Corona Dunia: Kematian di Inggris Melonjak; Kanada Izinkan Pfizer Jadi Booster

11 November 2021 6:01 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pejalan kaki mengenakan masker saat berjalan di London, Inggris. Foto: AFP/ISABEL INFANTES
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pejalan kaki mengenakan masker saat berjalan di London, Inggris. Foto: AFP/ISABEL INFANTES
ADVERTISEMENT
Pandemi virus corona belum berakhir. Sejumlah negara masih berjuang untuk bisa terbebas dari penularan COVID-19.
ADVERTISEMENT
kumparan merangkum sejumlah kabar corona di dunia. Mulai dari angka kematian di Inggris melonjak hingga pemerintah Kanada pada Selasa (9/11), mengizinkan vaksin Pfizer untuk dijadikan sebagai booster.
Berikut rangkumannya beritanya;
Kematian Harian Akibat COVID-19 di Inggris Melonjak, Tambah 262 Orang
Kementerian Kesehatan Inggris melaporkan kasus harian COVID-19 pada Selasa (9/11). Tercatat ada tambahan kasus baru sebanyak 33.117 dalam kurun 24 jam.
Dalam tujuh hari terakhir, ada tambahan 239.034 kasus COVID-19 atau turun 14,8 persen dibanding pekan sebelumnya.
Selain melaporkan kasus baru, Inggris melaporkan tambahan pasien meninggal dunia. Dalam kurun 24 jam, terjadi lonjakan pasien meninggal sebanyak 262 orang.
Dikutip dari Reuters, Rabu (10/11), jumlah kematian melesat tajam dibanding sehari sebelumnya yakni 57 orang.
ADVERTISEMENT
Selama tujuh hari terakhir, tercatat 1.160 orang meninggal akibat COVID-19 di Inggris atau naik 2,6 persen dibanding tujuh hari sebelumnya.
Dengan tambahan itu, kini jumlah kumulatif kasus COVID-19 di Inggris adalah 9.366.676 orang. Sedangkan kematian 142.124 orang.
Demonstrasi menolak lockdown di Sofia, Bulgaria, Kamis (14/5). Foto: AFP/Nikolay Doychinov
Angka Kematian Harian Akibat COVID-19 di Bulgaria Pecah Rekor
Pemerintah Bulgaria melaporkan angka kematian harian akibat COVID-19 pada Selasa (9/10). Tercatat ada tambahan sebanyak 334 orang meninggal dalam 24 jam.
Dikutip dari Reuters, Rabu (11/10), jumlah kematian harian ini merupakan rekor tertinggi sejak awal pandemi. Sehingga kini total pasien meninggal menjadi 25.408 orang.
Sementara terkait kasus positif COVID-19, kini mencapai 638.048 orang. Rinciannya, 8.500 orang masih berada di rumah sakit dan 734 di antaranya harus menerima perawatan intensif.
ADVERTISEMENT
Kasus harian dan kematian di Bulgaria melonjak akibat tingkat vaksinasi rendah. Akibatnya, mereka harus menghadapi gelombang keempat COVID-19.
Tercatat hanya 30 persen orang dewasa yang sudah divaksin lengkap. Sementara 250.000 orang baru menerima satu dosis vaksin.
Rendahnya vaksinasi di Bulgaria karena banyak warga yang masih ragu terhadap vaksin. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti ketidakpercayaan kepada pemerintah, kesalahan informasi dan pesan-pesan kontradiktif yang dilontarkan para politisi jelang pemilihan parlemen pada 14 November mendatang.
Namun, guna meminimalisir penyebaran virus corona, Pemerintah Bulgaria menerapkan berbagai langkah salah satunya memperketat akses izin masuk ke sebagian besar gedung-gedung.
Seorang pria melintasi patung yang mengenakan masker di Kota Chengdu, China Foto: Shutter Stock
Kota Chengdu China Lakukan Tes COVID-19 Massal ke 30 Ribu Warganya
Kota Chengdu, yang berlokasi di barat daya China, melaksanakan tes COVID-19 massal kepada 30.000 pengunjung di sebuah pusat hiburan besar New Century Global Center pada Rabu (10/11).
ADVERTISEMENT
Para pengunjung yang mencoba kabur dari pemeriksaan pun ditahan dan dikumpulkan. Ini menjadi tes massal kedua yang dilakukan dalam beberapa hari terakhir di China.
Dikutip dari Reuters, China Central Television (CCTV) melaporkan, seluruh tes menunjukkan hasil negatif.
Pemerintah daerah di Chengdu meminta kepada warga yang menjalani tes massal ini untuk langsung pulang ke rumah untuk menunggu hasilnya. Mereka dilarang untuk pergi ke luar rumah hingga pengumuman lebih lanjut.
Tak diketahui berapa total pengunjung di New Century Global Center. Area ini disebut sebagai mega entertainment centre, dengan luas 1,7 juta meter persegi, hampir setara dengan empat kota Vatikan.
Pusat hiburan ini meliputi berbagai toko, kantor, taman air besar, dan sebuah universitas.
ADVERTISEMENT
Chengdu, kota berpenduduk 20 juta orang, mencatat sejumlah kasus COVID-19 penularan lokal dalam beberapa hari terakhir.
Sebelumnya, taman bermain Disneyland di Shanghai juga sudah menyelenggarakan tes massal bagi para pengunjung yang hendak pulang dari lokasi. Tes tersebut berlangsung pada akhir bulan lalu.
Disneyland Shanghai pun sempat tutup selama dua hari, yakni pada 1-2 November, setelah ditemukan satu kasus positif COVID-19. Pengunjung tersebut terkonfirmasi positif saat ia tiba di provinsi tempat tinggalnya.
Petugas kesehatan memberikan vaksin Pfizer / BioNTEch di Kanada. Foto: CARLOS OSORIO/REUTERS
Kanada Izinkan Pfizer Jadi Booster untuk Penduduk Berusia 18 Tahun ke Atas
Pemerintah Kanada pada Selasa (9/11), mengizinkan vaksin Pfizer untuk dijadikan sebagai booster. Namun booster hanya diberikan untuk orang berusia 18 tahun ke atas.
Dikutip dari Reuters, Rabu (10/11), suntikan booster baru bisa dilakukan enam bulan setelah menerima dua dosis lengkap vaksin.
ADVERTISEMENT
Diharapkan booster ini membantu masyarakat agar mendapat perlindungan tambahan terhadap virus corona terutama dari varian delta.
Kanada merupakan negara terdampak parah COVID-19. Tercatat jumlah kumulatif kasus mencapai 1.735.017 orang. Sedangkan kematian 29.193 orang.
Kanada juga merupakan negara tak kenal kompromi terhadap program vaksinasi. Pemerintah Federal Kanada dan beberapa perusahaan menerapkan kebijakan tegas agar pegawai mereka mau divaksin.
Sejak awal November, mereka akan mencutikan karyawan yang tidak mau divaksin. Selain itu, mereka juga tidak akan memberikan gaji.
Orang-orang melihat monumen Arc de Triomphe yang terbungkus instalasi dari plastik daur ulang di jalan Champs Elysees di Paris , Prancis. Foto: Benoit Tessier/REUTERS
Prancis Tidak Sarankan Penduduk Usia di Bawah 30 Tahun Disuntik Vaksin Moderna
Haute Autorite de Sante atau Otoritas Kesehatan Prancis merekomendasikan vaksin Pfizer bagi orang-orang yang berusia di bawah 30 tahun. Pfizer akan menggantikan vaksin Moderna untuk penduduk berusia di bawah 30 tahun.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, Rabu (10/11), berdasarkan penelitian, pemberian vaksin jenis Moderna bagi orang berusia di bawah 30 tahun memicu risiko penyakit jantung yang relatif lebih besar.
"Dalam populasi usia di bawah 30 tahun, risiko ini tampaknya sekitar lima kali lebih rendah dengan vaksin Pfizer dibandingkan dengan Moderna," tulis HAS dalam keterangannya.
Keputusan ini keluar setelah aturan di beberapa negara, termasuk Kanada, Finlandia dan Swedia lebih berhati-hati terhadap penggunaan vaksin Moderna terkait masalah penyakit jantung yang mempengaruhi usia di bawah 30 tahun.
Pada bulan lalu, Europian Medicine Agency (EMA) atau pengawas obat Uni Eropa menyetujui penggunaan vaksin Moderna sebagai booster untuk usia di atas 18 tahun. Vaksin diberikan minimal 6 bulan setelah suntikan dosis kedua.
ADVERTISEMENT
Namun awal tahun ini, EMA sebenarnya telah menemukan risiko penyakit jantung yang disebabkan dari vaksin COVID-19 jenis Pfizer dan Moderna.
Tetapi, risiko yang ditimbulkan dari suntikan vaksin tersebut tidak lebih besar dari manfaat yang didapatkan. Pemerintah Amerika Serikat dan WHO juga mengungkapkan pendapat yang senada.
