Catatan Kritis LBH Jakarta untuk Calon Kapolri Komjen Listyo Sigit

20 Januari 2021 10:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) memberikan keterangan pers di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/12). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) memberikan keterangan pers di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/12). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo akan menghadapi fit and proper test di Komisi III DPR. Akpol '91 ini tinggal selangkah lagi menjadi Kapolri.
ADVERTISEMENT
Di antara sederet prestasi Komjen Listyo Sigit sebagai Kabareskrim, ada pesan untuknya dari para aktivis HAM.
Pesan ini diharapkan didengarkan Komjen Sigit sebagai masukan untuk Polri yang lebih baik. Harapan besar ada di pundak Komjen Sigit membawa Polri ke arah yang lebih humanis.
Pesan dan catatan kritis itu disampaikan Direktur LBH Jakarta Arif Maulana. Dalam siaran pers kepada wartawan, Rabu (20/1), Arif berharap Kapolri baru bisa mewujudkan cita-cita reformasi untuk menjadikan kepolisian sebagai lembaga penegakan hukum yang demokratis dan menghormati hak asasi manusia.
"Berdasarkan hasil Pemantauan dan Pengaduan yang masuk ke LBH Jakarta, setidaknya terdapat 2 isu utama di tubuh kepolisian, yakni Pelanggaran HAM dan Keterlibatan Polisi dalam politik kekuasaan," beber dia.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit didampingi Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo, Dirtipidum Bareskrim Brigjen Andi Rian, dan Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono. Foto: Polri
Berikut sejumlah poin catatan LBH Jakarta untuk Komjen Sigit:
ADVERTISEMENT
(I) Praktik Penyiksaan (Torture)
Sepanjang 2013-2016 LBH Jakarta menerima pengaduan terkait dengan Praktik Penyiksaan yang dilakukan oleh Anggota Kepolisian dengan jumlah korban sebanyak 37 orang.
Kemudian pada saat melakukan Survei Anak Berhadapan dengan Hukum (“ABH”) di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di wilayah Jakarta 2018-2019, LBH Jakarta menemukan 20 orang anak yang menjadi korban Penyiksaan pada saat proses penyidikan di tingkat kepolisian.
Dalam kasus 21-22 Mei 2019 LBH Jakarta mendapat 2 anak menjadi korban penyiksaan. Selanjutnya pada saat mendampingi kasus vandalisme di Tangerang 2020, LBH Jakarta menemukan 5 orang menjadi korban penyiksaan anggota kepolisian.
Data tersebut menunjukkan bahwa problem penyiksaan menjadi praktik pelanggaran HAM yang terus terjadi dan harus serius untuk dihentikan oleh Kapolri ke depan.
ADVERTISEMENT
(II) Pembunuhan di Luar Proses Hukum
Pada 2018 LBH Jakarta menerima pengaduan dan melakukan investigasi dan mendapati 15 orang yang diduga sebagai penjahat jalan ditembak mati oleh Anggota Polisi dengan dalih pengamanan Asian Games 2018 Jakarta-Palembang.
Menutup Tahun 2020 Kepolisian diduga telah melakukan pembunuhan diluar hukum terhadap Anggota Laskar FPI yang terjadi di Kilometer 50 Tol Jakarta-Cikampek.
(III) Kekerasan dan Brutalitas dalam Pengamanan Aksi Demonstrasi
Sepanjang 2019 terdapat beberapa aksi demonstrasi yang dilakukan oleh warga dan mahasiswa dan semuanya berujung pada pembubaran dan yang dilakukan dengan cara kekerasan dan brutal oleh Anggota Kepolisian (data hanya mencakup wilayah Jabodetabek). Yakni;
(1) kerusuhan 21-22 Mei yang mengakibatkan 4 orang tewas karena peluru tajam dan 1 orang tewas karena hantaman benda tumpul, dan banyak beredar anggota yang memakai baju polisi melakukan kekerasan dan penganiayaan terhadap masa demonstran;
ADVERTISEMENT
(2) Demonstrasi menolak Revisi KUHP dan Revisi UU KPK di Jakarta (#ReformasiDikorupsi), pada saat melakukan pengamanan aksi Polisi melakukan kekerasan setidaknya kepada 88 orang dan dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina dan 2 orang menderita luka pada bagian kepala.
Tim Advokasi untuk Demokrasi menerima 390 Pengaduan korban kekerasan Anggota Polisi antara lain 201 korban merupakan mahasiswa, 50 korban merupakan pelajar, 13 korban berasal dari karyawan, 3 aduan kekerasan berasal dari pedagang, 2 aduan pegawai lepas 2, dan 1 aduan dari pengemudi ojek daring
Pada Agustus 2020 saat Demonstrasi Menolak Omnibus Law, beredar puluhan video brutalitas anggota polisi yang melakukan kekerasan terhadap demonstran.
Berdasarkan data pengaduan yang masuk ke Tim Advokasi Untuk Demokrasi terdapat 187 orang dibawa ke Polda Metro Jaya, berdasarkan informasi dari korban mereka mengalami kekerasan dari anggota Kepolisian pada saat ditangkap.
ADVERTISEMENT
Selain itu aksi kekerasan Polisi pada saat pengamanan demonstrasi juga mengenai jurnalis, menurut catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), terdapat 28 jurnalis alami kekerasan oleh Polisi saat meliput aksi masyarakat menentang UU Omnibus Law Cipta Kerja
(IV ) Kriminalisasi Aktivis
Polri diduga terlibat dalam banyak upaya pembungkaman dan kriminalisasi aktivis melalui berbagai penerapan pasal karet seperti Pasal Makar, UU ITE dll, setidaknya berdasarkan catatan penanganan kasus LBH Jakarta antara lain sebagai berikut:
(V) Menerbitkan Maklumat dan Instruksi yang Membatasi HAM
Sepanjang 2020 Kepolisan telah menerbitkan beberapa Maklumat yang melanggar karena membatasi Hak Asasi Manusia, Pertama Maklumat Kapolri Nomor : 2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran virus Corona (Covid-19), yang pada intinya mengatur tentang pembatasan kebebasan berkumpul warga.
ADVERTISEMENT
Kedua Maklumat Nomor Mak/1/I/2020 itu terbit pada 1 Januari 2021 Tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI yang pada intinya berisi tentang larangan bagi setiap warga negara untuk “tidak mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun melalui media sosial”.
Penerbitan 2 maklumat tersebut tidak berdasarkan Hukum dan tidak dapat dipertanggungjawabkan karena tidak sesuai dengan Standar Pembatasan dan Pengurangan HAM.
Selain itu Kapolri secara terang-terangan menerbitkan instruksi khusus melalui telegram nomor STR/645/X/ PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020 untuk menggagalkan aksi demonstrasi penolakan Omnibus Law ini.