Cerita saat OTT Wahyu Setiawan: Ditangkap KPK di Pesawat saat Hendak Terbang

25 April 2025 13:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka kasus suap Wahyu Setiawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/1). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka kasus suap Wahyu Setiawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/1). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan ditangkap KPK dalam OTT pada awal 2020 silam karena terlibat kasus suap. Mantan ajudannya, Rahmat Setiawan Tonidaya, bercerita mengenai momen penangkapan tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut diungkapkan Rahmat saat dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/4). Rahmat bersaksi untuk terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Penangkapan KPK terjadi di Bandara Soekarno-Hatta. Berlangsung sesaat ketika Wahyu Setiawan hendak terbang ke Bangka Belitung.
Kala itu, Rahmat dan Wahyu tengah menunggu panggilan untuk boarding pesawat. Wahyu Setiawan kemudian masuk pesawat dan duduk di kelas bisnis.
"Setelah dipanggil masuk, Pak Wahyu di kelas bisnis, saya di belakang di ekonomi," ujar Rahmat.
Sidang lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/4/2025). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Selang beberapa waktu, Rahmat sadar ada yang tidak beres dengan penerbangannya. Pesawat tak kunjung beranjak untuk lepas landas.
"Harusnya jam sudah mulai terbang, tapi kok ada kaya sesuatu yang ditunda. Setelah saya tengok di gorden bisnis, Pak Wahyu sudah enggak ada," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Rahmat pun mencoba mencari tahu keberadaan bosnya dengan bertanya kepada para pramugari. Rupanya, Wahyu telah dibawa keluar pesawat dan sedang berada di garbarata. Rahmat pun menyusulnya.
Setelah mereka bertemu, Wahyu pun meminta Rahmat untuk ikut dengannya ke KPK. Sesampainya di kantor KPK, Rahmat dan Wahyu kemudian menunaikan ibadah salat.
"Setelah salat, terus kami sempat merokok sebentar di sela ruang wudu di depan musala di sudut itu. Saya tanya 'ini permasalahan apa, Pak?'. [Dijawab Wahyu], 'Wah, kamu enggak tahu, Ton'," ucap Rahmat.
"Terus tentu kan di situ ada dikenalkan ke Pak Donny [Tri Istiqomah], dan Pak Saeful [Bahri] terus ada Bu [Agustiani] Tio juga, terus dikenalkan, seperti itu," tambahnya.
Seiring berjalannya waktu, Rahmat akhirnya paham Wahyu ditangkap karena terlibat kasus suap proses PAW Harun Masiku.
ADVERTISEMENT

Kasus Hasto

Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4/2025). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
Adapun dalam kasusnya, Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI dalam proses Pergantian Antarwaktu (PAW) dan merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto disebut menjadi pihak yang turut menyokong dana. Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW.
Caranya, adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto disebut melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan—seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya—untuk menelepon Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.