itu digelar untuk menjelaskan kepada publik soal sejumlah hal yang menyerang perusahaan asal Singapura tersebut, yakni soal ketidakadilan terhadap buruh.
Awalnya, hanya ada lima buruh yang datang beserta kuasa hukum mereka, Syaiful Anam. Mereka memotong pemaparan dari Legal Corporate PT AFI, Simon Audry Halomoan Siagian, lalu menyerahkan sebuah dokumen.
“Pak, ini kita bawa jawaban atas kronologi PT AFI,” ujar salah satu buruh bernama Fajar.
Fajar (kiri) Buruh pabrik AICE. Foto: Darin Atiandina/kumparan
Kehadiran Fajar beserta kawan-kawan cukup membuat terkejut awak media. Apalagi dia menyerahkan dokumen tersebut sambil melemparnya ke meja.
Sebetulnya, apa, sih, yang terjadi antara PT AFI dan buruhnya?
Hubungan kerja yang tidak baik antara pekerja dan pemberi kerja jadi gambaran paling simple untuk PT AFI dan buruhnya. Meski, hubungan yang tidak baik ini sejatinya bukan hal baru di perusahaan es krim sponsor utama ASIAN Games itu.
Media Briefing PT AFI di FX Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (28/2). Foto: Darin Atiandina/kumparan
Kasus ini memasuki babak baru ketika 600 buruh Aice mogok kerja sejak 21 Februari 2020. Aksi itu bermula ketika SGGBI mengajukan permintaan perundingan bipartit (kedua pihak) untuk membahas kenaikan upah, keselamatan kerja, dan perkara-perkara dalam hubungan kerja pada Oktober 2019 kalu.
ADVERTISEMENT
PT AFI pun menyanggupi ajakan tersebut. Dalam kurun waktu Oktober-November, dilakukan 5 kali perundingan, namun gagal mencapai kesepakatan.
Meminta Kenaikan Upah
Salah satu poin yang jadi tuntutan SGGBI adalah kenaikan upah. Pada perundingan kedua, SGGBI mengajukan tuntutan kenaikan upah sebesar 15 persen dari hasil penjualan PT AFI seluruhnya di tahun 2019. Saat ini, mereka mengaku mendapat upah berdasarkan tingkatan, paling rendah Rp 4,1 juta.
Namun, tuntutan itu ditolak PT AFI karena dirasa terlalu besar dan tidak masuk akal. Akhirnya PT AFI meminta agar SGGBI mengajukan formula lain untuk kenaikan upah.
“Upah sebesar ini sangat memberatkan dan mustahil untuk kami penuhi karena mengingat jauhnya range daripada kewajiban kami sesuai upah minimum kabupaten,” kata Simon.
Es Krim Impor Asal China Merek Aice Foto: Dok. Pembaca kumparan
“Bagi kami ini permohonan yang terlalu mengada-ada, tapi kami menghormati aspirasi itu oleh karena itu kami terus berunding supaya terjadi kesepakatan,” ujar Simon.
ADVERTISEMENT
SGGBI pun mengajukan formula lain kenaikan upah. Mereka meminta agar kenaikan upah pekerja diberikan berdasarkan 6 komponen, yakni selisih UMK, golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan penilaian karya.
“Misalnya yang kerja 1 tahun naik 5 persen, 2 tahun naik 10 persen, yang malas dan rajin (penilaian karya), kenaikan gajinya juga beda,” jelas Fajar.
Usulan SGGBI itu kembali ditolak oleh PT AFI. PT AFI pun akhirnya menawarkan formula kenaikan versi perusahaan. Dari 6 komponen yang diminta buruh, hanya 3 komponen yang dimasukkan, yakni selisih UMK, level (tingkatan), dan masa kerja.
Media Briefing PT AFI di FX Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (28/2). Foto: Darin Atiandina/kumparan
“Setiap perusahaan memiliki kebijakan dalam pemberian upah. AFI telah mengikuti regulasi yang ada. Setiap kebijakan yang ditempuh dalam menentukan kenaikan anggaran gaji mengacu dan sudah mengikuti kepada ketentuan pengupahan,” kata Simon.
ADVERTISEMENT
Merasa tidak puas akan penolakan PT AFI, SGGBI pun akhirnya melakukan aksi mogok kerja, yang pertama pada 20-23 Desember 2019. Aksi mogok dilakukan dengan tetap datang ke tempat kerja, namun tidak melakukan pekerjaan apa pun.
Fajar mengungkapkan, pada aksi mogok kerja yang pertama ini, terjadi banyak pelanggaran hak yang dilakukan oleh PT AFI.
“Waktu itu pekerja kita mau pipis, tapi enggak dibolehin sama mereka, enggak tahu alasannya apa,” ujar Fajar.
Legal Corporate PT AFI, Simon Audry Halomoan Siagian. Foto: Darin Atiandina/kumparan
Keselamatan Kerja dan Perkara dalam Hubungan Kerja
Persoalan di atas berujung pada poin krusial lain yang masuk ke dalam tuntutan, yakni keselamatan kerja dan perkara dalam hubungan kerja. Fajar menyebutkan tempat kerjanya memberikan beban kerja yang berat kepada buruh yang tengah hamil.
ADVERTISEMENT
“Mereka diberikan beban kerja yang sama dengan pekerja yang lain, masuk shift malam,” kata Fajar.
Beban kerja berat ini bahkan sampai menyebabkan sejumlah buruh mengalami keguguran.
PT AFI pun membenarkan ada sebanyak 14 dari 91 buruh hamil yang mengalami keguguran. Namun, PT AFI membantah jika keguguran itu disebabkan beban kerja yang berat.
Bantahan tersebut disampaikan setelah manajemen perusahaan memutuskan untuk melakukan medical check up oleh RS OMNI khusus pada buruh hamil yang mengalami keguguran.
Hasilnya, kata Simon, pihak rumah sakit menyatakan keguguran tidak berkaitan dengan kondisi kerja.
“Sebagian karena mereka sendiri tidak mengetahui sedang hamil, atau berhubungan seksual di trisemester pertama,” ujar Simon.
Simon malah mengklaim PT AFI sudah menjalankan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 72 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal tersebut berisi tentang larangan bagi pengusaha untuk mempekerjakan pekerja perempuan hamil pada shift malam (23.00-07.00) jika menurut keterangan dokter berbahaya.
ADVERTISEMENT
“Jika tidak ada keterangan dokter maka pelarangan itu tidak berlaku,” kata Simon.
Poin-poin inilah yang membuat ratusan buruh pabrik es krim Aice mogok kerja. Fajar mengaku belum bisa memastikan sampai kapan aksi ini akan berlanjut.
“Pokoknya sampai keinginan kita terakomodasi,” ujar Fajar.