Cerita Mahasiswa ITB soal Kerja Paruh Waktu Demi Hak Pengurangan UKT

27 September 2024 16:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Rabu (7/8/2024). Foto: Robby Bouceu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Rabu (7/8/2024). Foto: Robby Bouceu/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebuah surat elektronik diterima oleh sejumlah mahasiswa penerima beasiswa pengurangan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Selasa (24/9/2024) lalu. Isinya mewajibkan mereka melakukan kerja paruh waktu di kampus.
ADVERTISEMENT
YAZ, mahasiswa ITB angkatan 2021 adalah salah satu di antara mereka. Kepada kumparan, ia mengaku sempat kaget karena surel itu dikirim secara tiba-tiba.
“Tiba-tiba, kemarin hari Selasa dapat email dari Direktorat Pendidikan. Itu emailnya intinya membuat si mahasiswa yang kena penurunan UKT, daftar jadi asisten mata kuliah, atau asisten-asisten lainnya. Entah itu jadi mungkin satpam, keamanan, atau menjadi sarana prasarana, dan sebagainya,” tuturnya.
YAZ mengatakan, surel itu memang dikirim kepada mahasiswa yang memang dapat penurunan UKT saja, dan tidak semua. Dia mengatakan sedikitnya ada 5.000 mahasiswa yang menerima email itu.
Inti email itu meminta mahasiswa yang dapat penurunan UKT, wajib daftar jadi asisten mata kuliah atau yang lainnya.
“Dan itu kata-katanya memang harus diisi. Kalau enggak, semester berikutnya penurunannya [UKT-nya] dihapus. Artinya saya balik lagi ke Rp 12,5 juta,” kata dia.
Suasana di kampus Institut Tekhnologi Bandung, Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/9/2024). Foto: Robby Bouceu/kumparan
YAZ mengaku saat ini UKT yang dibayarkannya ke kampus per semester itu Rp 8 juta. Angka tersebut, adalah hasil upaya dia meminta keringanan UKT semester pertama.
ADVERTISEMENT
Dia mengaku Rp 8 juta sebetulnya masih berat buat dia. Namun saat mengajukan kembali keringanan di semester dua, pengajuannya tidak diterima.
“Saya ajukan lagi, ajukan ulang, tapi enggak dapat. Jadi akhirnya, ya udahlah, pasrah aja Rp 8 juta, semoga kuat,” tutur pria berkacamata itu.
Harus bayar Rp 12,5 juta, bagi YAZ jelas memberatkan. Maka dia pun mengikuti instruksi dalam email yang yang disinggung di atas, memilih jenis pekerjaan paruh waktu di kampus agar penurunan UKT-nya tak dihapus.
“Waktu Selasa itu, ketika dapat email, saya langsung isi. Karena saya khawatir memang, tanpa berpikir panjang ya, kan lagi banyak kebutuhan juga. Khawatirnya kalau saya naik lagi UKT,” aku dia.
“Pilihannya cuma iya atau tidak, dan UKT saya akan dikembalikan pada semester berikutnya," katanya.
ADVERTISEMENT

Part time bidang akademik dan nonakademik

Adapun jenis pekerjaan paruh waktu yang dia pilih, adalah asisten mata kuliah Agama untuk bidang akademik, sementara non-akademik dia memilih helpdesk.
Dia sengaja memilih dua bidang itu, karena dianggapnya tak terlalu memberatkan. Sebab saat ini YAZ pun telah menjadi asisten lab dan praktik di jurusannya.
Untuk kontribusinya di prodi, dia mengaku dapat uang saku. Tapi hal ini tak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kebijakan dalam email soal UKT yang dia terima.
Keharusan bekerja agar peringanan UKT tak dihapus yang dia pilih, dengan statusnya sebagai asisten pengajar di prodi adalah perkara yang berbeda.
“Kalau asisten di prodi dapat honor setiap akhir semester. Jadi kan kalau misalkan di asisten yang diwajibkan ini, itu honornya seolah-olah adalah pengurangan UKT,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Dia melanjutkan, khusus untuk kerja part time program beasiswa UKT tidak mendapat kompensasi selain pengurangan UKT saja.
“Jadi kita kerja tuh nggak dikasih apa-apa, selain UKT saya turun. Padahal dari semester 1 sampai semester 6 kemarin saya kuliah, tanpa saya menjadi asisten pun UKT saya udah turun segitu," ucapnya.
Saat ini, YAS tak tahu persis apakah pilihannya sebagai asisten mata kuliah agama dan helpdesk bakal masih berlaku nantinya, untuk tetap dapat peringanan UKT. Sebab, menurutnya saat ini, kesepakatan pihak rektorat dengan Keluarga Mahasiswa ITB telah dibuat.
Kesepakatan yang dimaksud YAZ, diunggah di Instagram KM ITB. Pada secarik kertas berjudul ‘Kontrak Politik Terkait Isu Kewajiban Kerja Paruh Waktu Mahasiswa Penerima UKT antara KM ITB dan Rektor ITB’ tertera 3 poin.
ADVERTISEMENT
Kertas itu pun dibubuhi tanda tangan Rektor ITB Prof. Reni Wirahadikusumah, Ph.D dan Presiden KM ITB Fidela Marwa Huwaida.
Sehubungan dengan itu, YAZ pun berharap, ketentuan pengurangan UKT bagi mahasiswa yang berhak kembali seperti semula saja tanpa harus ada timbal balik kerja paruh waktu.
“Harapannya ya kembali seperti awal aja. Tidak perlu melakukan pekerjaan apa pun. Toh pendidikan sudah berat. Cukup tidak mencoreng nama ITB,” ungkap dia.
ADVERTISEMENT