Lebih lanjut, HAS mengatakan, saran penggunaan vaksin tersebut akan dijalankan hingga adanya hasil penelitian yang lebih mendalam. Namun pihak berwenang tetap akan menggunakan vaksin Moderna dengan alasan lebih efektif.
Seorang warga Inggris disuntik vaksin corona di Newcastle upon Tyne, Inggris. Foto: Lee Smith/REUTERS
Inggris Wajibkan Seluruh Pekerja Kesehatan Divaksin COVID-19
Kementerian Kesehatan Inggris mengeluarkan kebijakan baru terhadap program vaksinasi. Kini seluruh petugas kesehatan di Inggris sudah harus divaksinasi pada 1 April 2022.
Menteri kesehatan Sajid Javid mengatakan, vaksinasi menjadi syarat kerja wajib bagi petugas kesehatan di Layanan Kesehatan Nasional atau NHS.
ADVERTISEMENT
"Semua yang bekerja di NHS dan perawatan sosial harus divaksinasi. Kita harus menghindari bahaya yang dapat dicegah dan melindungi pasien di NHS, melindungi kolega di NHS dan tentu saja melindungi NHS itu sendiri," kata Javid dikutip dari Reuters, Rabu (10/11).
"Kami bermaksud penegakan kondisi ini dimulai pada 1 April," tambah dia.
Sebelum Inggris, kebijakan ini sudah lebih dulu diterapkan di Prancis, Italia dan beberapa negara bagian Amerika Serikat.
Javid menjelaskan, dirinya harus mencari cara agar pasien dan petugas kesehatan benar-benar terlindungi dari COVID-19.
Terkait kebijakan ini, ia mengatakan akan ada pengecualian bagi orang yang tidak dapat divaksinasi karena alasan medis dan bagi mereka yang tidak melakukan kontak tatap muka dengan pasien.
ADVERTISEMENT
"Ada sekitar 100.000 petugas kesehatan yang belum mendapatkan suntikan pertama," ucap Javid.
"Tidak seorang pun di NHS atau perawatan yang saat ini tidak divaksinasi harus dikambinghitamkan, dipilih, atau dipermalukan. Ini tentang mendukung mereka untuk membuat pilihan positif untuk melindungi orang-orang yang rentan, untuk melindungi rekan-rekan mereka dan tentu saja untuk melindungi diri mereka sendiri," tutur dia.
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Dado Ruvic/REUTERS
WHO Pastikan soal Vaksin COVID-19 Generasi Kedua: Oral dan Semprot Hidung
Kepala Ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Soumya Swaminathan menyatakan, dunia akan segera melihat vaksin COVID-19 generasi kedua.
Di masa depan tidak cuma vaksin jenis injeksi saja yang tersedia. Kini, tengah dikembangkan vaksin oral dan semprot.
Menurut Swaminathan vaksin generasi kedua punya banyak keuntungan dibanding vaksin saat ini. Salah satunya lebih mudah digunakan, bahkan bisa dipakai sendiri tanpa bantuan.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, sudah ada 129 jenis vaksin COVID-19 generasi kedua masuk ke uji klinis atau uji pada manusia.
Sementara itu, 194 vaksin generasi kedua lainnya pengembangan belum menunjukkan progres signifikan. Mereka masih diteliti di laboratorium.
"Ada beberapa yang masih dalam tahap pengembangan. Saya yakin beberapa di antaranya terbukti aman dan ampuh dan yang lainnya mungkin tidak," ucap Swaminathan seperti dikutip dari AFP.
"Nantinya kita bisa memilih mana yang paling tepat. Tidak cuma untuk COVID-19 di masa mendatang kita akan gunakan ini untuk penyakit lain," sambung dia.
Vaksinasi merupakan salah satu cara paling ampuh untuk menekan laju penyebaran COVID-19. Saat ini, sudah 7.25 miliar dosis vaksin COVID-19 yang disuntikkan.
Swaminathan pun mendorong agar lebih banyak lagi warga di dunia divaksin COVID-19. Sejalan dengan itu, para ilmuwan akan terus mengembangkan vaksin yang lebih ampuh mencegah virus corona.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada vaksin 100 persen ampuh. Tak pernah ada yang mengeklaim vaksin 100 persen efektif. Tapi 90 persen sudah menjadi angka perlindungan luar biasa dibanding nol," ujar dia.
"Hingga kini, vaksin yang sudah kami setujui, belum ada yang memberikan sinyal mengkhawatirkan ," pungkas dia.