Dari Apple hingga Facebook: Perusahaan Dunia yang Pro-LGBT

3 Juli 2017 15:01 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Starbucks LGBT Pride (Foto: Starbucks.com)
zoom-in-whitePerbesar
Starbucks LGBT Pride (Foto: Starbucks.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernyataan Sekjen MUI Anwar Abbas yang mendorong masyarakat muslim Indonesia untuk memboikot produk Starbucks menuai pro-kontra. Banyak yang mendukung, namun tak sedikit yang menilai langkah tersebut mengada-ada.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Anwar Abbas menuding sikap mantan CEO Starbucks Howard Schultz yang menolak diskriminasi terhadap kaum LGBT merusak budaya dan agama bangsa Indonesia.
“Kita tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya bangsa ini nanti kalau seandainya sikap dan gaya hidup dari LGBT tersebut berkembang biak di negeri ini,” ucapnya dalam penjelasannya yang diterima kumparan (kumparan.com), Sabtu (1/7). “Tentu yang sudah pasti akhlak dan moralitas bangsa kita akan ambruk dan rusak luar biasa.”
Diskursus di publik pun berkembang. Pihak yang mendukung, seperti Wakil Ketua Komisi III DPD RI Fahira Idris menilai dorongan itu memang tepat ketimbang menunggu pemerintah mencabut izin bisnis Starbucks.
Betul, Anda tak salah baca. Fahira Idris dan Anwar Abbas juga mendorong pemerintah mencabut izin Starbucks di Indonesia karena ideologi bisnis Starbucks yang tak sesuai dengan Pancasila.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, yang banyak dikritik dari dorongan Sekjen MUI sekaligus pengurus Muhammadiyah tersebut adalah ketimpangan perlakuan terhadap produk-produk lain yang sebetulnya juga memiliki sikap sama dengan Starbucks: menolak diskriminasi terhadap kelompok LGBT dan mendukung kesamaan hak mereka.
Dampaknya, apabila berlaku adil dan benar-benar konsekuen terhadap pendiriannya, Anwar Abbas dan Fahira Idris juga seharusnya mendorong umat di Indonesia untuk memboikot produk-produk ini:
Apple Inc.
Di Amerika Serikat sana, Apple pernah secara tegas menolak rancangan undang-undang pemerintah Mississippi yang memperbolehkan pegawai negeri sipil di daerahnya untuk menolak melayani kelompok LGBT.
“Kami ingin Mississippi tahu bahwa toko dan perusahaan kami terbuka untuk semua orang, tak peduli dari mana, seperti apa, siapa yang disembah, ataupun siapa yang mereka cintai,” begitu yang tertera di pernyataan yang dikeluarkan Apple.
ADVERTISEMENT
CEO Apple, Tim Cook, juga merupakan seorang gay. Ia secara terbuka mengakuinya, dan memastikan Apple tetap terbuka dan tanpa diskriminasi para orang-orang sepertinya.
Unilever
Raksasa bisnis lain yang juga mengambil langkah sama dengan Apple adalah Unilever. Brand yang produknya merentang dari margarin Blue Band, teh Sariwangi dan Lipton, hingga Sunsilk tersebut tak membedakan kelompok LGBT dengan kelompok lainnya untuk bekerja di Unilever.
Untuk mendukung sikap tersebut, Unilever juga membentuk Unilever PRIDE Network, yang mulai tahun 2012 memiliki misi meningkatkan ketertampilan pegawai LGBT untuk meningkatkan penerimaan mereka di kalangan kerja. Langkah ini, disebut Unilever, senada dengan visi strategis mereka yaitu “Winning With People”.
Dukungan tersebut, juga terlihat dalam salah satu iklan Cornetto, varian es krim yang juga jadi produknya.
ADVERTISEMENT
Microsoft
Perusahaan yang didirikan oleh Paul Allen dan Bill Gates pada 1975 tersebut juga punya sikap yang sama dengan LGBT. Untuk mewujudkannya, pada 2016 Microsoft juga turut serta dalam Pride in London Festival, parade yang sudah dimulai sejak 1972.
Microsoft sendiri menyatakan, mereka mendorong setiap pegawainya untuk menjadi diri sendiri dan melakukan apa yang mereka cintai. Satya Nadella, CEO Microsoft saat ini, juga berterima kasih kepada kelompok LGBT di Microsoft yang telah berkontribusi banyak bagi perusahaannya.
“Kebanggaan bukanlah soal Microsoft, namun pengaruh kita terhadap nilai-nilai budaya dan bagaimana membuat orang-orang hidup dengannya.”
Intel
Pun demikian dengan Intel. Lewat serikat pekerja IGLOBE (Intel Gay, Lesbian, Bisexual, or Transgender Employees), Intel berusaha mewujudkan perusahaan yang sama ramahnya pada LGBT laiknya pada kelompok lain.
ADVERTISEMENT
CEO Brian Krzanich, misalnya, secara terbuka melawan House Bill 757, sebuah RUU di Georgia, AS yang memungkinkan organisasi berasaskan agama di Georgia untuk menolak melayani permintaan dari orang-orang LGBT.
The Walt Disney Co.
Perusahaan hiburan Walt Disney juga secara terbuka mendukung kesamaan hak bagi kelompok LGBT. Ini dilakukannya dengan berbagai program, seperti pelaksanaan Disney World’s Gay Day yang rutin dilakukan pertahunnya. Tak hanya itu, Disney juga memberikan tunjangan bagi pasangan sesama jenis untuk para pegawainya.
Disney juga memboikot House Bill 757 di Georgia, menyebut perusahaan mereka “...meski punya kenangan manis dengan Georgia, bisa saja memindah bisnis kami ke tempat lain apabila rancangan legislasi yang diskriminatif tersebut menjadi undang-undang.”
ADVERTISEMENT
The Coca-Cola Co.
Dalam siaran persnya pada April 2016 lalu, Coca-Cola secara tegas menolak “peraturan yang mendiskriminasi”. Maksudnya di sini adalah House Bill 1523, yang mendiskriminasi kelompok LGBT di Mississippi.
Coca-Cola menyebut bahwa peraturan yang menggunakan “alasan agama untuk mendiskriminasi kelompok LGBT” tersebut tidak mencerminkan nilai dari perusahaannya.
Facebook
Bos Facebook, Mark Zuckerberg, juga secara terbuka mendukung LGBT.
Facebook LGBT Pride (Foto: Facebook)
zoom-in-whitePerbesar
Facebook LGBT Pride (Foto: Facebook)
Ia menyebut Juni adalah bulan LGBT Pride, serangkaian waktu untuk merayakan keragaman dan menunjukkan kebanggaan Facebook yang mendukung orang-orang LGBT di seluruh dunia.
Sebetulnya, ada lebih dari 350 perusahaan di dunia yang secara terbuka menolak diskriminasi terhadap kelompok LGBT. Perusahaan besar lain macam Goldman Sach, Google, Morgan Stanley, dan juga Twitter ikut mendukung perkawinan sesama jenis pada kasus James Obergefell v Richard Hodges tahun 2015 lalu. Dalam kasus tersebut, perusahaan-perusahaan tersebut menandatangani amicus brief yang mendesak Mahkamah Agung untuk mengambil langkah pro-kelompok LGBT yang berakhir dengan ditariknya larangan pernikahan sesama jenis di seluruh Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT