China Sebut AS Pemicu Krisis dan Konflik di Ukraina

20 Juli 2022 5:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian. Foto: GREG BAKER / AF
zoom-in-whitePerbesar
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian. Foto: GREG BAKER / AF
ADVERTISEMENT
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian menuding Amerika Serikat yang telah memulai krisis dan konflik di Ukraina.
ADVERTISEMENT
Ia juga mengecam Washington untuk berhenti bersikap seakan-akan bertindak sebagai polisi dunia. Zhao menilai, justru Washington perlu segera membantu menciptakan kondisi untuk negosiasi perdamaian.
“Kami dengan tegas menentang kecurigaan, ancaman, dan tekanan yang tidak beralasan yang menargetkan China. Kami juga dengan tegas menentang sanksi ilegal sepihak dan yurisdiksi jangka panjang tanpa dasar hukum internasional,” kata Zhao, dikutip dari Russian Today.
Kecaman ini dilayangkan Zhao dalam sebuah konferensi pers pada Selasa (19/7/2022) ketika ditanya wartawan soal respons China terkait pernyataan terbaru oleh Washington.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price sebelumnya melontarkan sebuah ancaman terbaru kepada China jika Beijing membantu Moskow menghindari sanksi yang diberikan Barat.
Kendati demikian, tidak ada bukti yang ditemukan bahwa China benar-benar melakukan hal seperti yang dipikirkan oleh Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Ancaman ini pun membuat Beijing tersinggung dan berujung pada Zhao yang menuding Price seolah-olah Amerika Serikat adalah polisi dunia.
Ned Price. Foto: AFP/Miguel Medina
“Washington perlu berhenti memainkan konfrontasi blok dan menciptakan Perang Dingin baru dengan mengambil keuntungan dari situasi ini,” sambung Zhao.
“Amerika Serikat perlu memfasilitasi penyelesaian krisis yang tepat dengan cara yang bertanggung jawab dan menciptakan lingkungan dan kondisi yang dibutuhkan untuk pembicaraan damai antara pihak-pihak terkait,” tutur dia.
Zhao menegaskan, China mengambil sikap yang objektif dan adil dalam posisinya menanggapi konflik di Ukraina. Pihaknya menekankan bahwa tetap akan berdiri di sisi perdamaian dan keadilan, terlepas dari eratnya hubungan antara China dan Rusia.
Sejak Rusia memulai operasi militer khususnya pada 24 Februari lalu, China memilih untuk tetap netral. Pihaknya enggan untuk menyebut tindakan Rusia sebagai invasi dan enggan memberikan komentar berisi kecaman.
ADVERTISEMENT
China juga enggan turut memberi sanksi-sanksi kepada Rusia seperti yang dilakukan oleh Barat. Namun, di saat bersamaan, China ikut memberikan bantuan kemanusiaan kepada Ukraina.
Kemudian, dalam sesi konferensi pers yang sama, Zhao juga menyuarakan penolakannya terhadap tudingan Amerika Serikat bahwa China berkontribusi dalam kekurangan pangan yang terjadi di Afrika. Zhao membalikkan tudingan itu kepada Washington.
Anggota layanan Ukraina menembakkan sistem peluncuran roket ganda BM-21 Grad, di tengah serangan Rusia ke Ukraina, dekat kota Bakhmut, wilayah Donetsk Ukraina. Foto: Gleb Garanich/REUTERS
“Cukup jelas bagi dunia siapa sebenarnya penyebab krisis pangan global ini,” ujar Zhao.
“Kami berharap Amerika Serikat akan secara serius merenungkan perannya yang buruk dalam krisis pangan global dan berhenti mencoreng dan membuat tuduhan tak berdasar terhadap China,” tegas dia.
Ini bukan pertama kalinya China menghiraukan tekanan Amerika Serikat untuk memihak Barat dalam melawan Rusia terkait konflik di Ukraina.
ADVERTISEMENT
Pada bulan lalu, rekan Zhao, juru bicara Menteri Luar Negeri China Wang Wenbin juga mengecam Washington sebab telah memicu bara konflik dan ingin terus berjuang bersama orang Ukraina terakhir.
Sementara di sisi lain, Beijing menginginkan perdamaian melalui proses negosiasi. Kedua negara adidaya ini berselisih pendapat dalam prinsip masing-masing yang berbeda.
Kemudian pada akhir Juni lalu, Sekjen Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg mengatakan bahwa aliansinya telah mempersiapkan dan memperkirakan akan terjadinya konflik dengan Rusia sejak 2014.
Pernyataan Stoltenberg mengacu pada pemerintahan berkuasa di Kiev yang didukung oleh Amerika Serikat kala itu usai kudeta menggulingkan presiden terpilih dan berimbas pada krisis di Krimea dan Donbas.