Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Cerita Istri Saat Densus 88 Tangkap Terduga Teroris Jefri
17 Februari 2018 12:57 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Ardilla Sholihatun Nisa (18) masih tak percaya bahwa suaminya, Muhammad Jefri (31) , secepat itu meninggalkannya. Padahal, pagi itu, Rabu (7/2) sekira pukul 08.00 WIB, Jefri hanya keluar rumah untuk membeli gas.
ADVERTISEMENT
"Lalu sampai sore itu belum pulang-pulang, sampai setelah Ashar, ada beberapa orang menemui bapak saya --sekitar dua orang-- mereka bertanya tentang suami saya. Padahal mereka itu orang asing, saya tidak kenal dengan mereka," ujar Ardilla saat dihubungi kumparan via aplikasi WhatsApp, Sabtu (17/2).
Detasemen khusus 88 Mabes Polri menangkap Jefri lantaran diduga menjadi bagian dari kelompok binaan Ali Hamka, seorang narapidana teroris yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Selain itu, polisi menyebut, Jefri diduga bagian dari Jamaah Ansharut Tauhid (JAT).
Kepada kumparan, Ardilla bersedia bercerita banyak. Dia memberikan keterangan lengkap momen Jefri yang ditangkap hidup-hidup oleh polisi hingga berujung mayat di rumah sakit.
"Mereka (orang-orang asing itu) langsung tanya, 'Jefri ditahan ya Pak? Bisa lihat fotonya?' Begitu kata mereka, terus bapak saya bilang 'saya enggak tahu, dia lagi cari gas. Saya tidak pernah majang foto di rumah, enggak ada foto di sini," kata Ardilla meniru ucapan ayahnya.
ADVERTISEMENT
"Terus mereka tanya 'anak-istrinya ada di sini atau tidak?'. Lalu saat itu saya mulai khawatir dengan suami saya, ada apa ini?" sambungnya.
Ardilla panik. Dia menghubungi tempat tujuan Jefri membeli gas. Ternyata, Jefri tidak pernah benar-benar sampai ke lokasi itu.
Hingga keesokan harinya, setelah melihat pemberitaan di salah satu media online, Ardilla membaca kabar penangkapan seorang terduga teroris di Indramayu, Jawa Barat. Dia yakin betul itu suaminya.
"Ada penangkapan di daerah sekitar rumah saya, sekitar jam 08.15 WIB, saya yakin itu suami saya karena ciri-ciri sama, dia pakai motor Honda Supra Fit, dan bawa gas," tutur Ardilla.
Lalu pada Jumat (9/2), polisi mendatangi rumah Ardilla. Mereka sekeluarga (Ardilla, anak, dan orang tua) diajak ke suatu tempat untuk dipertemukan dengan Jefri.
ADVERTISEMENT
"Beberapa polisi tidak berseragam ---bukan beberapa sih, banyak kok-- datang ke rumah saya. Lho, ada apa? Kenapa kami harus ikut kalian?" tanya Ardilla kepada polisi saat itu.
Ardilla sekeluarga sepakat untuk memenuhi keinginan polisi. Rupanya, keinginan mereka untuk bertemu Jefri dikabulkan, namun, dengan cara yang lain. Ardilla dipertemukan dengan mayat Jefri di RS Bhayangkara Jakarta Timur.
"Setelah kami ikut. Ibu saya langsung menangis, 'Kenapa kami dibawa ke sini, mana menantu saya?' Setelah itu mereka bilang kami suruh ikut lagi untuk melihat suami saya --saat itu saya belum tahu bahwa suami saya telah tiada--," kenangnya.
"Mereka juga beritahu suami saya 'katanya' terlibat kasus teror, entahlah selama ini saya tidak pernah tahu itu, dan itupun baru terduga. Di situ pun saya baru diberitahu bahwa suami saya telah wafat. Perasaan kaget, syok, enggak percaya, lemas menjadi satu, membuat pikiran saya kacau, saya tidak dapat berfikir jernih," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Sementara, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto sudah memberikan pernyataan terkait kematian Jefri saat konferensi pers di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (15/2). Dia menyebut, berdasarkan hasil autopsi, Jefri meninggal karena serangan jantung.
Setyo mengatakan, Jefri ditangkap Densus 88 pada Rabu (7/2) pukul 15.17 WIB di Indramayu, Jawa Barat. Jefri ditangkap karena diduga terlibat sejumlah aksi teror di Mapolres dan Mako Brimob Toli-Toli, Sulawesi Selatan.