Cerita Armaya, Bahasa Inggris Pas-pasan Bisa Lolos Kampus Top di AS

14 April 2021 11:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Armaya Doremi (kanan) dan rekannya di  Northeastern University, Amerika Serikat. Foto: Dok. Armaya Doremi
zoom-in-whitePerbesar
Armaya Doremi (kanan) dan rekannya di Northeastern University, Amerika Serikat. Foto: Dok. Armaya Doremi
ADVERTISEMENT
Kemampuan berbahasa Inggris menjadi salah satu modal utama untuk sekolah ke luar negeri. Apalagi bagi mereka yang ingin belajar di Australia, Inggris, dan Amerika Serikat. Jika tidak, dipastikan akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan beradaptasi dengan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Armaya Doremi, wanita kelahiran Medan, sadar akan kemampuannya yang pas-pasan dalam berbahasa Inggris. Ia mengaku hanya mengetahui kata-kata sederhana, seperti ‘apple’, ‘love’, dan ‘I like you’. Ia tidak tahu bagaimana berbicara, menulis, dan membaca dalam Bahasa Inggris.
“Di sisi ini, saya tahu ini adalah kelemahan saya. Dan hal itu akan menjadi kesalahan besar jika saya tidak bisa berbicara dalam Bahasa Inggris,” ujar Armaya kepada Indonesia Mengglobal.
Dengan kemampuannya yang kurang mumpuni ini, ia bisa jadi tak bisa menyelesaikan personal statement (rencana studi untuk melamar kampus). Dari situlah ia mencoba mencari cara hingga akhirnya lolos ke salah satu kampus top di Amerika Serikat, Northeastern University.
Lalu apa yang dilakukan oleh Armaya?
ADVERTISEMENT

Pertajam alasan mengapa ingin kuliah di kampus tersebut

Dengan menggali lebih dalam motivasi untuk kuliah di kampus pilihan, Armaya menjadi semangat untuk fokus mencapai impian tersebut. Dari sini, ia belajar bagaimana mengatur persiapan studinya dengan kehidupan pribadinya.
Armaya Doremi foto bersama dengan presiden Northeastern University. Foto: Dok. Armaya Doremi
Setelah itu, ia dengan sungguh-sungguh meluangkan waktu untuk belajar Bahasa Inggris. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mencari informasi dalam Bahasa Inggris terkait dengan studi yang ingin diambil.
“Cara ini akan membuat kita terbiasa dengan lingkungan Bahasa Inggris, di mana kita harus berbicara, menulis, dan membaca dalam Bahasa Inggris,” ujarnya.

Luangkan waktu

Armaya membagi waktu belajar Bahasa Inggris dengan ketat, dari pukul 11.00 WIB hingga 22.00 WIB. Ia juga memaksa untuk selalu berbicara Bahasa Inggris untuk mengasah gramatikanya. Selain itu, ia biasanya belajar TOEFL hingga begadang.
ADVERTISEMENT
“Pada akhirnya, saya percaya pada prosesnya, dan itu terbayar. Bayangkan seorang wanita berusia 27 tahun yang tidak dapat berbicara bahasa Inggris, dan dia sekarang mengambil kursus terakhirnya sebelum mendapatkan gelar Master of Science di salah satu dari 40 universitas terbaik di AS,” kenangnya.
Armaya Doremi bersama dengan teman kuliahnya. Foto: Dok. Armaya Doremi

Riset, riset, dan riset

Untuk mengetahui jurusan dan kampus yang ingin dilamar, Armaya banyak menghabiskan waktunya di bagian riset. Selain melihat dari rangking kampus, perlu diperhatikan juga kota lokasi universitas tersebut.
Dari proses ini, pelamar bisa mengetahui berkas-berkas saja yang perlu diperlukan. Seperti GRE atau GMAT, kemudian ada juga tes kemahiran Bahasa Inggris dengan skor tertentu.
“Inilah kenapa seperti yang aku tegaskan sebelumnya, bahwa kita harus belajar Bahasa [Inggris]. Jika tidak, persiapan studi menjadi sia-sia,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Jika ada yang kurang dipahami terkait informasi kampus, Armaya menyarankan agar bertanya langsung ke pihak universitas. Misalnya, apakah skor TOEFL-nya masih sama atau ada kenaikan.
Yang terakhir adalah kekuatan doa. “Yang ini cukup pribadi, tetapi sangat membantu. Ini bukan tentang agama; ini tentang jujur ​​kepada alam semesta bahwa kita butuhkan bantuan,” pungkasnya.
Armaya menyelesaikan sarjana di jurusan Komunikasi dari Universitas Prof Dr Moestopo Beragama. Lalu, ia mengambil jurusan Corporate and Organizational Communication program di Northeastern University.
===
Tulisan ini pernah dimuat di Indonesia Mengglobal ditulis oleh Armaya Doremi.