Cerita Eks Dirjen KKP Didesak Stafsus Edhy Prabowo Teken Izin Ekspor Benur

3 Maret 2021 19:02 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Zulficar Mochtar. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Zulficar Mochtar. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mantan Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), M. Zulficar Mochtar, mundur dari jabatannya pada 14 Juli 2020.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Zulficar tak menyebut alasannya mundur. Namun dugaan mengemuka Zulficar yang diangkat jadi Dirjen di era Susi Pudjiastuti, tidak setuju dengan kebijakan ekspor benih lobster atau benur yang ditetapkan Edhy Prabowo.
Seiring berjalannya waktu, dugaan tersebut terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/3). Zulficar mengaku mundur karena dipaksa meneken 5 dokumen persyaratan ekspor benur untuk 5 perusahaan.
Zulficar menyatakan awalnya menolak permintaan tersebut. Namun ia mengaku ditekan Stafsus Edhy, Andreau Misanta. Bahkan Andreau mengancam mencopotnya karena tidak setuju dengan ekspor benih lobster.
"Saat diminta untuk tanda tangan rekomendasi pengekspor pada 9 Juli, saya tolak meski dari Dirjen Budidaya sudah lolos. Lalu Andreau lapor ke menteri. Kemudian Pak Menteri telepon saya, kemudian Andreau bilang 'Ficar ini akan dicopot oleh menteri'," kata Zulficar di Pengadilan Tipikor Jakarta, seperti dikutip dari Antara.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/3/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Zulficar menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito, yang didakwa menyuap Edhy sebesar Rp 2,14 miliar.
ADVERTISEMENT
Zulficar menyatakan ketika itu Edhy meneleponnya dan meminta untuk memberi izin ekspor benur.
"Pak Menteri mengatakan ke saya 'Pak Fickar sudah diloloskan saja perusahaan tersebut, barangnya sudah di bandara kalau gagal ekspor karena suratnya tidak keluar bisa-bisa barangnya rugi, kita yang bermasalah'. Saya katakan, 'baik saya cek lagi, secara administraitf memang sudah lengkap semua'," kata Zulficar.
Akhirnya Zulficar menandatangani dokumen persyaratan untuk 5 perusahaan yakni PT Aquatic SSLautan Rejeki, PT Tania Asia Marina, UD Samudera Jaya, PT Grahafoods Indo Pasifik dan PT Indotama Putra Wahana.
"Setelah saya tanda tangan 5 dokumen perusahaan tersebut dan minggu depannya saya ajukan pengunduran diri. Tanggal 13 Juli 2020 saya buat surat pengunduran diri, tanggal 14 Juli saya serahkan dan tanggal 17 Juli saya terakhir masuk kantor," tutur Zulficar.
Ilustrasi benih lobster. Foto: Antara/Ardiansyah
Menurut Zulficar, selain 5 perusahaan itu, pada Juni 2020 sudah ada 2 perusahaan yang sempat melakukan ekspor benih lobster tanpa sepengetahuannya, yaitu PT Aquatic SSLautan Rejeki dan PT Tania Asia Marina. Kedua perusahaan itu, kata dia, diduga tak memenuhi syarat harus melakukan budi daya terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
"Memang secara administrasinya sudah beres dokumennya, tapi saya tidak yakin masa dalam waktu 1-2 bulan sudah sukses 'restocking' dan budi daya. Karena seharusnya butuh waktu setahun sampai perusahaan sukses budi daya, saya tanya di mana Dirjen Budidaya, di mana direktur-nya? Karena menurut saya hal itu tidak valid," katanya.
Zulficar mengaku sempat melaporkan hal tersebut ke Itjen KKP karena tidak yakin dengan mekanisme pemberian rekomendasi perusahaan ekspor.
"Walau saya bergantung ke sistem, kan ada Ditjen Pengawasan, Ditjen Budidaya, Ditjen Karantina tugasnya saya di perikanan tangkap sudah terpenuhi semua meski secara logika tidak beres dan saya tahu aturan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) belum keluar dari Kementerian Keuangan sehingga pemasukan negara dari sekitar 40 juta benih lobster yang diekspor hanya sekitar Rp 11 juta karena mengikut aturan PP 75 tahun 2015 yaitu per 1.000 benih lobster hanya dihitung Rp 250," jelasnya.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/3/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Meski demikian, Zulficar tidak kaget begitu dipaksanya ekspor benur. Sebab sejak awal, kata dia, Edhy telah meminta jajarannya untuk melakukan ekspor benih lobster, yang didukung para penasihat dan komite pemangku kepentingan.
ADVERTISEMENT
"Pak menteri punya penasihat jumlahnya 13-14 orang dan komite pemangku kepentingan untuk sosialisasi masyarakat, jadi penasihat dan komite tahu prosesnya dan juga di-'back up' biro hukum," ucapnya.