Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cerita Keluarga Korban Gagal Ginjal Berjuang Lewat Class Action
7 Februari 2023 17:07 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Kasus Gangguan Gagal Ginjal Akut Atipikal (GGAPA) sempat menggegerkan publik beberapa waktu lalu. Hampir 200 anak meninggal atas kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
Buntut hal tersebut, sejumlah keluarga korban mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang termuat dalam nomor perkara 771/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Class action diajukan oleh 25 penggugat. Mereka adalah orang tua dari anak-anak yang mengalami GGAPA akibat mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Para penggugat ini dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok I merupakan keluarga pasien yang meninggal. Kelompok II merupakan keluarga pasien yang masih menjalani perawatan. Kelompok III merupakan keluarga pasien yang meninggal tetapi diberi obat berbeda.
Salah satu keluarga korban, Yudi (33) menuturkan kisahnya. Berawal dari anaknya yang berumur satu tahun delapan bulan mengalami sakit demam. Ia lantas membawa anaknya itu ke klinik atau fasilitas kesehatan tingkat 1.
ADVERTISEMENT
“Kenanya ini awalnya demam, kita bawa ke klinik, dikasih obat, obatnya kita minumin, bukannya membaik malah memburuk,” kata Yudi saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (7/2).
Ia menuturkan anaknya diberi obat jenis sirop produksi dari PT. Afi Farma yakni jenis paracetamol sirop. Menurut dia, bukannya membaik, justru kondisi anaknya malah semakin memburuk, bahkan urinenya tidak bisa keluar.
“Pas diperiksa urinenya enggak keluar sama sekali. Bahkan dipasang kateter pun enggak keluar,” tuturnya.
Meskipun anaknya bukan menjadi korban meninggal dunia. Yuli merasa dirugikan atas peristiwa yang menimpa anaknya tersebut. Ia lantas melakukan gugatan bersama keluarga korban lainnya.
Yudi datang di sidang kedua ini. Ia berharap tidak ada korban lain atas peristiwa keracunan bahan pelarut pada obat yakni Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) berlebihan pada obat untuk anak.
ADVERTISEMENT
“Harapannya jangan sampai ada korban-korban lain lagi, itu aja sih,” ujar dia.
Yuli menuturkan selama empat bulan pengobatan anaknya ini, ia menjelaskan bahwa biaya yang ditanggung adalah dari kantongnya sendiri atau sebagian dari BPJS.
“Ada yang sendiri ada yang di-cover BPJS. Permasalahannya, banyak berpikir BPJS itu sudah ditanggung pemerintah, kan?” ungkapnya.
Sudah dua kali sidang class action ini digelar di PN Jakpus, termasuk hari ini. Namun, sidang ditunda hingga 28 Februari mendatang karena para tergugat sebagian tidak datang.
Adapun tergugat dalam perkara ini adalah:
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum penggugat, Julius Ibrani, menyebut bahwa gugatan class action diajukan karena pemerintah belum mengungkap peristiwa ini secara jelas.
“Jadi tujuan utamanya untuk membuka peristiwa bagaimana obat yang dinyatakan resmi ini sudah diuji oleh BPOM sudah diregistrasi oleh lembaga lainnya itu bisa menjadi racun,” kata Julius.
“Tujuan sidang ini membuka informasi yang benar, yang selama ini ditutup-tutupi,” sambungnya.
Selain itu, kuasa hukum penggugat juga menuntut agar dilakukan pengujian obat secara terbuka dan menghentikan peredaran obat yang menyebabkan kasus meninggalnya satu anak akibat gangguan gagal ginjal akut beberapa hari yang lalu.
Gugatan class action didaftarkan ke PN Jakpus pada 15 Desember 2022 dengan nomor perkara 771/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Perkara.
Belum reda kasus gagal ginjal gelombang pertama, kini kembali gangguan ginjal akut di DKI akhir Januari 2023. Satu anak meninggal dunia dan satu lagi masih dalam perawatan di RSCM.
ADVERTISEMENT
Dengan dilaporkannya tambahan kasus baru GGAPA, hingga 5 Februari 2023 tercatat 326 kasus GGAPA dan satu suspek yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia.
Dari sejumlah tersebut 116 kasus dinyatakan sembuh, sementara enam kasus masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta.